Four

79 0 0
                                    


Jane terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa pening. Dia mencoba mengingat apa yang terjadi tadi malam. Jane melihat ada Dev yang masih tertidur di sampingnya. Dia baru ingat tadi malam dia mabuk dan tertidur di dada Keen.

Tampak matahari sudah muncul, Jane melihat jam beker di atas nakasnya. "Oh shit! gua telat," ucap Jane kaget ketika melihat jam sudah menunjukan pukul 6;30, berarti setengah jam lagi gerbang akan di tutup.

"Dev, Dev, Dev, bangun!" Jane menggoyang goyangkan bahu Dev. "Ih ni anak tidurnya kayak kebo, Dev bangun kita udah telat!" Teriak Jane ke telinga Dev, yang membuat Dev lansung terbangun dari alam tidurnya.

"Hoaaammm, apa sih Jane? Gua masih ngantuk," Dev berniat ingin kembali menarik selimut, tapi di halangi oleh Jane. "Nih liat!" ucap jane sambil menyodorkan jam yang tertera di ponselnya. "What! OMG!" Dev membelalakkan matanya, dan lansung berdiri dari ranjang Jane.

"Aduh gimana ni, bisa kena hukum ni kita. Kenapa lu ga bangunin gua sih?"

"Gua aja baru bangun. Nih!" ucap Jane sambil melemparkan seragam kepada Dev.

"Lu ga mandi gitu?" tanya Dev yang melihat Jane lansung mengganti pakaiannya.

"Lu mau tambah telat?"

"Tapi ga mungkin kan lu pergi dengan tampang kusut gitu?" ucap Dev yang melihat tampang Jane yang begitu kusut. Jane yang menyadari itu lansung berdiri di depan kaca. "Oh shit!" umpat Jane pada dirinya sendiri. Dia baru sadar, ternyata tampangnya memang sangat kusut.

Jane dan Dev hanya mencuci muka saja, lalu sedikit memoles make up dan merapikan rambut mereka.

Mobil sport pink itu membelah Jalanan Jakarta yang sudah padat oleh kendaraan lain. Jane mengendarainya dengan sangat cepat. Membuat jantung Dev hampir copot.
Setelah 30 menit di jalan, akhirnya mereka sampai di sekolah. Tapi Gerbang sudah di tutup. Bagaimana tidak, mereka sudah terlambat setengah jam.

"Sialan!" umpat Jane ketika gerbang terbuka dan yang keluar adalah pak Hasan. "Mati kita," timpal Dev sambil mengusap wajahnya.

Pak Hasan berjalan menuju mobil mereka, dengan wajah sangarnya. "Aduh gimana dong Jane," Dev sangat sangat gelisah. Jane hanya menarik nafas kasar yang melihat Dev seperti itu.

"Eh Bapak," sapa Dev dengan cengengesan saat pak Hasan sampai di mobil mereka.

Jane dan Dev sedang berada di ruang BK bersama pak Hasan.

"Kenapa kalian telat, kalian pikir ini sekolah punya bapak kalian?" tanya pak Hasan dengan garangnya pada Jane dan Dev yang ada di depannya. Yang membuat nyali Dev menciut, beda dengan Jane yang terlihat biasa-biasa saja.

"Anu pak, eeee," Dev terbata bata menjawabnya.

"Macet pak," potong Jane yang menjawab dengan ekspresi yang sangat datar.

"Nah iya pak, macet," timpal Dev sambil nyengir.

Pak Hasan menyipitkan matanya ke arah Dev dan Jane. Menatap mereka seakan tak percaya. "Kalo bapak ga percaya ya sudah," Jane lansung berkata saat pak Hasan menatap tak percaya pada mereka.

"Kalian ga liat ini sudah jam berapa? Orang sudah masuk dari setengah jam yang lalu," pak Hasan terus saja mengintimidasi Jane dan Dev.

"Gini ya pak, seandainya bapak kejebak macet di jalan. Padahal jarak ke sekolah masih jauh. Pasti bapak tetap bertahan di mobil bapakkan? Ga mungkin kan kami turun dari mobil dan jalan ke sekolah? Bisa bisa kami telat satu jam pak. Bapak pikir kami mau apa telat kayak gini." Jelas Jane dengan sangat malas.

Pak Hasan hanya diam. Dia tahu kalau Jane sangat pandai dalam bicara. Tak ada yang mampu melawannya berdebat di sekolah. Bahkan dia juara debat bahasa inggris tingkat SMA sederajat di Jakarta.

"Ya sudah, kali ini saya maafkan. Silakan masuk ke kelas kalian."

"Makasih pak."

Setelah itu Jane dan Dev berjalan menuju kelasnya. Pagi ini mereka belajar kimia dengan Pak Andre. Apa pak Andre? Bencana lagi ni kayaknya.

Tok tok tok

Dev mengetuk pintu kelasnya dengan detak jantung yang sangat cepat, kenapa pagi ini dia harus sama pak Andre. "Permisi pak," suara Dev sedikit ke dalam.

"Masuk!" ucap pak Andre dengan nada dinginnya.

Jane duluan masuk kemudian diikuti oleh Dev. "Maaf pak kami telat," Jane dan Dev berdiri di samping meja pak Andre sambil menunduk.

"Kenapa kalian telat, dan kalian tidak lihat hari sudah jam berapa?" suara pak Andre begitu dingin. Walau pun suara pak Andre ga segarang pak Hasan, tapi tampang dingin pak Andre lebih horor dibanding muka pak Hasan yang sangar.

Cris dan Bi hanya menggigit bibir bawah mereka, ketika melihat Jane dan Dev baru datang. Ini pasti karena tadi malam, pikir mereka berdua.

"Macet pak," Kawan Jane dengam sangat santai.

"Macet? Setau saya tadi pagi jalanan cukup lengang!" Kali ini pak Andre menatap Jane dengan dingin namun tajam. Tapi bagi siswi lain itu sangat manis, apalagi ketika pak Andre marah. Kalian tahu? Pak Andre masih single. Umurnya aja baru 22 tahun, tapi udah diangkat jadi PNS. Pintar pula tuh, wajar saja beberapa siswi ada yang tertarik padanya.

"Kan arah rumah bapak sama rumah saya beda, yang macet kan di jalan dari rumah saya. Bukan dari rumah bapak." balas Jane tanpa melihat ke arah pak Andre. Yang membuat seisi kelas cukup kaget.

"Lalu kenapa biasanya kamu tidak terlambat?" Pak Andre kembali bertanya.

Ketika Jane ingin menjawab, Dev menginjak kaki Jane. Seakan mememberi isarat pada Jane agar tidak menjawab lagi. Jane melihat ke arah Dev, tatapan Dev seakan mengatakan 'Jangan cari mati deh!' tapi Jane membalas dengan tatapan yang berarti 'tenang lah!'

"Bapak pikir saya tahu apa kapan jalanan bakal macet? Emang saya petugas lalu lintas ? Lagian baru kali ini kan saya telat di jam bapak." Kali ini Jane membalas tatapan apk Andre.

"Kamu sangat pandai ya membela diri ya." sedikit senyum tersungging fi sudut bibir atas pak Andre.

"Saya tidak membela diri, saya hanya menjawab apa yang seharusnya saya jawab. Lagi pula kan Bapak yang bertanya." Jane melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Terlihat seisi kelas heboh karena yang dilakukan Jane. Ada yang menganggap Jane berani dan, ada yang menganggap Jane tidak sopan. Membuat kelas menjadi bising.

Pak Andre sedikit kesal dengan yang dilakukan oleh Jane. Berani beraninya Jane melawan padanya. Kini pak Andre berdiri dari kursinya, "Diam!" suara dingin dan berat pak Andre berhasil membuat semuanya terdiam. Lalu pak Andre berjalan mendekati Jane.

"Jangan pernah terlambat lagi di pelajaran saya, dan jangan beri saya alasan yang saya tahu kalau semua yang kamu katakan itu bohong," ucap pak Andre sedikit berbisik pada Jane. Bukan ucapan tapi bisa dibilang peringatan. Sebelum kembali duduk pak Andre menambahkan perkataannya, " satu lagi, kalo ke sekolah itu mandi." Dia tahu kalau Jane tidak mandi, karena mencium bau alkohol dari tubuh Jane. Karena menyadari hal itu, Jane merutuki dirinya sendiri, 'sialan!'

Setelah itu pak Andre menyuruh Jane dan Dev untuk duduk. Baru saja meraka ingin mendaratkan bokongnya di kursi, terdengar suara pak Andre dari depan. "Oh ya. Sebagai hukuman, kalian cari 100 soal tentang materi yang sudah saya ajarkan. Kumpulkan minggu depan. Dan saya tidak menerima penolakan dan juga alasan." Setelah itu pak Andre kembali mengajarkan materi yang tadi sempat terhenti.

Shit shit shit!
Seratus soal? Dasar guru gila

Umpat Jane dalam hati.




To be continued😘😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Marriage in SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang