Bagian 3

1.9K 360 166
                                    

Seongwoo berpikir ia sangat kelelahan malam itu, pasalnya mendengar pinta Daniel untuk tidak bekerja berat membuat pipinya menghangat.

Pemuda itu memegang dahinya untuk memastikan suhu tubuh yang ternyata masih dalam kategori normal.

"Kenapa kalau aku kerja berat?" tanya Seongwoo kemudian.

Daniel diam sejenak sebelum menanggapi. Ia lalu menarik nafas, "Tidak setimpal dengan harga koyo yang harus dibeli." jawabnya acuh.

Seongwoo tertawa terbahak-bahak, namun hambar. Ia hanya tidak pernah mengira jawaban Daniel. Ataukah ia yang sudah berpikir hal yang tidak-tidak?

"Kamu benar Niel, harusnya aku memperhitungkan itu juga." balas Seongwoo. Namun hanya ditanggapi deheman oleh Daniel.

Seongwoo memejamkan mata. Hatinya belum sepenuhnya pulih dari luka yang ditorehkan Jonghyun. Dan kini seluruh tubuhnya juga sakit seolah melengkapi penderitaan yang menimpanya. Namun anehnya ia merasa tidak sendiri saat ini, Daniel yang hanya diam dan berbicara seperlunya seakan menjadi perban bagi luka yang menderanya.

-

Seongwoo pikir setelah beristirahat beberapa jam maka tubuhnya akan kembali kesedia kala. Namun setelah bangun tidur, tubuhnya tetap saja terasa sangat sakit untuk digerakkan.

Ia mengangkat kakinya, namun tidak bisa karena begitu ngilu.

"Daniel..." panggil Seongwoo sekuat yang ia bisa.

Tak mendapatkan respon ia kembali memanggil nama pemuda yang sudah lebih dulu bangun.

"Nielie.." lirihnya kemudian.

"Iya, iya aku baru sampai beli sarapan." sosok bertubuh tegap yang tergopoh sedikit berlari menuju kamar Seongwoo.

"Ada apa?" tanya Daniel yang sudah tiba, namun ia terhenyak saat melihat mata Seongwoo sudah basah.

Bungkusan ditangannya ia campakkan sembarang, lalu menghampiri pemuda Ong yang terlihat kacau.

"Apakah aku lumpuh? Kakiku tidak bisa digerakkan, sakit sekali." kata demi kata terlontar diselingi sedu sedan dari Seongwoo.

Daniel mengambil tempat disisi Seongwoo. Ia masih berdiam diri, matanya melirik bagian bawah tubuh Seongwoo, menyingkap selimutnya, lalu menekan dan memijit kaki pemuda yang lebih tua.

"Sakit?" satu kata dan pertanyaan dari Daniel.

Seongwoo mengangguk, "Ngilu, pegal, sakit bercampur menjadi satu."

"Sykurlah." gumam Daniel.

Alis Seongwoo berkerut, "Kenapa syukurlah?" tanyanya penasaran.

"Kalau mati rasa itu patut dicurigai, kalau hanya ngilu dan pegal itu wajar. Tapi, kita harus periksa kedokter ya."

Dengan lembut Daniel membantu Seongwoo menyandar pada headboard, ia mengambil bungkusan yang ia lempar sembarang tadi.

"Aku beli bubur ayam, kita harus sarapan sebelum berangkat ke dokter." jelas Daniel, ia pun membuka dan mewadahi bubur yang bentuknya sudah aneh.

Seongwoo manggut-manggut saja, ia takut menyela dan dimarahi Daniel lagi. Didalam hatinya ia bersumpah tidak akan melakukan pekerjaan yang melampaui batas kekuatannya lagi.

*

Perdebatan terjadi saat mereka akan bersiap-siap. Seongwoo bersikeras meminta Daniel keluar kamar saat ia akan berganti pakaian. Namun Daniel keukeh ingin membantu.

"Kita akan terlambat." suara Daniel meninggi.

"Berikan aku sepuluh menit. Aku akan bersiap-siap. Kalau sudah sepuluh menit belum selesai aku akan meminta bantuanmu." pinta Seongwoo, wajahnya telah merah padam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stranger 👽 OngNielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang