Jian duduk di pinggir pantai sambil melihat senja di ujung sana. Senja itu indah. Berwarna oranye keungu-unguan. Jian suka senja. Senja berwarana beecampur, antara ungu dan oranye. Bercampur tapi tetap indah. Kadang yang berpaduan tidak indah.
Jian termenung menatap laut biru luas itu. Jian mengingat suatu hal tentang laut biru, sebuah kenangan antara dirinya dan laut biru. Dan laut birulah yang tahu kenangan apa itu.
Kenangan itu terjadi 3 tahun yang lalu, waktu Jian masih berusia 16 tahun. Jian masih duduk SMA waktu itu. Waktu itu Jian berjalan sendiri di tepi pantai. Jian berjalan melamun tak tentu arah. Lalu laki-laki datang kepadanya. Jian tau laki laki itu kakak seniornya, Jian hanya tersenyum melihatnya. Untuk rasa sopan kepada seniornya. Jian lalu berlalu meninggalkan kaka seniornya itu. Tetapi tangan kakak senior itu memegang lengan siku Jian.
Jian berhenti menatap kakak seniornya itu
"Lu Jiankan?" Ucap kakak senor itu.
"Iya. Gua Jian," ucap Jian
"Kenalin gua Angga," ucap Angga terseyum.
Jian hanya tersenyum. Ternyata kakak seniornya itu memberitahu tanpa di minta. Itu menguntungkan Jian yang bersifat pemalu.
Angga diam mentap Jian tanpa berkedip. Jian hanya menatap lurus ke arah jalan. Lalu Jian berjalan meninggalkan Angga. Angga melihat Jian dari jauh arah belakang, Jian cantik karena terpancar sinar senja, rambutnya terayu-ayun menambah kesan tambah bagi Angga.
Lalu Angga berlalri menyusul Jian yang sudah jauh di sana. Angga berteriak menyebut nama Jian. Jian menoleh melihat Angga yang sedang berlari ke arahnya. Lalu Jian meneruskan jalan kakinya tanpa menghiraukan Angga.
Angga tepat di dekat Jian sekarang. Setelah Angga berlari jauh-jauh. Nafas tersenggal-senggal karena berlari. Dia mengambil nafas dang mengehembuskan untuk menetralkan nafasnya. Angga melihat Jian di sampingnya. Jian tetap sama tidak memdulikannya.
"Heh. Bisu ya? Diam mulu," ucap Angga. Tidak ada respon dari Jian.
"Mau pulang ya?" Ucap Angga. Tetap sama tidak ada respon.
"Ya udah gua anterin pulang." Angga mengakhiri kalimat percakapannya sendiri karena tidak ada respon dari Jian.
Jian tidak peduli mau Angga mau mengantarnya. Itu berarti baik karena Jian akan di temani oleh seseorang setelah sekian lama di sisinya tidak ada seseorang. Jian tidak pernah memiliki teman atau sahabat sampai saat ini. Ini berarti hal bagus bagi Jian. Jian akan memiliki teman laki-laki kakak senior. Yang akan lebih akrab lagi.
Jian jalan berlalu, dan meninggalkan Angga lagi. Dan lagi. Dia berjalan tanpa memerdulikan Angga. Jika dia teman, Angga akan menghampirinya bukan?
Jian akan membuktikan kalo teman akan menghampirinya ketika Jian pergi.
Angga menghampiri Jian yang sudah berjalan jauh. Sudah dua kali Angga di tinggalkan oleh Jian. Selama hidup Angga, Angga tidak pernah mendapat perilakuan speerti itu. Angga akan banyak orang yang menghampirinya untuk mengobrol, menyontek pr dan lainnya. Tapi tidak dengan Cewek itu. Jian meninggalkan Angga sendirian.
Tapi tidak apa-apa bagi Angga. Menurutnya jika perempuan meninggalkannya maka harus mengejarnya. Angga mengejar Jian yanbg sudah jauh. Angga akan mengantar Jian denga manual menggunakan kaki. Tidak naik mobil atau tranportasi lainnya. Lebih enak jika berjalan karena akan semakin lama untuk sampai tujuan dan semakin lama pula di sisi Jian.
Jian dan Angga menyusuri jalan sepi, di gang yang berlorong sepi. Angga menepatinya, Angga akan mengantar Jian sampai kerumah.
Rumah Jian melewati jalan gang sempit. Rumahnya sangatlah sempit juga. Jian tinggal denga kedua orang tuanya adiknya dan dirinya. Adiknya berumur 13 tahun masih masuk sekolah menengah pertama. Ibunya seorang ibu rumah tangga, ayahnya seorang kuli bangunan.
Jian berkehidupan sederhana. Jian bernagkat memakai sepeda dari sekolah dasar sampai sekolah menengah terakhir. Kebanyakan siswa menengah akhir menaiki montor untuk berangkat sekolah. Jian juga ingin seperti mereka akan tetapi, mana boleh buat Jian hanya anak dari seorang kuli bangunan yang gaji tak semamapai untuk membeli sebuah montor.
Angga berjalan di samping Jian yang melamun. Jian hanya menatap ke depan. Angga sering melihat Jian melamun. Mungkin ini kebiasaan Jian. Angga tidak akan memperoleh Jian untuk melamun. Angga takut jika Jian tiba-tiba kesurupan. Angga akan repot menanganinya. Karna Angga bukanlah dukun, dan satulah lagi yang tidak mau repotkan karna Angga takut dengan hantu -mahluk tahayul- lainnya.
"Heh, ngelamun bae," ucap Angga
"Engga tuh, siapa yang ngelamun"
"Gua liat sendiri tuh tadi"
"Nggak ya."
"Di omongin ngeyel."
"Kessurupan ntaran," ucap Angga
"Iya-iya," ucap Jian ngalah.
Angga menatap Jian. Dan lagi Angga menatap Jian. Angga suka sekali menatap Jian. Jian mempunyai mata hitam lekat saat pecahayaan sangat ternag ketika pecahayaan sangat redup maka mata Jian akan berubah menjadi coklat cerah.
Jian merasa di tatap terus menerus menoleh ke arah Angga. Jian mengeryit kenapa Angga mentapnya dengan intens. Apakah di mata Jian ada sesuatu hal yang menjijikan. Lalu Jian mengucek matanya, jika ada sesuatu yang menempel di mata. Tapi tetap tidak sesuatu di matanya, berusaha mungkin mengucek tetap tidak ada.
"Apa sih liat-liat, nggak ada apa-apaan tuh di mata gua," ucap Jian sedikit kesal.
"Nggak ada apa-apa tuh"
"Teeus kenapa negliatin mulu"
"Matamu bercahaya"
"Emang mata gua berlaser apa!?" Ucap Jian ngegas.
"Eh enggak," Angga berucap salah tingkah. Karna Angga hampir mengutarakan apa yang di pikirannya.
"Ya udah nggak usah ngeliatin," ucap Jian judes.
Angga termenung, ternyata Jian judes. Tidak sepemikiran dengan apa yang di lihatnya ketika awal melihat Jian. Menurutnya pertama kali Angga melihat Jian, Jian itu polos, baik, imoet, nggak judes. Dan sekarang apa yang di dengarnya membuatnya tercenung. Sekarang Angga percaya bahwa realita tak seindah ekpetasi. Tapi, Angga makin suka dengan Jian, dan ada peluang untuk mendekatinya. Karna hal pertama untuk mendekati seseorang yang di sukainya menurut Angga kita harus mengetahui sifat aslinya, sifat yang tak pernah di ketahui orang-orang dan sifat yang di rahasiakan oleh seorang itu sendiri. Angga mendapatkan peluang yang besar.
Angga akan membuktikan dan memperjuangkan Jian.
Jika pun ada tantangan yang berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
senja
RandomJian masing canggung terhadap Angga. Jian menutupi kecanggungannya dengan bersikap sok judes, cuek, dan dingin. Meskipun begitu, Angga masih menyukainya. Menurutnya Jian seperti itu imut di matanya. Sangatlah imut.