Malam harinya Dylan baru pulang ke Rumah. Ia merasa sangat lelah. Sebelum ke kamar, ia memutuskan untuk ke dapur sekedar meminum air.
Karena kebiasaan keluarga tersebut, yang selalu mematikan lampu di ruangan yang tidak terpakai, hal tak terduga pun terjadi. Dylan kaget ketika menyalakan lampu dapur, ia melihat Via tertidur dengan kepala yang menelungkup di meja makan.
"Via ... apa yang kamu lakukan di sini?" Pekik Dylan kaget.
Via pun terbangun dari tidurnya. Ia lalu mengucek-ngucek matanya.
"Kak Dylan sudah pulang?"
"Heh ... Aku tanya malah balik tanya. Apa yang kamu lakukan di dapur malam-malam begini?"
"Aku lapar ... seharian aku hanya makan Salad sayur. Ini menyebalkan ...."
Dylan pun tersenyum mendengarnya.
"Vallen adikku memang sangat menjaga makanannya. Dan aku minta maaf jika itu menyusahkan dirimu," kata Dylan.
"Emm ... sebenarnya bagus sih kak. Hanya saja, aku belum terbiasa akan hal itu ...." jawab Via agak malu.
Kali ini Dylan terdiam. Ia menuangkan air dalam gelas dan meminumnya. Setelah itu, ia terlihat mengambil beberapa lembar roti dan mengoleskannya dengan selai kacang. Via juga ikut diam mengamati.
"Ini untukmu," kata Dylan sambil memberikan sepiring sandwich yang baru ia buat.
"Loh ... Bukankah ..."
"Anggap saja ini hadiah dariku. Makanlah ... tidak apa-apa merusak jam makan malammu sesekali. Lain kali jika kamu tidak suka Salad sayur, kamu bisa menggantinya dengan Salad buah, atau makanan lain yang mengandung banyak serat. Kamu mengerti?"
Via pun mengangguk senang. Dilahapnya Sandwich buatan Dylan dengan cepat. Dylan lagi-lagi tersenyum karenanya.
"Setelah ini beristirahatlah. Aku juga akan segera tidur," kata Dylan lembut.
Dalam hati, Via sungguh merasa senang. Ini pertama kalinya ia merasa seperti, memiliki sosok seorang kakak laki-laki di dalam hidupnya.
Jika saja bisa selamanya terus seperti ini. Pikir Via
"Ini terasa menyenangkan. Aku bisa memiliki ibu dan kakak yang baik dalam waktu yang bersamaan. Aku benar-benar beruntung." Kata Via.
Dylan pun ikut tersenyum mendengarnya.
"Tentu bukan aku ... Vallen yang beruntung," kata Via meralat ucapannya.
Tapi, entah kenapa mendengar nama Vallen, senyum Dylan seketika musnah. Ia tiba-tiba merasa gugup. Seperti kejadian yang buruk baru saja terlintas di benaknya.
Via yang melihat keanehan pada diri Dylan, tentu merasa bingung.
Ia pun langsung menghampiri Dylan dan memegang lengannya.
"Kak ... ada apa?" tanya Via khawatir.
Dylan masih terdiam. Matanya menyiratkan ketakutan akan sesuatu.
"Kak?"
"Lepas!!" Bentak Dylan tiba-tiba.
Ia segera menampik keras tangan Via, yang memegang lengannya. Hingga membuat Via jadi sedikit meringis kesakitan. Akhirnya hal itu mampu membuat Dylan tersadar. Ia merasa bersalah.
"Maaf ...." kata Dylan yang langsung pergi begitu saja. Meninggalkan Via dengan sejuta pertanyaan di benaknya
***********
Keesokan paginya Via tak menemukan Dylan di meja makan. Ibunya beralasan bahwa Dylan sudah berangkat kerja pagi-pagi sekali.
Sepertinya memang benar, karena mobilnya sudah tidak terparkir di garasi. Via berjalan lesu di sepanjang koridor sekolah. Ia merasa aneh dengan apa yang terjadi pada Dylan malam itu. Dan Via sudah bertekad akan bertanya lagi pada Dylan nanti malam.
Namun ketika membuka lokernya, Via cukup terkejut melihat banyak amplop surat berada di dalamnya. Bahkan beberapa diantaranya berjatuhan keluar.
Lokernya memang memiliki tiga lubang udara. Jadi meski di kunci, tapi tetap saja surat-surat itu bisa masuk.
Namun ia tidak mau membaca, atau bahkan sekedar membuka kumpulan amplop itu. Ia malah membuangnya begitu saja.
Mungkin efek trauma. Hehehe.
Tak lama Rafael datang, seperti biasa dengan topi dan kacamatanya.
Via pun tersenyum dan menyapa Rafael. Tapi ... Seperti biasa, tak ada jawaban disana.
Benar-benar dingin sekali. Aku kangen dirimu yang dulu, Raf ... Bersabarlah ... Suatu hari nanti, aku pasti akan mudah menceritakannya kepadamu. Batin Via.
Ia pun akhirnya pergi meninggalkan Rafael yang masih membereskan barang-barangnya. Tapi tanpa Via sadari, ternyata Rafael terus memperhatikan kepergian Via, yang kini semakin menjauh. Tak ada kata-kata disana. Hanya diam.
**********
Pelajaran pertama hari ini adalah olahraga. Via dan teman-temannya sudah berkumpul di lapangan indoor sekolah. Tapi karena guru olahraganya belum datang, jadi beberapa dari mereka malah asik mengobrol.
"Vallen selamat, yaa ... Sepertinya kamu sudah masuk dalam daftar cewe populer di sekolah ini," kata Nina.
"Cewe populer?" tanya Via tak mengerti.
"Iya ... masa kamu tidak tahu? Itu salah satu artikel yang paling sering di lirik di Mading sekolah. Bahkan kamu langsung melesat ke posisi 3 besar."
"Benarkah?" tanya Via lagi.
"Iya ... dan gak menutup kemungkinan kamu bisa berada di posisi puncak, menyingkirkan Clara," kata Lily menambahkan.
"Wah ... Vallen, sekarang kamu pasti sudah punya banyak fans," ucap Nina.
Via pun tersenyum senang mendengar berita itu.
Berarti surat-surat pagi tadi, kemungkinan besar berasal dari para penggemar barunya.
Berpikir seperti itu, nyatanya Via diam-diam menyembunyikankan rasa senangnya.
Via lalu melirik ke arah Clara dan genk Beauty lainnya. Dan di luar dugaannya, ternyata sedari tadi, Clara terus menatap tajam padanya. Sepertinya Clara juga tahu mengenai berita itu.
"Ada apa dengan tatapan mata itu? Apa ia mulai merasa tersaingi? Huh ... Dia benar-benar wanita mengerikan!" Gumam Via.
Tak lama kemudian, kelas XII IPA 1 datang. Itu adalah kelas Levi.
Sepertinya jadwal pelajaran mereka sama. Lapangan indoor mereka memang cukup besar. Dengan lapangan basket, futsal, dan badminton yang berjajar rapi di dalamnya.
Levi yang melihat Clara ada di lapangan, langsung menghampirinya.
"Lihat deh ... itu Putri dan pangeran sekolah sedang bertemu," kata Nina yang seolah tidak suka.
Via menatap ke arah yang ditunjukkan Nina. Dan entah kenapa, Levi terlihat beberapa kali mencuri pandang terhadapnya. Levi bahkan melempar senyumnya pada Via.
Hanya saja, Via tak ingin membalas senyuman itu. Ia pun lebih memilih untuk duduk di pinggir lapangan bersama Ruri.
"Kamu lagi dengerin lagu apa sih?" tanya Via sambil mencopot headset Ruri sebelah. Agar Ruri bisa mendengarnya. Tapi tanpa banyak bicara, ruri lalu memasang headset sebelah itu pada Via. Via pun mulai mendengar lagu tersebut.
*******
Jika waktu bisa terulang
Aku pasti sanggup untuk mengatakannya
Bahwa aku di sini
selalu bersama denganmu
Aku mencintaimu dalam diam
Dan aku menyesalinya
Karena aku belum sempat mengungkapkan perasaanku kepadamu
********
Via seperti tersihir oleh lagu itu. Ia terdiam dalam penghayatan yang mendalam. Bahkan meski Ruri berkali-kali memanggilnya, Via tidak menyadari.
"Valleeen!!!" Panggil Ruri, kali ini sedikit berteriak.
Via pun tersadar. Ia tersenyum seraya menoleh.
"Maaf Ruri, kamu bicara apa tadi?"
"Kamu ini, kenapa malah melamun? Apa kamu suka dengan lagu ini?"
"Yaa ... Ini terdengar menyentuh."
"Lagu ini ciptaan Rafael, anggota band Sky High. Lagi hits loh."
"Band Sky High ?"
"Iya, band Sky High ini terdiri dari 4 personel. Mike si vokalis, Bagas si bassis, Drumy si drummer, dan yang terakhir Rafael si gitaris. Tadinya Stevan yang menjadi gitaris band tersebut, tapi karena Stevan meninggal satu tahun yang lalu. Maka posisi gitaris digantikan Rafael."
"Rafael??" tanya Via sambil melirik Rafael yang duduk di seberang lapangan.
"Bukan Rafael itu, Vallen! Dia itu culun! Rafael yang kita bicarakan ini ganteng. Coba lihat ini!" kata Ruri sambil memperlihatkan foto wallpaper di hp nya.
Yaa memang terlihat ganteng. Rafael berada paling depan di jejeran anggota band Sky High. Ia memakai pakaian yang seragam dengan rekannya. Dengan tema Ala KPOP, rambutnya bergaya spike, dengan sedikit warna kuning cerah di bagian ujungnya. Seolah menambah keren tampilannya saat itu.
Tapi sayang pembicaraan mereka terhenti ketika guru olahraga datang. Ruri buru-buru merapikan handphone-nya dan setelah itu mereka mulai berbaris rapi.
***********
Selepas melakukan pemanasan, olahraga dilanjutkan dengan latihan Volley. Seperti Servis, Passing, Smash, juga blocking.
Untuk lebih mudah mempelajarinya, maka olahraga dibagi beberapa team untuk latihan. Tentu Via lebih memilih bersama Nina, Lily juga Ruri.
Latihan pun dimulai. Via nampak gembira latihan bersama teman-temannya itu. Terkadang mereka tertawa dan bercanda. Sesuatu yang jarang ia dapatkan ketika ia masih menjadi Via yang dulu. Karena boro-boro punya teman, selain Rafael tentu tidak ada lagi yang mau dekat dengannya. Mereka terlalu takut berhadapan dengan Genk Beauty, yang kerap mem-bully nya dulu.
Dan sekarang, melihat Via yang begitu gembira, membuat Clara tampak kesal. Ia lalu dengan sengaja melemparkan bola ke arah Via. Dan itu sukses mengenai bahu kirinya.
"Ups ... Sorry Vallen." Kata Clara dengan senyum sinisnya.
Via melirik sebal kearahnya.
"Tolong ambilkan bolanya sekalian donk ... Bukankah kamu itu teman yang baik?" Kata Clara masih dengan senyum sinisnya. Genk Beauty pun tertawa.
Melihat itu teman-teman Via mulai ketakutan. Berhadapan dengan Genk Beauty memang bukan hal yang bagus. Tak ingin masalah berlarut-larut, Via mengalah. Ia berlari hendak mengambil bola Clara. Tapi belum sempat ia membungkuk untuk mengambilnya, tiba-tiba seseorang sudah mengambilnya, dan menyerahkan bola itu pada Via.
"Levi ..." ucap Via kaget.
Kenapa tiba-tiba dia ada disini? Pikir Via.
"Apa pelajaran ini terasa sulit untukmu?" tanya Levi dengan senyumnya yang selalu menawan.
"Yaa? Oh ... enggak kok, Lev ... Aku menikmatinya. Ini olahraga yang menyenangkan. Hanya saja ... kau tahu? Aku harus berhadapan dengan hal-hal kecil seperti ini," kata Via sambil melirik ke arah Clara.
"Aku tahu dia gadis yang sulit. Aku meminta maaf karenanya."
Belum sempat Via menjawab, Clara memanggilnya dari kejauhan. Ia tidak suka Via terlalu lama berbincang dengan kekasihnya itu.
Tiba-tiba sebuah ide nakal terlintas di pikiran Via.
"Kenapa harus minta maaf? Ini bukan kesalahanmu. Tapi ... sepertinya aku harus melakukan satu hal. Aku harap kamu tidak marah."
"Marah? Kenapa?" tanya Levi bingung.
Kali ini Via tidak menjawab. Dengan senyum sinisnya, Ia lalu melempar bola itu keatas dan men servis bola itu dengan ayunan samping cukup keras. Bola pun melesat jauh
"Ini bolamu aku kembalikan!!!" teriak Via pada Clara
Dan... Bhuugg...
Bola tersebut terpental ke kepala Clara. Ia pun terjatuh.
Beberapa murid yang melihatnya pun tertawa. Tak di pungkiri, meski mereka takut, mereka juga dendam dengan Genk Beauty. Jadi begitu ketua mereka terkena lemparan itu, mereka pun tertawa gembira.
"Nice Shoot ... Kamu memang hebat," kata Levi sambil menahan tawanya ketika melihat Clara jatuh. Meski begitu, ia segera berlari menolong Clara.
Via pun tersenyum senang mendengarnya.
Siapa sangka Vallen begitu mudah memenangkan perhatian Levi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Revenge
RomanceCerita mengenai seorang gadis bertubuh sangat -- sangat gemuk, yang kemudian memutuskan bunuh diri karena menerima banyak bullying di sekolahnya. Tapi takdir tidak membuatnya mati. Ia malah bertemu dokter bedah plastik yang kini membuatnya menjadi g...