Kali Ini

11 0 0
                                    

        Jarum jam itu terus bergerak dan aku mulai gugup. Berapa lama lagi aku harus menunggu. Ingin kunyanyikan sebuah lagu romantis saat dia datang dan duduk disampingku. Alunan nada yang membuat dirinya ingin terus berlama - lama. Ku tatap gitar disamping sambil membayangkan dirinya. Sebuah irama yang nanti dia petik dengan jemari itu, mungkin membuat tidurku tak nyenyak malam ini. Mungkin juga begadang sampai pagi.

      "Assalamualaikum. Halo, ini Zaki, kan?".

      Dia menyebut namaku. Dadaku bergetar tak tertahankan. Perasaan aneh ini membuatku bahagia.

      "Wa'alaikumussalam. Iya, kenapa ?. Kamu nggak tau jalan rumahku ?".

      "Bukan itu. Tapi, aku minta maaf. Malam ini aku nggak bisa datang kerumahmu. Ternyata aku punya janji dengan temanku".

      Kurasa ini yang namanya penantian sia - sia. Resiko terlalu berharap.

      "Oh iya, nggak apa - apa. Lagipula malam ini aku mau ngerjain tugas juga".
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

      Malam semakin larut, dingin pun ikut menyelimuti tubuhku. Suara alam begitu senyap. Baringku cuma ditemani kumpulan lagu - lagu melankolis. Mata ini terus terbuka terang sedangkan tubuh tak sanggup lagi menahan lelah. Ini karena kamu, Galih. Cerita malam ini tidak semenarik yang aku kira. Sebuah khayalan anak SMA yang sedang jatuh hati dengan idolanya, berharap hanya seorang diri yang diistimewakan. Menunggu yang tak pernah bosan pada akhirnya terjadi sia - sia. Kau tak datang dan Aku dengan bodohnya terus menanti. Ku balikan tubuh sebelah kiri, foto Andre masih tetap terpajang di sana. Bersamaku ???

      "Dasar bodoh. Gara - gara kamu, aku harus mencari cinta yang baru. Seharusnya kau tak lakukan ini padaku". Sebutku dalam hati.

      Foto itu terpisah menjadi seribu bagian. Bahkan jika ingin kukembalikan ke semula, takkan bisa kulakukan. Seketika aku benci dengan lelaki yang pernah membuat masa laluku begitu indah. Aku marah. Setidaknya, aku tidak akan membuka hati pada Galih. Kulempar serpihan kenangan itu diudara yang akhirnya mendarat juga diwajahku. Lampu yg bergelantungan diatas menyilaukan pandanganku. Tak ingin rasanya kuberpaling dari sinar yang mulai menyakiti penglihatanku.

      "Adakah cara mengobati patah hati selain jatuh cinta lagi ?".

      Aku mulai berbicara dengan pikiranku bukan hatiku. Setidaknya dia sahabat baikku saat ini. Kali ini aku mencoba berpikir dengan mata terkatup. Bisa saja jawaban itu datang disaat yang berbeda. Seketika...

      "Nak, makan dulu. Nggak kayak biasanya, mau nahan laper semalaman ???"

      Aku mematung tak berusik. Mengubah aura menjadi kesunyian. Tampaknya Ibuku mulai beralih kembali. Anggap saja aku tidur pulas. Maaf Ibu aku bersandiwara, hanya saja anakmu tidak lapar karena memikirkan ini.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

      Masih dingin, bahkan lebih dingin. Riuh suara tetesan hujan terus berkumandang. Tak kuliat embun cantik diatas daun - daun pagi ini. Aku terus menelusuri jalan yang begitu licin. Pipiku sedikit terbasahi oleh air - air nakal yang terpercik disepanjang jalan menuju kelas. Kupeluk sweater yang kupakai, barang kali tubuhku bisa lebih hangat.

      "Hey !".

Suaranya mengejutkanku. Dia berlari sambil melambai.

      "Mau apalagi dia?". Sebutku dalam hati.

      "Maaf soal semalam. Ternyata aku punya janji dengan teman, minta ditemani ke toko buku".

      Mungkin teman yang dia maksud, perempuan disebelahku, sedari tadi mengikuti langkah Galih kearahku. Aku kenal dia, seorang pahlawan sekolah. Dinda Putri Kumaladi, anak tomboy yang bisa dibilang hits juga disekolah. Salah satu siswa berprestasi juga terutama dibidang olahraga. Atlet pencak silat seperti Galih. Melalang buana mengejar kejuaraan dan hebatnya selalu membawa medali saat pulang. Terakhir, dia sempat masuk surat kabar karena membuat lebam tubuh tiga penculik anak sekaligus. Seandainya aku normal, mungkin saja aku tertarik mendekati dia bukan Galih.

      "Iya nih, maaf ya. Soalnya nyari kamus percakapan bahasa Inggris, jadi mau minta pendapat Galih juga. Nggak apa - apa, ya".

      Dia mencoba membuatku memaafkan Galih. Wanita selalu menang, itu yang aku tau. Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Mereka juga ikut tersenyum, mengerti akan bahasa tubuhku. Kulanjuti perjalanan dingin kali ini. Dan, aku tak sendiri.

GEMULAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang