Petang itu memang sudah kelabu. Terdengar deru motor ayahku. Beliau turun dari motornya, dan bergegas masuk ke rumah.
"Ayah, aku lapar."
"Ayah juga," kata Beliau sambil tersenyum.
"Sudah lama kita tidak makan martabak India."
"Kamu tak butuh kata bersayap jika ingin sesuatu."
Jadilah petang itu kami pergi membeli martabak India. Sepulangnya, gerimis hiasi perjalanan kami berdua. Aku yang dibonceng ayahku tersenyum. Berdua di atas motor dengan suasana hujan teringat pada salah satu scene di film Dilan 1990. Bibirku membentuk sebuah senyuman.
"Kenapa kamu tersenyum?" Tanya Ayah.
"Aku ingat adegan di film Dilan, Ayah," jawabku.
Lalu aku pun menceritakan adegan itu, dimana Dilan membonceng Milea saat hujan di hari petang.
"Tetapi tentu saja Ayah lebih tampan dari Dilan," canda Ayah sambil tertawa.
Aku pun ikut tertawa.
"Tentu saja, apa yang tidak untuk Ayah," kataku.
Lalu kusandarkan kepalaku pada punggungnya. Iya, dia, laki-laki yang teramat kucinta.