01. Lily Poernama

15 3 1
                                    


01. Lily Poernama

Story by: Ruang Kosong

.

.

.

"Yoh ... Ayuk, cubo seriuslah cari lanang*."

* Yah... Kakak coba serius cari cowok/pacar

Kata-kata yang diucapkan dengan nada lembut itu terngiang bak kaset rusak. Berulang kali masuk ke dalam kepala diiringi dengan visualisasi seorang wanita tua yang telah berumur lebih dari setengah abad. Warna putih pada helai rambutnya termakan usia. Gores keriput jelas terlihat, tetapi tidak menyembunyikan wajah cantik yang kerap memberikan tutur kata halus khas seorang wanita tua yang penuh kasih.

Helaan napas terlontar berat. Wanita yang telah memasuki kepala dua itu mengganti gigi lalu menambah kecepatan pada jalanan yang tidak terlalu padat. Terik matahari terlihat menyengat di luar mobil, membuat sosok berambut hitam dipotong bob mengernyitkan alis resah dengan gelombang panas yang akan membuat kulitnya terasa terbakar.

Apa tunggu teduh saja?

Lily Poernama menimbang-nimbang. Ia menghentikan laju mobil saat beberapa kendaraan di depan turut berhenti. Lampu merah. Beruntungnya, tidak macet hingga tidak akan memperburuk suasana hati wanita berkulit kuning langsat ini. Oke, moodnya sudah cukup jelek, sekarang ia benar-benar memerlukan pelepasan diri. Mumpung hari Sabtu dan berarti ia bisa bebas ke manapun tanpa perlu memikirkan beban pekerajaan di Kantor, Lily benar-benar perlu pengalihan pikiran.

"Ayuk kapan nak serius nyari lanang?"

Kembali, sebuah helaan napas terlontar. Perasaan tidak nyaman bergelayut di dada—kian membuat Lily merasa tertekan dengan pertanyaan yang hampir setiap hari terulang dari bibir tua itu. Oh, bagus. Ia untuk mengumpat pun tidak berani. Takut kualat. Masih cukup sadar diri dan punya akal sehat bahwa Lily, hanya memiliki satu Nenek. Bertingkah kurang ajar seperti mengumpat hanya akan membuatnya diterkam rasa bersalah.

Ngapo sih harus ado yang namonyo cewek kawin cepet?!

Gerutuan tidak henti hatinya berikan. Gatal, tangan benar-benar ingin memukul sesuatu. Benda keras, apapun itu, yang bisa ia pukul hingga membuat wanita ini merasa lega. Sungguh, Lily sedikit tergoda untuk memukul setir bundarnya sendiri. Namun saat sadar masih ada lampu merah di sana dan kemungkinan klaksonnya akan berbunyi, wanita berdarah Palembang ini mengurungkan niatnya.

Mau secantik dan semenawan apapun, umpatan dan rasa kesal di hari yang panas akan seperti api yang mengenai minyak tanah. Belum lagi, pengendara bermotor adalah korban yang paling merasakan dampak matahari ini. Suhu panasnya bisa dibilang... terkonduktor dengan baik sampai ke hati.

Lily menyandarkan punggung ke kursi. Mencoba merilekskan tubuh dan pikirannya saat panas di luar sana juga membuat panas hatinya.

Oke, ia sangat mengerti kenapa Nenek, bersama dengan beberapa orang lainnya mempertanyakan prihal pasangan. Well, bukan sesuatu yang salah sebenarnya. Sangat tidak salah. Bagaimana mungkin wanita berusia 25 tahun ini membiarkan dirinya menjomblo selama lebih—ah, berapa tahun? Entahlah, terakhir kali pacaran, Lily dibangku kelas 2 SMA dan itu hanya bertahan satu bulan karena panggilan 'mama' yang terdengar menjijikan.

Sudah memiliki pekerjaan yang mapan, penampilan menarik, memiliki banyak relasi, terlihat mudah bergaul, yang terburuk adalah usia yang sudah mencapai pertengahan kepala dua.

Oh, apa lagi kata terkutuk selain 'sudah ada calon?' yang seola-olah ia sangat membutuhkannya. Bila tidak ada pacar, maka kau akan mati? Oh, apa yang salah dengan otak orang-orang itu? Hidup bukan hanya sekedar memikirkan lawan jenis kan?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 06, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Touch Your HeartWhere stories live. Discover now