Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
As Dinda dan Reyhan
Dinda menatap nanar tubuhnya didepan cermin menarik nafasnya dalam. Memandangi semua yang melekat padanya dari ujung kepalanya hingga ujung kakinya. Gaun pernikahan berwarna putih tulang, riasan make-up yang sederhana tapi mampu memperlihatkan kecantikannya yang berlebih, tidak ada yang bisa memungkiri kecantikan alaminya yang diwariskan dari orang tuanya, dengan tambahan flower crown dari anggrek bulan yang menjadi puspa pesona bangsa menghiasi kepalanya menjadi mahkota, menjadikan pesonanya semakin sempurna. Jenis bunga yang indah yang menjadi pilihan sang pengantin pria dan teramat berlebih baginya tapi si pengantin pria sendirilah yang memaksanya, maka, dia bisa apa lagi selain menurut dan melaksanakan apa yang dimau si pria,pria yang arogan dan pemaksa.
Sedetik kemudian matanya memerah, dipelupuk mata sudah tertampung bulir-bulir air. Tarikan nafasnya terasa berat, mencengkeramnya kuat dibagian tenggorokan dan dada. Udara terasa terus menghimpit antara paru-paru dan tulang rusuknya.Air matanya meluncur terus menimbulkan kerusakan ringan pada sapuan riasan wajahnya yang terlihat sempurna.
Saat ini ia sedang meminta waktu istirahat sebelum pernikahannya dimulai menata hatinya untuk menghadapi kenyataan yang akan dia lewati sebentar lagi. Mentalnya harus dipersiapkan secara matang, meskipun ia tak pernah siap dengan moment pernikahan yang sudah terencana sejauh ini, moment yang justru ditunggu dan disanjung oleh sebagian orang dimuka bumi untuk suatu kebagiaan. Hanya saja jika menelisik jauh kebelakang, ia teringat akan permintaan ibunya yang memohon padanya sungguh membuat posisinya semakin terdesak 'Ibu mohon, menikahlah dengan Reyhan. Kita banyak hutang budi padanya bukan hanya hutang budi,bahkan seumur hidup yang kita jalani ini,semua atas bantuan Reyhan. Pengobatan Ayahmu, angsuran tempat tinggal kita, bahkan biaya sekolahmu. Dialah yang menanggungnya. Hanya dia satu-satunya yang mau membantu kita,hanya dia satu-satunya dari dulu yang mau melihat kita,mengasihani dan menyanyangi kita. Maafkan ibu yang tak pernah membicarakan ini padamu ibu memanglah egois,ibu bukanlah ibu yang baik. Ibu tau kau pasti akan menolak mentah-mentah pertolongannya. Jadi satu-satunya untuk membalas kebaikannya adalah menikah dengannya saat dia berniat melamarmu dan mengurus anak semata wayangnya.'
Mengurus anak Reyhan? Dinda sama sekali tak keberatan. Tetapi menikah? rasanya itu terlalu membebaninya,sangat membebaninya, bagaikan memikul batu besar yang beratnya tiada tara tanpa cinta yang menjadi pondasi suatu hubungan. Mengingat Reyhanlah yang memberinya efek menjadi wanita dingin seperti sekarang yang tanpa sengaja atau entahlah dialah pria penyebabnya, belum lagi usianya yang terlalu dini, ia baru menginjak bangku kuliah tahun keempatnya yang sebentar lagi lulus baru 21tahun usianya , masih banyak yang ingin ia capai dikemudian hari masih banyak cita-cuta yang ingin dia gapai. Kenapa saja Reyhan tidak memintanya menjadi baby sitter? itu jauh lebih baik dan mudah diterima hati dan akal sehatnya, sehingga Reyhan tak usah berepot diri menanggung Dinda dengan hidup Dinda dengan segala alasannya bila kelak jadi istrinya.
Dinda melangkah keluar setelah meminta penata rias merapikan riasannya yang kacau karena genangan air mata. Hatinya bergemuruh,detak jantungnya berdebar bertalu-talu,semua perasaan ini menyakitkan antara bertahan atau lari dari sini.Beberapa menit lagi statusnya akan berubah. Dan yang lebih penting, kehidupannya juga akan ikut berubah total menjadi seorang istri. Dinda meratapi dirinya, sebentar lagi kebebasannya akan direnggut paksa Reyhan masa depan yang dia impikan dia harapkan, disaat manusia seusianya menikmati keceriaan sebagai mahasiswa mencari jati diri kedewasaannya dan merajaut kisah cinta, ia justru akan dibebankan dengan urusan rumah tangga yang akan disandang olehnya dengan status seorang istri.