Rule's

12 1 0
                                    

Rintik hujan terdengar dari atas atap yang berlubang ini, seolah menjadi bumbu dalam sebuah cerita seram.

Yang benar saja, aku terjebak di gelapnya malam hujan yang dingin ini di sebuah bangunan, aku tak tau jelasnya ini bangunan apa, yang jelas ini bangunan yang tak lagi terpakai, sebab beberapa atapnya telah hilang karena taklagi terawat.

"Bruuukk"
"Suara apa itu?" Entah darimana suara itu muncul, suaranya begitu keras hingga aku terkejut olehnya.

Ku ingat aku punya sesuatu di ranselku, ku keluarkan sebatang lilin dari dalam ransel dan aku mencoba menghidupkanya dengan pemantik kayu yang dari tadi aku kantongi.

"Ahh sial" ternyata pemantik ku basah karena cipratan air yang jatuh dari langit langit bangunan ini.

Dengan sedikit kesal dan putusasa, aku kembali memasukkan tanganku kedalam ransel yang sama dan berharap bisa menemukan pemantik api atau bahkan senter atau apapun itu yang bisa berguna.

Yang sangat aku sesalkan adalah ponselku terjatuh entah dimana saat aku berlari kesini, sementara di luar hujan masih sangat deras.

"SIGIIIIT..... ARYAAAA.....DILLAAAA"
Aku coba kembali memanggil nama teman temanku. Berharap salah satu dari mereka mendengarku dan dapat melalui malam ini bersama.

"BRAAAAKKK"
Sesuatu benda seolah terjatuh tepat di balik punggungku. Dengan sangat kaget dan ketakutan aku menengoknya dengan perlahan.

Seakan tak percaya tapi semua terjadi di dekatku. Betapa terkejutnya aku ketika melihat tas sigit yang terjatuh tadi.

Entah darimana, seakan tas itu di lempar tepat di belakangku. Dengan cepat dan waspada, kutoleh kanan kiri di gelapnya bangunan ini hanya bayang bayang samar yang kulihat di balik sebuah lemari seolah sedang mengawasiku.

"Git... Itu lu kan? Jawab aku monyet" dengan sangat gemetar ku coba berjalan ke arah bayangan samar itu.

Setalah jarak bertambah dekat sekitar 2 langkah lagi, tak kudapati seseorang ataupun sesuatu yang dapat terlihat sepetri bayang bayang tadi.

Dengan sangat ketakutan ku berlari kearah tas sigit tadi dan mengkorek korek isi dalam tasnya berharap menemukan sesuatu.

"Akhirnya" dengan sangat senang dan merasa memiliki sebuah kesempatan untuk selamat kukeluarkan sebuah pemantik kayu dari tas sigit dan segera menghidupkan satu satunya lilin yang ku punya.

Kuperiksa kembali bagian dalam tas sigit. Betapa terkejutnya aku ketika kudapati secarik kertas yang bercoretan merah seperti darah

" Temukanlah beberapa petunjuk yang akan menuntunmu keluar dengan selamat dari sini, gunakanlah lilin itu sebagai penerang satu satunya. Bila sampai lilin itu habis dan kamu belum menemukan jalan keluar, makan akan terjadi sesuatu terhadap kamu dan ketiga temanmu.

Salam sayang the clay"

"YANG BENAR SAJA. LILIN INI HANYA UNTUK 2 JAM. KELUAR LO KEPARAT. KALO BERANI KITA BERANTEM AJA. BANGS*T LU. ANJI*G LU. AWAS SAJA KALO TEMAN GUA SAMPE KENAPA NAPA. GUA BUNUH LO BA*I"

Entah kepada siapa aku berteriak, entah kepada siapa ku memaki, yang jelas aku tak terima bila teman teman ku terluka.

Dengan perasaan yang campur aduk kucari sesuatu petunjuk yang dapat menuntunku keluar dari sini dan dapat menyelamatkan teman temanku.

Ku buka semua lemari yang ada di sebuah ruangan dan ku temukan sebuah kotak. Ku berusaha dengan sangat keras membukanya berharap sebuah petunjuk dapat kutemukan di dalamnya.

"BANGSAAAAAAT" Betapa jengkelnya aku ketika kutemukan kertas didalam kotak yang telah ku pecahkan tadi bertuliskan " maaf anda belum beruntung".

"BAJING*NNN. KELUAR LO" semakin sering ku mengupat kali ini.

Setelah sadar bahwa maki makianku tak membuahkan hasil malah hanya membuang waktu ku, kini ku bergegas memeriksa ruangan demi ruangan. Ku buka lemari demi lemari, dan akhirnya ku temukan lagi sebuah kertas yang terselip diantara pajangan dinding yang menurutku lumayan seram.

"ANJI*****NG JANGAN MAIN MAIN LO"
Semakin takbisa ku tahan upatanku setelah ku dapatkan kertas itu bertuliskan "coba lagi"

Entah apa yang telah kulakukan, tanganku mulai terasa panas karena lilin yang ku pegang telah begitu pendek.

Semakin ku bergegas mencari. Hingga sampai di sebuah lorong yang panjang terlihat dari kejahuan sebuah pintu berwarna merah darah dan beberapa noda telapak tangan berlumuran darah di sepanjang jalan dan lantai menuju pintu itu.

Dengan sangat takut ku berjalan pelan mendekati pintu itu. Entah apa yang di dalam sana aku tak tau, yang jelas jantungku berdetak begitu cepat. Adrenalinku memuncak, dan kaki ku terasa begitu berat seakan aka sesuatu yang menarik ku.

"BRAAAAK"
kembali ku toleh kebelakang memeriksa sumber bunyi. Tapi tak ku temukan apapun.

Rasa panas di tangan kembali mengingatkanku bahwa aku harus segera menemuka jalan keluar.

Rasa takut kembali melanda saat ku berhasil memegang gagang pintu yang yang basah dengan cairan yang merah berbau amis. Ku kumpulkan tekat dengan sangat kuat untuk memberanikan diri membuka pintu itu

Betapa terkejutnya aku ketika benda lunak yang hancur ketika mendarat di mukaku.

"Selamat ulang tahun rangga"
Suara suara dari orang yang kukenal seakan membuyarkan ketakutan dan kekhawatiranku. Suasana yang tadi hening sekarang berubah menjadi gaduh, dan kurasakan kembali benda yang pecah di tubuhku.

Saat ini aku bersyukur ketika mengenal bereka, selalu ada kejutan di setiap tahun nya.

Love you my friend.

-end

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang