Rindu yang memuncak semakin runcing. Menelusur jalan sempit di tengah hamparan jurang.
Rindu akan sendu kala dulu. Inginku sudahi saja rasa ini, terlalu muak akan rasamu yang membuatku frustrasi.
Enyah saja, kubur saja, biar jadi fosil rindu bersejarah.
Masa akan kebersamaan akan mengenang dirinya sendiri tanpa ada tuan yang menghampiri.
Bukit yang dulu temaram kini berubah menjadi gundukan biasa, tak lagi spesial layaknya martabak spesial.
Kau seharusnya menghentikan langkahku waktu itu. Agar kita bisa berlama-lama di bawah lautan jingga di bukit itu. Namun, yang ku lihat hanyalah sebuah benda mati. Tak bisa bicara ataupun bergerak, kau hanya memandangku, menatapku dengan warna silaumu.
Tatapan kasihan yang kau tunjukkan membuat ku jenuh. Aku tak perlu tatapan itu, bercengkerama, itu yang aku inginkan.
Aku pamit.
Kalau ingin jumpa kau tahu dimana tempatku berdiam, di dalam kuburan hati yang penuh empedu. Pahit.
Selamat senja...

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Menyapa
Teen FictionSeolah bertemu kamu itu menyenangkan, bahkan melebihi taraf manis dari martabak manis. Tapi memang kenyataannya seperti itu. Hingga di penghujung senja kau datang dengan semburat jingga yang menyejukkan mata. Aku suka. Saat-saat berdua ditemani angi...