Alanis menghela nafas dan mengencangkan ranselnya, rambut brunettenya berkibar ditiup angin sepoi-sepoi yang sejuk. Mencocokkan alamat dia menghitung berapa rumah yang sudah dia lewati dan memperkirakan berapa jauh lagi dia harus berjalan. Ae Ra sudah mencatatkan alamatnya lengkap dengan detail bahkan sampai ke nama tetangga yang harus dia tanya jika dia bingung karena menghadapi persimpangan.
Sepuluh menit yang lalu dia sudah sampai di depan warung Bibi Shim, seperti itu Ae Ra menuliskan namanya saat memberikan petunjuk arah rumah dari stasiun.
Alanis membuat wanita tua itu terheran-heran karena ada orang asing dengan rambut coklat panjang cantik terbata-bata menyebutkan namanya, dan bertanya arah ke rumah keluarga Jung dalam Bahasa Korea yang sangat payah. Tapi Bibi Shim menjerit kegirangan ketika Alanis menyebutkan nama Jung Ae Ra dan segera menepuk-nepuk pundaknya serta mendorongnya ke arah rumah keluarga Jung. Alanis hanya bisa menangkap kalimat "ke arah sana ke arah sana" ketika tubuhnya didorong oleh Bibi Shim.
Desa ini sangat cantik, terletak di pegunungan dengan pemandangan gunung berselimut salju di kejauhan. Alanis datang di musim yang tepat, matahari bersinar cerah tetapi udara tetap sejuk.
"Ah ini dia" Alanis menggumam dan memperhatikan rumah cantik didepannya.
Rumah itu didominasi warna coklat kayu dan tembok putih yang nampak manis. Ada pohon Birch tinggi disudut halaman. Halamannya tertutup rumput yang dipangkas pendek dan rapi seperti pagar tanaman yang melingkarinya.
Alanis membuka pintu pagar besi pendek yang mudah sekali dia lompati.
"Cling" lonceng kecil disudut pintu berbunyi ketika dia membuka pagar
"Annyeong" Alanis mengucap salam
Seorang wanita dengan tubuh kecil tergopoh-gopoh keluar dari arah garasi. Wajahnya ramah, senyum manis tersungging di bibirnya. Saat tersenyum ujung matanya berkerut.
"Saya teman Ae Ra" lanjut Alanis dalam bahasa Inggris. Dia pasti Bibi Nam, Ae Ra bercerita kalau rumah keluarganya dijaga penjaga rumah yang sudah turun temurun. Suami Bibi Nam sudah meninggal 5 tahun yang lalu. Anak perempuannya sudah menikah dan ikut suaminya kerja di Vietnam. Sedang anak laki-lakinya kuliah di Seoul. Ae Ra bilang Bibi Nam fasih berbahasa Inggris jadi dia tidak perlu khawatir.
"Annyeong, ah anda pasti Alanis Agassi. Ae Ra Agassi sudah mengirimkan pesan bahwa anda akan sampai pagi ini. Masuklah masuklah, kita lewat samping saja. Saya jarang membuka pintu depan kecuali sedang membersihkan rumah" Bibi Nam mengucapkan nama Alanis dengan benar. Bukan Al-la-nis-se seperti yang biasa dia dengar ketika sampai di negara ini.
Alanis mengikuti Bibi Nam masuk rumah. Dia masuk ke ruang keluarga yang hangat dengan jendela lebar dan menyatu dengan ruang makan serta dapur. Ruangan ini hangat dengan kursi nyaman dekat jendela.
"Agassi pasti belum makan, saya sudah menyiapkan makan siang anda. Ini masih terlalu pagi untuk makan siang tapi ini juga sudah terlalu siang untuk sarapan. Ah saya terlalu cerewet, saya akan antar ke kamar Agassi"
"Terima kasih Bibi Nam, tapi panggil saja saya Alanis atau Al" terang Alanis
"Ah tidak-tidak anda teman Ae Ra Agassi, jadi anda juga agassi bagi saya"
"Saya memaksa Bibi Nam, anggap saja saya keponakan anda yang sedang kesini untuk berlibur" Alanis menggunakan intonasi suara yang dia tahu tidak bisa dibantah.
"Baiklah Ag... Alanis-si" Bibi Nam tersenyum dan berhenti didepan pintu. "Ae Ra agassi biasa menggunakan kamar ini ketika datang. Dia meminta saya menyiapkan kamar ini untuk anda" Bibi Nam membukakan pintu dan Alanis terhenyak.
"Bibi ini sangat indah" Alanis memasuki kamar yang terang benderang dengan jendela besar menghadap ke gunung berselimut salju di kejauhan.
"Koper anda sudah sampai dua hari yang lalu dan ada dilemari, saya tidak berani membukanya karena..."
Alanis tiba-tiba memeluk Bibi Nam "Bibi terima kasih" senyumnya menghilangkan kecanggungan Bibi Nam.
"Baiklah, segera mandi dan turunlah, saya akan menghangatkan makanan Anda"
Alanis segera lari ke kamar mandi dan melepas baju yang sudah dia gunakan untuk penerbangan panjang serta 4 jam naik kereta dari Seoul ke sudut antah berantah di Korea Selatan ini.
Dia mencuci mukanya dan mengikat ekor kuda rambutnya. Saat berkaca pikiran Alanis melayang. Hal pertama yang ada di pikirannya ketika memutuskan pergi adalah menelepon Ae Ra, teman sekamar ketika mereka bersekolah di asrama. Mereka berpisah ketika lulus karena Ae Ra kembali ke Korea dan Alanis harus pindah negara untuk kuliah.
Mereka tetap bertukar kabar menggunakan email, dan Alanis yakin kalau tidak ada yang menduga kalau dia akan pergi ke negara ini. Ae Ra tidak banyak bertanya, seperti biasanya dia. Dia hanya menyuruh Alanis untuk datang ke Korea menemuinya di bandara. Alanis bercerita singkat tentang kepergiannya bahwa dia butuh menghilang dan Ae Ra hanya mengangguk, melakukan beberapa panggilan di telpon dan mengantar Alanis ke stasiun.
"Pergilah ke rumah peristirahatan keluargaku, tidak akan ada yang pergi kesana untuk waktu yang lama karena seluruh keluargaku sedang sibuk dengan kelahiran anak Yoongi Oppa. Aku tidak bisa mengantarmu karena 2 minggu lagi ada pameran yang harus aku persiapkan. Setelah itu aku akan mengunjungimu dan kamu bisa bercerita banyak hal. Bibi Nam akan mengurusmu, dia orang baik dan bukan penggosip. Kamu bisa bercerita apa saja kepadanya untuk meringankan bebanmu"
Ae Ra menatapku cemas "Dan jangan melakukan hal bodoh oke?"
Alanis mengangguk dan memeluk Ae Ra "Terima kasih"
Alanis menggelengkan kepalanya untuk mengusir bayangan, dia mengambil kaos dan celana olahraga dari kopernya. Lalu turun bergabung dengan Bibi Nam di ruang makan.
"Makanlah, saya sudah menghangatkan supmu" Bibi Nam meletakkan mangkok berisi sup yang mengepul. Dia menyendokkan nasi ke mangkok Alanis dan mengomel panjang pendek tentang omong kosong diet serta betapa kurusnya Alanis.
Alanis tersenyum dia berlama-lama menyantap makanannya karena senang mendengarkan omelan Bibi Nam.
Ah Alanis merasa seperti pulang
KAMU SEDANG MEMBACA
Run Into You
General FictionSeumur hidupnya Alanis Kirana Scott dipersiapkan untuk menerima 'mahkota' bisnis. Masa depannya, hidupnya bahkan jodohnya sudah diatur dan dipersiapkan. Hingga satu kejadian traumatis membuatnya memutuskan menghilang dan pergi...