SUARA HATI

7 2 1
                                    

 Sudah mendekati akhir November. Semua anak SMA tahu itu artinya apa. Ujian sudah di depan mata tapi tugas masih menumpuk. Biasalah, guru-guru sibuk mengejar materi dan memberikan tugas untuk mengejar materi yang tertinggal.

Menyebalkan.

"Duh, capek ...," gumam Amel perlahan. Tugas fisika tadi membuat tangannya lelah. Guru biologinya tadi tidak masuk tapi memberikan tugas yaitu menjawab 5 soal bertipe HOTS yang 1 soal saja perlu hampir satu halaman buku Big Boss untuk menjawabnya. Sungguh greget. Kabar baiknya lagi, minggu depan ada Penilaian Akhir Tahun (PAT). Bahagianya Amel.

Bel pulang berbunyi. Satu-satunya hal yang dapat dia syukuri hari ini adalah hari ini tidak ada jadwal les jadi dia bisa langsung tidur-tiduran di rumah. Amel berdiri dan menaruh buku tulisnya ke meja guru. Sebentar lagi ketua kelas akan membawa tumpukan buku tulis tersebut ke ruang guru.

Matanya bertatapan dengan mata Ridho. Laki-laki yang kekurangan lemak itu mengangguk saat dia melihatnya. Amel melakukan hal terbaik yang bisa dia lakukan, nyengir dengan setulus hati. Buru-buru dia memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan setengah berlari menyusul Ridho yang sudah berjalan keluar pintu kelas.

"Yo, Bro," sapa Amel.

Ridho mengangguk. Amel bukanlah gadis yang tinggi jadi dia memang kesulitan menyusul Ridho jika laki-laki itu tidak memelankan laju berjalannya. Untungnya laki-laki itu peka.

"Gila ya, Senin depan udah PAT lagi," ucap Amel mencoba membuka obrolan karena mulut laki-laki itu serapat kerang yang tertutup.

"Iya."

"Aku belum ngerti lagi yang fisika. Meski ikut les juga tetap aja nggak ngerti. Tadi juga pas ngerjain 6 soal itu, yah kamu tahulah," Amel nyengir. Dia malu untuk mengatakan kalau dia menyalin jawaban dari buku anak perempuan yang juga menyalin jawaban dari anak yang dianggap terpintar di kelasnya.

"Kalau ada yang nggak ngerti tanya aja. Masih ada hari Sabtu dan Minggu kan ," sahut Ridho sambil tersenyum tipis. Tidak lama karena mulutnya langsung kembali ke semula, guratan garis lurus yang senada dengan raut mukanya yang datar.

"Nggak ah, takut ngerepotin hehe," kata Amel pura-pura menolak, padahal dalam hatinya ingin. Sayangnya dia tidak terlalu pandai melakukannya karena dia, lagi-lagi tanpa sadar nyengir-nyengir tidak jelas.

"Nggak apa-apa kok. Lewat Line ini kan."

"Hehe, iya juga ya."

Dia tahu kalau tidak mungkin Ridho mengajaknya bertemu hari Sabtu atau minggu di perpustakaan atau kafe, tetapi kenapa rasanya nyesek ya?

***

"AADCB kan?"

"Oy bagi kertas dikit.

"Geser aku mau lihat."

Hari pertama saat PAT. Masih pagi dan anak-anak bergerombol seperti semut mengerumuni gula. Amel menggerutu dalam hati. Cih, bikin iri saja. Dulu dia pernah termasuk orang-orang yang menyiapkan sontekan sampai dia bertemu dengan Ridho. Sekarang dia hampir tidak melakukannya lagi dan berusaha untuk tidak melakukannya sama sekali.

"Kamu gak geregetan ngelihatnya, Dho?"

"Biasa aja," jawab Ridho sambil mengunyah gorengan. Amel tebak laki-laki itu membawanya dari rumah karena kantin masih tutup.

"Tapi mereka lagi nyiapin sontekan!"

"Biarin aja."

Amel kira Ridho sedang tidak bad mood, tetapi ketika dia menatap mata Ridho, mata mereka bertemu. Ridho memalingkan pandangannya.

Dasar pemalu.

Bel kembali berbunyi. Murid-murid masuk ke dalam kelas dan menyiapkan peralatan perang. Tak lama kemudian, pengawas ruangan datang. Berkumis dan berbadan tinggi meski perutnya maju sedikit. Wajar, sudah dimakan usia.

"Masukkan handphonenya ke dalam tas! Kalau sampai ada yang ketahuan langsung disita handphonenya. Buang sontekannya! "

Oh, Pak Gugum. Guru olahraga. Lumayan galak. Ralat, memang galak. Bukan lumayan lagi. Suasana ruangan langsung mencekam dan suara bisikan mereda.

Ujian berlangsung dengan aman, sentosa, hatinya bahagia. Bercanda, dia ngasal 4 soal PG. Soal essay yang terakhir membuatnya bingung. Dia lupa, padahal materi tersebut sudah dia pelajari malam sebelumnya.

Amel memutuskan untuk pasrah dan mengarang indah. Setelahnya dia membalikkan lembar jawabannya dan mencari posisi yang enak untuk tidur saat melihat orang di depannya sedang membaca kartu peserta. Amel memfokuskan pandangannya. Oh, pantas saja. Kartu pesertanya adalah kertas sontekan. Redi berani juga ya, padahal Pak Gugum itu pengawas yang galak. Yah, Amel akui Redi pintar cari kesempatan. Saat Pak Gugum lengah sedikit saja, laki-laki itu langsung membalikkan kartu pesertanya dan mengisi lembar jawabannya.

Tobat oy. Ini lagi PAT agama, hargain dikit kek. Amel menggerutu dalam hati. Dia sedang bertanya-tanya apakah dia sewot atas nama keadilan atau dia hanya iri karena laki-laki itu menyontek tapi tidak bagi-bagi.

"Jangan lirik kanan-kiri!"

Suara Pak Gugum membuat Amel kaget. Pak Gugum sedang menegur adik kelas yang tidak dia ketahui namanya itu. Redi berhenti menyontek. Dia membalikkan kartu pesertanya ke posisi semula saat Pak Gugum mendekat ke arahnya.

Sekarang waktunya.

"Kartu pesertanya jatuh," Pak Gugum meraih kartu peserta Redi. Tidak butuh waktu lama karena wajah Redi langsung pucat.

"Kenapa ada sontekan di sini?"

***

Amel meminum es teh. Lumayan untuk mendinginkan pikirannya. Setelah Redi tertangkap basah, Pak Gugum tidak banyak bicara dan kembali ke mejanya lalu menuliskan sesuatu. Selesai ujian, Redi dipanggil sementara semua anak keluar sehingga Amel tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Yang jelas saat istirahat laki-laki itu marah dan mengucapkan nama-nama hewan.

"Kasihan ya Redi ketahuan," ucap Amel datar saat Ridho menghampirinya. Laki-laki itu duduk di sebelahnya sambil membawa buku catatannya.

"Redi duduk di depan kamu kan?" tanya Ridho. Pertanyaan yang tidak perlu dijawab karena Amel tahu Ridho tahu jawabannya.

Amel tahu dia seharusnya tidak melakukannya, tetapi dia kesal melihat ada orang menyontek di depan mukanya. Tidak bagi-bagi pula. Masalahnya, Amel yang sekarang malu menyontek karena sudah diajari oleh Ridho. Kalau Ridho tahu, wah ... malunya kuadrat. Dia tahu Ridho tidak menyukai orang yang menyontek. Dia juga tahu Ridho tidak akrab dengan banyak perempuan dan memang, Ridho suka mengajari orang jika ada yang bertanya tapi hanya Amel saja yang diajari seperti les privat. Tetapi yang paling penting, dia tahu dia suka Ridho. Mengecewakan kepercayaan laki-laki itu padanya adalah hal yang sebisa mungkin dia hindari.

Bukan hal yang sulit saat melakukannya tadi. Dia hanya butuh pengalih perhatian dan sedikit keberuntungan. Pak Gugum melakukannya dengan baik. Tindakannya membuat Redi menjadi sedikit lengah. Laki-laki itu menggeser kartu pesertanya dengan tidak akurat. Ketika Redi sedikit menoleh ke belakang untuk mengecek Pak Gugum, Amel menggeser kartu pesertanya sedikit. Bukan salahnya, toh kartu pesertanya tinggal digeser sedikit juga jatuh. Dia merasa puas melakukannya. Mengikuti suara hati memang menyenangkan.

Apa benar ya itu suara hati?

"Mel?"

Amel tersadar dari lamunannya. Ridho menatapnya sungguh-sungguh. Amel memalingkan pandangannya, menatap ke langit.

"Wah, langitnya bagus ya."

***

CHALLENGE OF THE WEEKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang