Part 1

4.4K 148 1
                                    

-Prolog- 

Gadis berambut hitam kecokelatan itu membaringkan tubuhnya di atas pasir yang halus serupa bedak. Sepasang mata birunya memandang dalam-dalam ke langit yang kelam namun ditaburi dengan ratusan kemerlip bintang. Ia menghela nafas. Tidak. Ia tidak akan bisa terus diam disini. diam dan menunggu pertolongan. Ia tidak akan pernah bisa dapat dengan tenang melewati hari-harinya disini. gadis itu lagi-lagi menghela nafas panjang kemudian mengubah posisi tubuhnya menjadi menyamping. Matanya langsung menatap wajah Justin yang tengah tertidur. dia menggeleng lantas sebutir air mata bergulir pelan di pipinya. Angin malam yang dingin memeluk tubuhnya. dia menangis sekarang. Bukan karena hawa dingin yang perlahan menguasai tubuhnya. namun karena penyesalan atas kondisinya sekarang. Dia tidak akan bisa terus terjebak disini bersama seseorang serupa Justin. pemuda yang merupakan musuh besarnya. Pemuda yang sangat dibencinya. Namun dia tidak bisa mengelak. Sama sekali tidak. Karena meskipun dia tidak suka mengakuinya, hati kecilnya diam-diam mengerti bahwa dia telah jatuh cinta kepada Justin. untuk yang kedua kalinya. Seperti dulu… 


~~~ 

Anabella Winston menghadapi lokernya. Gadis berambut panjang dengan warna hitam kecokelatan yang cantik itu meraih beberapa buku dari loker berwarna biru yang berada di depannya sebelum akhirnya menutup loker itu dan berbalik. Dengan langkah lebar yang ceria, Bella—sapaan akrab gadis itu—berjalan menuju lab Biologi, tempat dimana dia akan memulai pelajarannya hari ini. Rambut ikalnya yang tergerai bergerak ke kanan dan ke kiri, menciptakan liukan indah yang mampu memukau mata setiap orang yang melihatnya. Gadis itu baru saja akan mulai menapaki anak tangga ketika seseorang memanggilnya. Secara refleks, Bella segera menoleh ke sumber suara. 

“Lisa!” seru Bella begitu melihat seorang gadis keturunan Jepang dengan rambut hitam yang menjuntai hingga bahu berdiri beberapa langkah di belakangnya. Pupil mata Bella melebar, dan dia mengurungkan niatnya untuk mulai menapaki tangga. Gadis itu justru berbalik dan mendekati sahabatnya. 

“Kau datang pagi sekali,” komentar Lisa, “Kalau aku tidak salah ingat, bukankah kemarin kau datang ke sekolah ketika pelajaran matematika Mr. Barry nyaris berakhir? Ada apa denganmu hingga sepagi ini kau telah berada di sekolah?” tambah gadis itu lagi. Bella tersenyum. 

“Well, kau tahu kan aku benci sekali pada pelajaran matematika. Sedangkan pelajaran pertama hari ini adalah Biologi. Kau tentu mengerti kalau aku begitu menyukai pelajaran Biologi,” tukas Bella sambil berjalan. Lisa berdehem, 

“Kau suka pada pelajarannya atau… gurunya?” salah satu alis Lisa yang hitam terangkat. Yeah, pertanyaan Lisa itu ada benarnya. Karena Mr. Lautner—guru Biologi—adalah guru paling tampan di sekolah mereka. tubuhnya kekar dan berotot, juga memiliki tatapan yang tajam dan senyum yang menawan. Menurut Bella, Mr. Lautner lebih pantas menjadi seorang binaragawan atau atlet angkat beban atau bahkan bintang film aksi. Banyak siswa di sekolah mereka selalu memprioritaskan pelajaran Mr. Lautner. 

“Jangan bercanda, Lisa.” Gumam Bella, “Yeah, walaupun kuakui senyuman Mr. Lautner cukup bisa membuatku meleleh di tempat, aku tidak datang ke pelajarannya karena ingin melihatnya. Aku suka akan anatomi, dan anatomi hanya dipelajari di Biologi. Lagipula, aku hanya ingin membuat siswa lainnya sadar bahwa nilai-nilai Biologi Justin yang bagus itu dipengaruhi oleh posisi Mr. Lautner sebagai guru mata bidang pelajaran itu sendiri kan?” lanjut Bella dengan sedikit penekanan pada nama ‘Justin’. Lisa mengerutkan kening. Ternyata Bella masih belum melupakan kebenciannya pada Justin, seorang siswa pandai yang juga tampan. Sama seperti pamannya—Mr. Lautner—Justin juga merupakan seorang pemuda yang terkenal. Meskipun dia tidak begitu mirip dengan Mr. Lautner. Justin lebih banyak mewarisi jenis fisik dari ayahnya, 

“Masih membenci Justin rupanya?” sahut Lisa. Bella memutar bola matanya, 

“Tentu saja. Dia itu pemuda menyebalkan yang begitu sombong. Wajar kalau sekarang aku begitu membencinya. Dia—” ucapan Bella terhenti begitu matanya bertemu dengan sepasang mata berwarna hazel milik seorang pemuda yang tengah duduk di kursi barisan terdepan kelas Biologi, yang saat ini masih kosong. Sesaat Bella terdiam begitu mendapati dirinya seolah tenggelam ke dalam pesona mata Justin, namun suara Lisa membuatnya tersentak dan mengalihkan pandangannya dari mata Justin. terlalu serius mengobrol membuatnya dan Lisa tidak menyadari kalau mereka telah tiba di kelas Biologi. 

“Bella, kau baik-baik saja?” tanya Lisa khawatir begitu melihat posisi sahabatnya yang terus-terusan mematung. Bella mendengus lantas melangkah menuju kursi yang berada di barisan paling belakang. Menghempaskan tubuh di atas kursi dan diam seolah dia bukanlah makhluk yang bisa bernapas ataupun bergerak. Justin hanya mengangkat bahunya sedikit kemudian kembali berkonsentrasi pada buku bacaannya. Pria es, begitu pikir Lisa. Gadis keturunan Jepang itu berdecak pelan kemudian menyusul Bella yang masih terduduk dengan kaku di kursi bagian belakang. 

“Bella, kau baik-baik saja?” Lisa mengulangi pertanyaannya dengan nada sepelan mungkin. Bella menggeram, 

“Aku benci melihatnya, dan tidak akan pernah baik jika ada dia,” lanjut Bella dengan nada tajam. Justin hanya menoleh sedikit lantas menyahut santai, 

“Aku bisa mendengar suaramu dengan jelas, Anabella. Bersikaplah sedikit sopan,” katanya yang membuat Bella semakin gemas. Bella bangkit dari kursinya sambil menggebrak meja. Membuat Lisa terlonjak ketakutan. Gee, pertengkaran akan segera terjadi, bisik Lisa dalam hati. Gadis Jepang itu memutuskan mengeluarkan earphone dan Ipod nya lalu menyumpal kedua lubang telinganya. 

“Aku tidak punya alasan untuk bisa bersikap sopan pada pemuda menyebalkan sepertimu!” geram Bella marah, 

“Dan akupun tidak punya alasan untuk bisa berdiam diri membiarkan seorang wanita temperamental menghujatku dengan ekspresi kesalnya yang terlihat sangat jelek,” balas Justin kalem, tanpa menoleh sama sekali. Bella menggeram kesal kemudian mengentakkan kakinya ke lantai linoleum. 

“Kau membuatku kesal, Justin!! pria sombong menjijikkan!!” seru Bella sinis. Justin memutar posisi badannya dengan sekali gerak hingga kini Bella bisa melihat sepasang mata hazelnya yang berkelip indah karena terkena cahaya lampu neon di langit-langit kelas. Hati gadis itu mendadak perih. Tatapan seperti ini… rasanya tatapan polos seperti ini pernah ditujukan Justin untuknya. Dulu. Dulu sekali… 

“Aku tidak pernah membuat seseorang menjadi sekesal dirimu, Miss Winston. Well, kurasa kau punya sedikit masalah dengan sifatmu yang begitu temperamental itu. gadis aneh,” Justin menggeleng-gelengkan kepalanya dengan ekspresi kasihan yang terlihat jelas. Bella menghela nafas. Mengapa ini? mengapa rasanya dia selalu jadi ingin marah setiap ada Justin? tetapi bayangan menyakitkan di halte bus itu kembali menghantui pikiran Bella. Tidak. Dia pantas memusuhi Justin selama enam tahun belakangan. Sangat pantas. Pemuda sejahat dan sekejam Justin tidak pantas untuk disukai, apalagi menjadi temannya. sejak kejadian itu, Justin akan selalu menjadi musuhnya, sampai kapanpun. 

“Kau harusnya menyadari betapa kasihannya dirimu.” Decak Justin. Bella melotot marah. Dia mendekati Justin lantas menuding wajah pemuda itu dengan jari telunjuknya yang lentik. Sementara di bangku paling belakang, Lisa mencoba berpura-pura menyibukkan diri dengan daftar lagu di Ipod nya. Meskipun sebenarnya dia tahu perang dunia akan segera dimulai antara Justin dan Bella. 

~~~ 
So this is the new JD ;) 
Is it bad? Or good? 
Give you likes + opinions ;) 
I love all the advices or critics. 
If you all don’t like the story, maybe I would change it ;) 
Thanks for read, and let me know that you’ve read it ;) 
Muchlove :** 
@renitanozariaa 

The Way to Your Heart (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang