Bab I

14 3 0
                                    

Hari ini, aku akan bersekolah di sekolah baru lagi. Terhitung sudah 12 kali aku pindah.

Alasannya...?

Mungkin karena pekerjaan orangtuaku. Dan hal itu juga yang membuatku jadi pribadi yang pendiam.

HAHAHHH....

Pendiam?... orang yang waktu SD hanya punya teman laki-laki..?, yang lebih memilih bermain layang-layang, daripada boneka barbie.

Kalian bisa menyebutku jahat karena belum 2 tahun, aku sudah lupa nama dan wajah teman-temanku, kecuali satu orang.

Memikirkan itu membuatku menarik kedua sudut bibirku membentuk lengkungan tipis.

Terlarut melihat pemandangan kota, yang lumayan gersang menurutku. Tak terasa perjalanan menuju sekolah baruku pun berakhir. Sampai di sana ayah langsung membawaku ke ruang kepala sekolah. Dan bercakap-cakap dengannya tentang sikapku, meminta tolong untuk menjagaku baik-baik, dan berakhir dengan bertanya,"Di kelas mana aku akan masuk?"

"Kalau itu ada 3 kelas yang bisa menerima murid baru. Kelas 7.1, 7.2, atau 7.3, bapak mau yang mana?" Kata kepala sekolah itu.

Ayah yang tadi menghadap ke depan kini melihat kearahku, "Uci mau kelas mana?" Tanya ayahku.

Mungkin karena aku anak perempuan satu-satunya, makanya ayah tidak pernah memaksa kehendakku, asalkan itu positif.

Karena terlalu bosan dan pantatku mulai kebas, aku menjawab dengan muka yang datar dan berkata,"7.2 aja Yah".

Setelah menjawab begitu, akhirnya kepala sekolah itu memanggil guru yang mengurus administrasi di sekolah dan mulai menyiapkan berkas-berkas kepindahanku.

Saat sudah beres, ayah langsung pulang dan tak lupa memberiku uang jajan. Lalu aku mengikuti guru administrasi tadi, dia mengantarku sampai depan kelas. Dan meninggalkanku begitu saja,"Heol!" Jerit batinku.

Mana semua lihatin aku lagi. Untung gurunya belum ada. Karena mulai tidak nyaman dengan tatapan mereka, aku langsung saja masuk.

Dan tiba-tiba ada yang langsung menarik tanganku ke barisan tempat duduk perempuan, lalu yang lain langsung mengerumuniku seperti semut yang mendapatkan gula.

Mereka menanyakan namaku, dan darimana asalku, dan menyebut nama mereka tanpaku tanya.

Salah satu dari mereka memberiku choki-choki, yang ku ketahui namanya icha, awalnya aku menolak karena ini masih terlalu pagi untuk makan coklat, tapi dia bilang,"Emangnya mau..., cuma lo sendiri yang gak dapat coklat pas hari valentine?"

Perkataannya membuatku terdiam, lalu perlahan ku lengkungkan bibirku dan berkata,"Makasih ya."

"Santai aja, lo kan baru masuk" Katanya.

Setelah itu guru pelajaran olahraga pun datang.

***

Kringgg.......

"Akhirnya istirahat juga..." Gumanku.

"Fauziah ayo ke kantin!!"kata Clara, orang yang menjadi teman dudukku, dia adalah ketua kelas, memang sih jadi ketua kelas harus punya suara besar, tapi jangan setiap bicara kayak orang teriak, kan telinga aku sakit.

"Iya ayo, tapi bisakan ngajaknya gak teriak" kataku terus terang.

"Hehe maaf, ya udah yuk gue tunjukkin makanan kantin terenak di sekolah ini"katanya dan langsung menarik tanganku.

Setelah membeli makanan yang katanya terenak dikantin, kami langsung kembali ke kelas.

"Fauziah!"panggil Clara.

"Kenapa?"tanyaku.

"Lo ada nama panggilan gak, yang simple, soalnya kalau Fauziah kepanjangan?"tanyanya.

"Gak ada sih, klo kepanjangan, kamu boleh panggil aku apa aja"kataku karena tidak mungkin nama panggilan kesayangan ayah ke aku, dikasih tau ke dia secara aku belum mengenalnya. Dan juga dari matanya sepertinya bukan orang yang tulus.

"Oke, kan nama lo Fauziah Erlina, gimana kalau aku panggil Lina aja?"tanya Clara.

"Oke"kataku.

Kringggg.....

Bel masuk berbunyi, dan tak lama setelah itu guru pelajaran IPA masuk.

***

Kringgg......

Bel pulang sudah berbunyi, guru langsung merapikan bahan mengajarnya, para siswa pun mulai merapikan peralatan tulisnya.

Clara memberikan aba-aba untuk menyiapkan. Setelah itu semua langsung berhamburan keluar kelas.

Sedangkan aku menunggu sampai tidak terlalu banyak orang, kemudian berjalan ke gerbang sekolah.

"Halo, Ayah...bisa jemput Uci?"tanyaku.

"Oke, tunggu ya!"kata ayah.

"Iya.."balasku.

Teringat tentang Clara, aku memutuskan untuk menulisnya di buku yang berisikan kesanku terhadap orang lain setelah melihat mata orang tersebut.

Tanganku gesit mencari buku itu ditas, dan....

Tidak ada.

Aku langsung berlari ke kelas secepat yang aku bisa.

Sampai disana ku lihat kelas dalam keadaan kosong, langsung saja aku pergi ke mejaku dan melihat kolong meja.

Kosong.

"Hei!"panggil seseorang.

Aku langsung berbalik dan melihat seorang siswa laki-laki, rambutnya terlihat agak panjang dan berantakan, bajunya agak kotor, dan sedang nyantai dekat jendela.

Saat kulihat tangannya, ternyata dia sedang memengang buku rahasiaku.

Ku tatap dia dengan serius, lalu berkata,"Bisa kembalikan? Itu buku milikku".

Dia langsung mengubah gestur tubuhnya menjadi tegak, dan matanya menatapku remeh.

***




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Childhood PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang