Satu

80 3 0
                                    

"Setiap pertemuan,  tidak ada yang kebetulan. Karena hal sekecil apapun telah diatur oleh-Nya."

                           ******
    Pagi ini aku sudah resmi menjadi murid SMA. Aku baru saja lulus dari SMP sekaligus pesantren yang ada di kotaku.  Setelah satu Minggu kemarin menjalani MOS yang begitu melelahkan dan membosankan,  akhirnya aku bisa resmi menjadi murid SMA. Aku benar-benar bahagia,  karena seragam putih abu-abu telah melekat pada tubuh mungilku. Lewat cermin besar  yang ada di kamar,  kupandangi pantulan diriku yang tengah tersenyum bahagia.

Alhamdulillah, Ya Rabb. Nikmatmu sungguh luar biasa.

   Di luar rumah,  terlihat Bang Aqil dan Bang Azmi sedang menungguku di dalam mobil. Aku segera bergegas ke arahnya.  Kedua Abangku memang termasuk orang yang disiplin waktu,  begitu juga aku. Sudah dari kecil,  kami selalu dibimbing oleh Abi dan Umi agar bisa menghargai waktu.

"Assalamu'alaikum,  Abang-abangku yang ganteng," ucapku dengan membuka pintu mobil. "Maaf ya,  kalo Adek lama."

"Iya,  gak papa. Jangan lupa pasang sabuk pengaman ya,  Dek!" ucap Bang Aqil yang duduk di jok depan,  samping Bang Azmi yang akan menyetir.

Aku hanya membalasnya dengan sebuah anggukan dan seulas senyuman.

"Gimana?  Sudah siap?" tanya Bang Azmi dengan menoleh ke arahku.

"Insya Allah.  Doakan lancar ya,  Bang." Aku menjawab dengan senyum merekah.  Karena,  aku benar-benar bersemangat untuk menjadi murid SMA.

"Sekarang,  kamu jangan dulu memikirkan soal lamaran itu ya!" Senyuman di wajahku seketika meredup.  Aku sudah sedikit melupakan masalah lamaran itu,  tapi kenapa harus diingatkan lagi? Aku merasa belum siap untuk mengingat lamaran itu.

   Sepuluh hari yang lalu, adalah hari yang bersejarah bagiku. Karena hari itu diriku dilamar oleh seorang yang belum pernah kutemui,  dan aku sama sekali tidak mengenalnya. Yang aku tahu orang itu bernama Iqbal,  tapi aku tak tahu siapa nama lengkapnya. Jika aku menolak lamaran itu,  apakah Abi tidak kecewa?  Sungguh,  aku benar-benar belum siap!

"Dek,  jangan melamun! Yuk turun, sudah sampai." Seketika lamunanku buyar karena ucapan Bang Azmi. Ya,  sedari tadi aku hanya melamun dan memikirkan tentang lamaran waktu itu.

"Hehe,  maaf," ujarku dengan tersenyum samar. "Adek, sekolah dulu ya,  Bang.  Assalamu'alaikum." Setelah mengatakannya,  aku segera meraih tangan kedua Abangku untuk kucium. Dan setelahnya,  aku segera keluar dari mobil.

"Semangat belajarnya,  Adek cantikku," teriak Bang Aqil dari dalam mobil.

    Banyak sekali murid yang berlalu-lalang melewati gerbang depan sekolah. Setidaknya, pemandangan itu membuat moodku sedikit membaik. Meskipun ini bukan sekolah impianku,  namun aku harus bersyukur karena masih bisa merasakan sekolah.   Sebelum mendaftar sekolah di sini,  aku pernah mengajak orang tuaku untuk mendaftar sekolah di salah satu MAN yang ada di kotaku. Tempatnya juga tak begitu jauh dari rumah,  tapi entah kenapa mereka malah tidak setuju. Dan di SMA inilah orang tuaku memberikan izin untukku melanjutkan sekolah. Padahal menurutku di sini tidak terlalu banyak pelajaran agamanya,  dan jaraknya pun bisa dibilang sangat jauh dari rumah. Entah apa alasan orang tuaku,  akupun tak mengerti.

      koridor terlihat sangat ramai. Banyak sekali siswa-siswi yang berlalu-lalang melewatinya.  Mereka sangat bahagia, dan sesekali bercanda bersama temannya. Sementara aku,  yang hanya diam dan kebingungan karena belum mengenal siapapun di sini. Aku memang sedikit sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Bahkan,  saat ini aku masih terus menjadi pusat perhatian semua murid di sekolah ini. Aku tak tahu, apa yang salah dengan penampilanku? Atau mereka tak suka dengan jilbab besar yang kupakai? Entahlah, toh ini hidupku, bukan hidup mereka.

FatimahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang