Tunggu Aku di Surabaya

253 5 0
                                    


     Sebuah pesan WhatsApp masuk ke handphone Vio. Ia mengambil handphone dari saku tasnya, bermaksud untuk segera membacanya. Belum sempat pesan itu terbaca, sebuah panggilan masuk. Nama Anya terpampang di layar.

     "Hai An, kenapa?" tanya Vio.

     "Gue mau ingetin lo, jangan sampai ketinggalan pesawat. Besok malem itu hari paling penting dalam hidup gue, gue ngga mau bridesmaid gue ilang satu gara-gara ketinggalan pesawat." Anya menyerocos panjang lebar.

     "Iyaaa bawel, ini juga gue lagi di taksi, on the way ke bandara. Kalo bukan karena lo sahabat gue dari TK, gak bakalan hari ini gue bela-belain ijin pulang cepet sama cuti besoknya," Vio menjelaskan "udah ah, ntar gue kabarin lagi ya kalo udah sampe."

     "Oke deh, see you tomorrow..." Anya mematikan sambungan telepon.

     Vio kemudian membuka WhatsApp nya yang sempat tertunda tadi.

From: Albert

Vi, jangan lupa ya follow up debitur limpahan gue tadi. Jangan lupa pas OTS tempel sticker agunan lelangnya. Kalo hari ini ngga keburu, hari Senin deh lo OTS ya.

     Pesan tersebut membuatnya teringat pada debitur pertama yang menjadi kelolaannya kini. Vio adalah seorang banker yang bekerja di unit penagihan. Ya, dia pun tak menyangka akan mendapatkan penempatan kerja di sebuah unit yang mengelola debitur-debitur menunggak. Ini adalah bulan pertamanya bekerja di unit tersebut setelah sebelumnya selama 3 bulan menjalani masa training.

     Ia kemudian membuka tas kerjanya, tergelitik untuk melihat dokumen-dokumen kredit debitur tersebut. Mariana Tan – nama debitur pertamanya, debitur yang sebelumnya dikelola oleh Albert, rekan satu team-nya. Vio terdiam sejenak membaca nama tersebut, merasa tak asing dengannya.

     Perasaannya menjadi tak enak seketika, ia merasa ada yang harus ia pastikan dengan hal tersebut. Ia berkata pada sopir kantornya, "Pak Amir, kita putar balik di depan ya. Kita ke alamat debitur ini."

***

     Dengan gamang Vio memencet bel rumah bernuansa serba putih menggunakan tangan kanannya, sementara tangan kirinya menggenggam gulungan sticker merah bertuliskan "Agunan Milik Bank" yang harus ia tempelkan sesuai dengan pesan dari Albert.

     Tak lama berselang, seorang wanita paruh baya membukakan pintu dan mempersilakannya masuk ke dalam untuk menunggu. Ketika wanita itu pergi untuk memanggil sang majikan, Vio berdiri, berjalan ke sekeliling, mencari sebuah foto yang mungkin bisa menjadi jawaban atas pertanyaannya.

     Deg. Jantungnya terasa hampir berhenti berdetak ketika ia mendapati bahwa yang ia khawatirkan benar-benar terjadi. Ia meremas stricker agunan lelang yang seharusnya ia tempelkan ke rumah itu, tak sanggup melakukannya.

***

     Selepas keluar dari rumah debiturnya, hal pertama yang ia lakukan adalah segera me-reschedulle jadwal penerbangannya menjadi besok siang. Ia lantas masuk ke mobil untuk kembali ke kantor.

     Semua orang melihatnya dengan heran dan menyerangnya dengan beribu pertanyaan tentang penundaan kepergiannya. Tak satupun ia jawab pertanyaan itu, dengan serius ia nyalakan kembali PC nya dan melakukan analisa kredit terhadap debitur pertamanya.

     Tepat pada jam 9 malam, analisa kreditnya selesai ia buat. Dengan bergegas ia beranjak menuju meja Pak Andri, section head-nya. "Selamat malam, Pak Andri." Ucapnya setelah mengetuk pintu dan masuk.

Tunggu Aku di SurabayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang