1. Me

817 66 17
                                    

Okay! Hamba lucknut is back! Horayy!

Hamba mau kasih keterangan aja nih, kalau reader disini ceritanya anak dari keluarga penting yang dirahasiakan. Orangtuaku reader-san berbisnis di luar negeri dan reader-chan disini diasuh atas nama orangtua asuh, bukan asli.

Jadi kalau ada tulisan (Familyname) itu berarti nama marga asli reader-chan.

Kalau ada tulisan (Last name) itu artinya marga keluarga asuh reader-chan atau bisa dibilang marga samaran.

Oke, segini aja pemberitahuannya, happy reading!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

(Y/N)  POV

Pagi yang cerah dengan sinar mentari yang hangat membuka paksa netraku. Saya (full name). Anak manusia yang hidup sebatang kara, ditinggal enyak babenya bisnis di luar negri. Umur ku 15 menjelang 16, yang artinya aku masih kelas 2 SMA karena ikut akselerasi.

Males bangun adalah apa yang aku rasain sekarang. Tapi apa daya waktu sudah menunjukkan pukul 6. Aku harus bangun dan siap-siap ke sekolah. Bangun, mandi, buat sarapan, makan sendirian, berangkat kaga pamit. Rutinitasku setiap hari. Jarak sekolah sama rumah gak terlalu jauh sih. Paling cuma satu kilo meter.

-sampai sekolah-

"Pagi neng. Lesu amat mukanya. Kaya zombie idup tuh." Si muka kuda minta ditonjok bae mukanya.

Cih, penghilang mood di pagi yang indah ini. Kelasku adalah kelas terabsurd yang pernah ada. Kelas 11-G. Absurd tapi jenius.

Cape berdiri lama-lama, aku mendaratkan bokong ke kursi yang kosong. Sebelah hamba, Annie si ratu es. Baik tapi ya gitu lah.

"Pagi Annie" ucapku ramah.

Yang disapa diem baek. Bodo ah.

Teng tong teng..... Bel pertanda masuk berbunyi... Pak Keith memasuki kelas dengan membawa kertas-kertas. Jangan bilang hari ini ulangan?

"Siapkan alat tulis dan selembar kertas kosong! Ulangan dadakan matematika saya adakan hari ini!"

Aku kaget bukan kepalang. Mimpi apa gue hari ini ulangan dadakan. Matematika pisan! Hadeuh, Ya Gusti!

Aku menyiapkan kertas dan alat tulis di atas meja. Pak Keith mulai membagikan soal jahanam ke meja murid-muridnya.

"Waktu mengerjakan dimulai dari sekarang" ucap beliau galak.

Huasemm and awesome.... Otak saya minim pak! Anda tega.... Stress saya pak...

Aku menyabet kertas soal yang jumlahnya cuma sepuluh tapi susahnya, beuh, nggak usah ditanya!

Di kelas ini, yang paling jenius dalam hal beginian tuh Armin Arlert. Otaknya brilian secerah matahari. Nomer dua bisa dinobatkan pada ratu kesempurnaan SMA ini, Mikasa Ackerman. Aku? Paling terakhir kayanya? Bisa berubah jika ada keajaiban tapinya.

---------------------------------------------------------------------

Setelah waktu yang dijatahkan habis, aku melangkahkan kakiku dengan gontai ke arah Pak Keith. Aku merasa risih di tatap tajam olehnya. Apaan sih?!

"(Y/N), ibumu titip surat padamu." Ucap beliau sembari menyodorkan sebuah amplop putih. Aku menerimanya dengan hati-hati. Orangtuaku benar-benar langka mengirimiku surat. Biasanya di chat saja nggak bales.

"Makasih pak."

Aku berjalan kembali kearah tempat dudukku dan mengambil buku pelajaran.

- istirahat -

Bel yang menandakan istirahat telah berlalu. Kini aku sedang membaca sebuah surat dari ibuku.

'(Y/N) kami tercinta.

Apa kabarmu, dear? Ayah dan ibu baik-baik saja. Kamu heran mengapa ibu repot-repot mengirim surat ini kepadamu? Ibu sebenarnya hanya ingin menyampaikan, rekan bisnis ibu ada yang bersekolah di SMA mu. Kira-kira ia satu tahun lebih tua darimu. Berarti kelas 12 ya? Bertemanlah dengannya. Kalau bisa lebih juga tidak masalah. Ups! Ibu bercanda sayang. Jangan diambil serius. Oh ya, ibu mendapatkan fotonya juga.

(Photo)

Tampan kan? Namanya Levi Ackerman. Cari saja ya.

Salam tercinta, ayah ibundamu.'

Aku menghela nafas dalam setelah membaca surat tersebut. Pebisnis muda? Aku tak pernah mendengarnya. Jangankan wajah, namanya saja sangat asing ditelingaku. Akhirnya aku menanyakan perihal Levi ke Sasha Blause.

"Sha, lu tau orang ini ga? Anak kelas 12 katanya."

Sasha melototi foto yang kusodorkan.

"Lu ga kenal dia? Ketos kita bego! Se dunia juga tau siapa dia, dan lu kaga?"

"Ketos? Bukannya Ketos kita tuh si Michin (Mike Zacharias) ya?"

Sasha menepuk jidatnya pelan.

"Michin dah pindah. Sekarang penggantinya Levi. Kebanyakan baca doujin sih! Eh, ngapa lu nanyain dia?"

"Disuruh mak gue. Suruh nemenin katanya."

"Buset dah! Mak lu jeli amat milih cowok! Dia kelas 12-G. Cariin aja, tapi siapin mental lu. Banyak fansgirls dia tuh! Salah dikit, abis lu."

Aku bergetar merinding mendengar perkataan Sasha. Setelah mendapat alamat yang kucari, aku memutuskan untuk menstalker 'dia'.

"Mau kemana lu?!"

"12-G!" Ujar ku sembari menutup pintu.

Aku menutup pintu kelas dengan cukup keras. Setelah itu, aku berlari menuju kelas 12-G. Entah fokusku diambil setan atau gimana, aku menabrak seseorang.

Brak...

Nyaris pantatku mencium lantai. Aku menatap apa yang kutabrak. Siapa dia?

"Kau bisa bangun?" Ucapku spontan.

Yang ditanya malah terkekeh kecil.

"Tentu bisa, nona."

Urgh! Apa-apaan panggilan nya itu?

"Kalau begitu saya minta maaf karena telah menabrak anda."

"Akan ku maafkan jika kamu memberitahukanku namamu"

"(Y/N), (full name). Kelas 11-G."

Pemuda itu tersenyum.

"Namaku Eren, Eren Jaeger. Senang berkenalan denganmu, (Y/N). Ah! Kelihatannya kamu sedang terburu-buru. Pergilah."

"Sampai jumpa, Eren Jaeger!" Aku kembali berlari menuju kelas 12-G.

Sesampainya di depan pintu kelas 12-G, aku menabrak seseorang lagi.

"Bego, kalo jalan pake mata sama kaki! Jangan pake jidat!"

Aku mendongak ke arah sumber suara. Suaranya berat, serak, seperti seme-seme di anime yaoi.

Fokusku teralihkan pada sebuah nametag yang tersemat di bajunya.

'Levi' tertulis di situ.

Ialah yang kucari.

"Anda Levi Ackerman?"

Yang ditanya malah melototi ku tajam

"Saya bertanya, bukan ngajak adu tatap"

"Kau, (Familyname)?" Tanyanya.

Aku spontan membekap mulutnya. Tidak boleh ada yang tahu kalau aku seorang (Familyname).

"Jangan keras-keras! Itu rahasia!"

Tanganku di tarik paksa olehnya. Disaat yang bersamaan, bel masuk berbunyi.

"Aku balik dulu yak! Ja nee, Rivai!"





Who Will I Choose?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang