Pagi itu semua terasa sama, mentari pagi bersinar dengan terang burung burung pun berkicau dengan merdu dan riang, gemericik bunyi air sungai pun terdengar bersahut sahutan dengan ramai di lereng Gunung Ciremai.
Di lereng Gunung Ciremai pula terdapat sebuah perdukuhan yang tampak asri, penduduknya pun sudah mulai keluar untuk beraktifitas. Ya itulah gambaran umum perdukuhan perdukuhan yang berada di kaki Gunung Ciremai yang masih masuk dalam kekuasaan Kerajaan Sunda Galuh.------------------------------ ++++++++++++++ -------------------------
"Rumaja ... Rumaja ...", Seorang perempuan separuh baya memanggil sambil menimba air dari sumur.
"Iya bu ... Ada apa ?", Saut Rumaja . Apakah ibu akan menyuruhku atau apa ?
"Tidak Rumaja, ibu hanya ingin berpesan bahwa hari ini kita akan mengadakan acara syukuran kepada Sang Hyang Widi akan hasil panen kita. Bukankah kau tidak lupa Rumaja ?"
Sesaat anak laki laki itu pun tampak mengerutkan alis dan berusaha mengingat ...
"Oh ya ibu, Rumaja ingat, baiklah ibu Rumaja akan membantu ibu dan memperisapkan apa yang harus Rumaja siapakan agar acara nanti malam terlaksana dengan baik.",Berjalanlah Rumaja ke bagian belakang rumahnya yang tidak jauh dari bagian belakang rumahnya tergantung kampak dan beberapa bongkah kayu utuh dan setumpuk kayu yang sudah tersusun rapih yang sudah terpotong dan siap di jadikan kayu bakar untuk di pergunakan.
Mulailah Rumaja memilah dan memilih kayu yang sudah terpotong dan dipisahkan untuk dipakai perapian "Hawu (Tungku Dari Tanah Liat)."Ibu, apakah ayah nanti siang akan pulang dan makan bersama kita ? Apa Rumaja mengantar makanan ke sawah ?", Bertanya Rumaja kepada ibunya.
"Ayahmu akan pulang dan makan bersama kita, karena kita hari ini akan mengucapkan syukur agaknya ayahmu akan kerja lebih cepat dan pulang lebih awal", jawab ibunya.
"Baik bu ..."
"Rumaja, kalau kau sudah selesai memilih kayu bakar tolong kau petik kelapa yang setengah tua untuk ibu jadikan santan"
"Baik bu ..."
***
Ya hari itu Dusun Cipta Rasa, yang berada di Lereng Gunung Ciremai tampak bersajaha dan baik baik saja. Para penduduk Dusun Cipta Rasa akan mengucapkan rasa syukur mereka kepada Yang Maha Agung karena hasil panen mereka bukan hanya baik, tetapi meningkat. Dusun Cipta Rasa mempunyai tradisi mengucap syukur dengan berada di rumah bersama sanak kandang keluarga dan makan bersama dalam kesederhanaan dan ke khikmatan bahwa apa yang mereka dapat tidak terlepas dari kemurahan Sang Maha Agung.
Di sisi lain Dusun Cipta Rasa, lebih menjorok ke arah hutan di dekat perbatasan Dusun Cipta Rasa beberapa orang sedang mengawasi dan mengintai para penduduk serta keadaan di Dusun Cipta Rasa.
"Malam ini kita bergerak, siapkan anak buah kita Manik Surya ..."
"Baik Ki Lurah, apakah Ki Lurah yakin akan bergerak nanti malam ?, Bukankah Ki Lurah mengetahui bahwa Dusun Cipta Rasa sudah dimasuki oleh telik sandi (mata mata) Galuh ?"
"BODOH kau Manik Surya, kau tidak usah mengajariku hal seperti itu ! Aku sudah memikirkan semuanya dan sudah menyiapkan rencana untuk mengecoh para telik sandi dari Padjajaran itu. Kita akan liat, apakah kekuasan Prabu Wastu Kencana akan terasa sampai di tempat pelosok seperti ini atau tidak."
"Baik Ki Lurah, perintah akan dilaksanakan."
"Bagus, lalu tinggalkan aku sendiri karena ada beberapa hal yang harus aku lakukan dan hanya aku yang bisa melakukan hal itu."
"Baik Ki Lurah ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembah Hijau Ciremai
Historical FictionCerita silat kolosal yang mengambil latar belakang pada jaman kerajaan Sunda Galuh yang rajanya bernama Mahaprabu Niskala Wastu Kancana atau Praburesi Buana Tunggadewata. Intrik politik, cinta, skandal, persahabatan, harta, akan terangkum semua menj...