Chapter 1 : Masa-Masa MOS

27 7 1
                                    

Dipenuhi rasa cemas dan gelisah, Kila mengobrak-abrik seluruh penjuru kamarnya untuk menemukan benda 'itu'.

Ya, benda 'itu'. Benda yang apabila memasuki hari Senin, keberadaannya seringkali menghilang. Apalagi, masa liburan setelah lulus SMP memiliki durasi yang lumayan panjang.

Di tengah semua itu, terdengarlah suara menggelegar Celine dari luar ruangan. "KILAA, LO BISA CEPETAN GAK?! GUE TINGGAL, NIH!" ancamnya, yang membuat tubuh Kila menegang.

"Sabarr, ini gue lagi nyari," balas Kila dengan sedikit mengeraskan suara agar terdengar oleh Celine.

Mata Kila terbelalak tatkala ia menemukannya di tempat sampah. "DAPAT!". Segera saja ia mengambil benda 'itu' dan memakainya di leher. Ya, sebuah dasi.

Setelah mengambil tas, dengan terburu-buru ia keluar kamar dan langsung disambut oleh tatapan tajam Celine yang sedang bersedekap dihadapannya.

"Lo tau ini jam berapa?" Ia menunjuk jam dinding yang terdapat di ruang tamu. "Jam setengah 7 lebih, Kila! Dan perjalanan kita kesana sekitar setengah jam, pasti telat dah nih."

"Dan daripada lo ceramah gak jelas yang ngabisin waktu kek gitu, mending sekarang kita capcus aja kuy." Dengan santai, Kila melenggang pergi keluar apartemen. Celine mengikutinya, masih memasang raut wajah kesalnya.

Di parkiran, Pak Rudi sudah menunggu dengan mobil sedan hitam milik keluarga Celine. Mereka segera memasuki mobil yang langsung melaju menembus kemacetan kota Jakarta pagi hari ini.

***

Benar saja, ketika mereka sampai di aula pada pukul 07.15—lebih 15 menit dari waktu yang telah ditentukan—dan mencoba membaur, semua pasang mata mengarah kepada mereka dengan tatapan yang bermacam-macam.

Tetapi, dibandingkan semua itu, ada yang lebih mengerikan. Tatapan tajam dan menusuk dari sang Ketua Osis, Ivanka.

"Kalian berdua yang ada disana!"

Meski Ivanka mengucapkannya dengan dingin dan tenang melalui pengeras suara, hal itu cukup untuk memberhentikan mereka dari langkahnya.

"Duh, mampus gue." Kila membatin dengan berbagai macam perasaan tercampur-aduk dalam benaknya. Sedangkan itu, ketika melihat Celine, rasanya gadis itu seperti sedang.. tersenyum?

"Kalian tahu ini jam berapa?"

"J-jam.. tujuh lewat, Kak," jawab Kila sendirian dengan takut-takut, tidak mendengar tambahan suara dari Celine.

Sang Ketua Osis bertanya lagi. Nadanya sarkastis. "Lalu, kenapa kalian terlambat?"

Dengan tenang, setenang daun yang mengalir dibawa arus sungai, Celine menjawab, "Karena kita tidak tepat waktu, Kak."

Refleks, Kila menepuk jidatnya. "Kalau itu juga gue tempe, Celine Pratista!"

Kila mencoba membela sahabatnya itu agar tidak terkena masalah atas perkataannya, "Maksudnya dia, Kak, kami terlam-"

"Baiklah, kalian boleh mengikuti MOS. Tetapi," potong Ivanka, menekankan nada di kata 'tetapi', "Hukuman akan tetap diberikan."

Mengambil nafas sebentar, ia melanjutkan, "Setelah pembagian kelas nanti sebelum pulang sekolah, akan diberikan waktu istirahat sebentar. Kalian gunakan waktu itu untuk membersihkan toilet belakang."

Setelah itu, Ivanka lanjut menjelaskan hal-hal umum; seperti penyambutan, dan lain-lain. Ada yang memperhatikan, ada juga yang tidak. Kila dan Celine termasuk tim yang memperhatikan, tentunya. Dan diantara tim yang tidak memperhatikan, ada saja yang bergosip dan membicarakan tentang dirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Change of SelfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang