Two

67 2 0
                                    


"Arrrrgggghhh," teriak Jane frustasi sambil mengacak rambutnya. Bagaimana tidak, papa dan mamanya ingin menjodohkan Jane, dan juga tidak memberi tahu Jane. Tiga hari lagi, mana mungkin Jane bisa menerimanya. Lagian Jane bukan anak kecil lagi, dia sudah bisa memilih dengan siapa ia akan menikah. Tapi nanti, bukan Sekaran! Ini udah 2018, masih saja ada perjodohan.

Adele perlahan menarik ganggang pintu kamar Jane, dan berjalan menuju Jane yang sedang duduk sambil memeluk lututnya. "Sayang."

Jane masih tetap diam tanpa memperdulikan mamanya.

"Maafin mama ya, mama ga bilang sebelumnya sama kamu. Mama pikir kamu akan setuju, ternyata mama salah. Maafkan mama," ucap Adele sedikit lirih. Adele yang mendengar suara mamanya itu, sedikit mengangkat kepalanya menatap mamanya. Dia lihat wajah bersalah di sana, oh shit! Jane tidak bisa melihat mamanya begitu.

"Kalau kamu tidak mau, mama akan bilang baik baik pada om Gibran," kini Adele memeluk Jane.

"Tidak, pernikahan ini tidak boleh dibatalkan. Jane dengar papa baik baik. Semua ini kami lakukan demi kamu sayang, kamu tahu kan papa dan mama sangat sibuk. Jarang di rumah, kami tahu kamu kesepian sayang. Papa sama mama cuma pengen ada yang ngejagain kamu. Papa dan mama akan sering keluar kota bahkan keluar negeri, dan papa khawatir ninggalin kamu nak. Papa tahu kamu sering keluar malam, main di club. Papa tahu itu semua. Papa cuma pengen kamu berubah. Cuma kamu satu satunya harapan mama sama papa." Jelas Robert panjang lebar yang membuat otak Jane sedikit berfikir.

"Tapi pa, ga gini juga caranya, aku,,,," Belum sempat melanjutkan perkataannya, Robert memotong ucapan Jane.

"Cuma ini yang papa sama mama minta dari kamu, selama ini kami ga pernah nuntut apa apa dari kamu nak. Jadi tolong, kali ini saja sayang." suara Robert terdengar begitu berat. Setelah itu Robert berjalan keluar meninggalkan Jane dan Adele.

Adele memandang anaknya yang masih terdiam. Dia mengerti apa yang dirasakan Jane, menikah diusia sekolah dengan orang yang tidak pernah ia kenal sebelumya. Tapi Adele tidak bisa berbuat apa apa, suaminya sudah berkata ya, dan tidak akan bisa diganggu gugat.

Adele memeluk Jane dengan penuh kasih sayang. Tubuhnya Jane bergetar, tanpa sadar bulir bulir bening yang sejak tadi dia tahan kini membuat aliran di pipinya. "Maafin mama sayang," Adele sangat merasa bersalah melihat anaknya seperti itu. Jane berbalik dan memeluk mamanya, menangis di pelukan Adele.

"Ma...." setelah agak tenang Jane mencoba bicara dan meregangkan pelukannya.

"Iya sayang," jawab Adele yang menatap Jane begitu dalam.

"Aku," Ucapannya sedikit terhenti. "Aku, aku nerima perjodohan ini."

"Kamu yakin sayang?" Adele mencoba memastikan.

"Ya," Jane menarik nafas panjang, "aku yakin ma."

Adele memandang wajah Jane yang terlihat kusut dan mata yang agak sembab. Kemudian Adele memeluk putrinya itu. "Thanks honey,"

Drrrttt drrrttt

Suara itu begitu mengganggu Jane, ia lansung mengambil handphonenya yang sedari tadi terus berbunyi dan mematikannya.

Hari sudah sangat larut, tapi Jane masih saja belum tidur. Bagaimana bisa tidur, sedari tadi dia hanya memikirkan tentang pernikahan yang akan dia jalani tiga hari lagi.

Mengapa harus aku, kenapa secepat ini, kenapa papa ga ngertiin perasaan aku?

Jane terus saja mengumpat dalam hatinya. Pikirannya sangat kacau, dia sangat tidak menyangka ini akan terjadi pada dirinya. Walau pun tadi dia berkata mau pada mamanya, bukan berarti hatinya juga mengatakan mau. Dia hanya tak ingin membuata mamanya sedih dan merasa bersalah pada dirinya.

Marriage in SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang