Rahma tengah memasukkan buku tugas kimianya ke dalam ransel merah muda. Tangan nya sesekali sibuk meraih beberapa alat tulis yang tergeletak di atas meja."Ra,"
Seseorang duduk di atas mejanya yang terdapat alat tulisnya. Spontan cewek itu memukul bahu Udin yang tengah menyeringai aneh.
"Minggir." ucap Rahma ketus.
Sifatnya yang pendiam memang sudah mendarah daging. Dan dengan tidak tahu malu, Udin selalu memancing pertengkaran dengannya. Seolah hidup tanpa cekcok itu membosankan.
"Pulang naik apa?" tanya Udin sok perhatian dengan kepala yang dimiringkan ke kiri.
"Helikopter."
"Bareng gue yuk,"
"Emang lo naik apa?" tanya Rahma tidak acuh. Cewek itu masih sibuk mengambil pensil mekaniknya yang dengan kurang ajar diduduki Udin.
"Motor," jawab Udin santai.
Cowok itu memiliki sifat optimis yang berlebihan jika menyangkut perempuan. Seolah hidupnya tidak pernah ditolak.
"Gue gak level naik motor."
"Terus?"
"Gue lebih suka naik mobil."
Udin tersenyum lebar menunjukkan gigi putihnya yang rapi. Kemudian melompat turun dari atas meja dan berdiri di samping Rahma.
"Denger ya Ra, lo tau kenapa gue ajak pulang bareng naik motor dan bukan mobil?"
Raham menganggukkan kepala tidak peduli dengan mata yang menatap Udin malas. Cowok itu mulai menunjukkan tingkah tengil nya.
"Karena lo gak bisa bawa mobil," jawab Rahma asal ceplos.
"Itu bener juga."
"Tapi intinya. Gue pengen latihan jadi imam yang baik buat lo. Taukan imam tempatnya di depan dan bukannya di samping." jawab Udin dengan senyum puas di wajahnya.
"Bisa ae batu giok,"
Anggap aja sinopsis. Gak tau mau lanjut kapan.
Karena....
Aku lagi sibuk.Lagi tergila-gila sama om-om. Rekomendasi film action yang bagus ya. Kalo bisa pemerannya Jason Statham. Ugh om satu itu gagah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Udin 1986
أدب المراهقينBack in June Bukan Dalan, tapi dia Udin Bukan Roman, tapi dia Udin Udin rasa Dalan dan Udin campuran dari Roman Picisan. Kisahnya dengan Rahma. Bukan Milia apalagi Bulan. Rahma yang selalu menimpali gombalannya meskipun sesekali gombalan Udin menem...