27 Juni 1994
Tubuh Fakri menggigil hebat, ia tidak mampu berpikir apapun selain ingin segera masuk ke rumah, menyantap koran sore dan seduhan segelas kopi hangat. Duduk di depan perapian, ditemani alunan Now and Forever-nya Richard Marx mungkin bisa mencairkan kembali pikiran yang sempat membeku oleh kesibukan kantor. Lalu berbaring dan memejamkan mata, melenyapkan segala kepenatan yang membuncah di setiap akhir malam. Santai dan tenang. Ah, memang suasana yang selalu didambakan oleh pekerja lainnya di malam musim dingin seperti ini.
Sebuah Corolla Twin berbelok dari arah simpang jalan, memasuki halaman parkir dan berhenti tepat di depan gundukan es. Hatinya kesal sekali, berarti besok pagi ia harus menghabiskan hari liburnya dengan membersihkan salju yang menenggelamkan halaman rumahnya sebelum semakin menebal. Dengan terpaksa Fakri harus parkir di sana dan berjalan sedikit menuju pintu rumahnya.
Shuussshh! Baru saja pintu mobil terbuka, hembusan udara telah terasa menggerogoti tulangnya, tubuhnya semakin menggigil, hampir mengejang. Ternyata mantel coklat tebal yang ia beli dua minggu lalu, tidak mampu menepis hawa dingin Newweek City. Kakinya menapak dan kadang terseok-seok, kesulitan berjalan di atas tupukkan salju. Dari balik kaca mata minusnya sepasang bola mata sudah meredup, butuh kesegaran. Namun tiba-tiba saja keningnya mengkerut, tangannya yang hampir menyentuh gagang pintu, terhenti dan refleks meraih sesuatu yang ada di depan matanya.
Entah sejak kapan sebuah catatan kecil menempel pada pintu rumahnya, berkibar-kibar tertiup angin. Ternyata cahaya matanya masih cukup terang untuk merespon keberadaan kertas itu. Sebuah tulisan semeraut mengisi kertas tersebut dengan sebuah pesan.
Jantung Fakri berdegub kencang, tubuhnya gemetar. Hembusan angin yang seolah meretakkan tulangnya, kini sudah tidak lagi terasa. Berganti keringat dari tubuhnya yang tiba-tiba memanas.
Apa ini? Haruskah sekarang? Di saat badai seperti ini?
Ia melangkah masuk dan membanting tubuhnya ke sofa. Satu masalah lagi dan ini sangat berat. Berulang kali ia membaca pesan itu, berulang kali pula ia berpikir apa yang harus ia lakukan. Darahnya panas dingin, rasa cemas akan keselamatan dirinya serasa menghantui. Ia harus menyusun rencana, malam ini juga. Sebelum tubuhnya benar-benar kaku di tengah bekunya simbahan darah, seperti yang terjadi pada adiknya beberapa bulan lalu. Segera ia meraih gagang telepon, menekan tombol secepat yang ia bisa.
"Yati, kita harus bertemu!" Ucap Fakri saat Yati baru saja mengangkat teleponnya.
"Fakri ini kan? Kenapa Fakri?" Terdengar suara Fakri dengan nafas terengah-engah sedang menjelaskan sesuatu pada Yati.
"Baik, segera ke sini!" Yati menutup telpon, wajahnya pucat.
***
The first case : V (phy)
"Bagaimana mungkin hidup lagi? Jasadnya sudah jelas terkubur. Bagaimana... Aah! Bagaimana mungkin?" Yati memegang kepalanya, tidak percaya akan hal ini. Sejurus kemudian meja yang berada di hadapannya menjadi sasaran amarah. Suara gebrakan meja membuat Fakri terkesiap, pikirannya buyar. Segera ia melangkah mendekati Yati kemudian menenangkannya.
"Tenang sobat, kita akan pecahkan kasus ini bersama, oke." Senyum yang dilemparkan Fakri padanya, tidak mampu ia mengerti. Bagaimana jika Dementor bermaksud membalas dendam? Kemudian menghabisi mereka satu persatu? Hatinya gelisah.
Dementor tewas setelah polisi menembak kepalanya, saat ia mencoba melarikan diri dari persembunyiaanya di Great Hope. Yati dan beberapa sahabatnya, termasuk Fakri ada di tempat kejadian. Mereka membantu polisi untuk menemukan pembunuh Rain, adiknya Fakri. Rain adalah salah seorang korban yang terjebak dalam permainan Dementor, ketua Blackid Curcolian. Rain adalah anggota Blackid Curcolian yang paling junior. Ia membunuhnya dengan alasan tugasnya sebagai agen Masonic Azkaban. Sebuah organisasi rahasia yang bertugas menghabisi satu persatu Eksekutor kode di dunia.
"Mana kertas itu? Sudah kau pecahkan? Apa katanya?" tanya Yati sembari mengusap air mata.
"Silahkan kau baca sendiri," Fakri menyodorkan secarik kertas kecil.
"Tikus-tikus kecil yang tidak pintar, memang selayaknya harus mati. Namun tikus yang cerdas, akan bertahan sampai mati. Dengan begitu pergilah dan ambilah kotak penyelamat di restoran yang paling banyak tikusnya. Katakan "V" pada pelayan yang tidak bisa berbahasa asing, selain bahasa Inggris. Jika ia tidak mengerti apa yang kamu ucapkan, utuslah seorang yang menurutmu paling cerdas untuk berkeliling sebentar, mengitari restoran agar dia temukan jawaban untuk tikus. Kucing-kucing mengawasi tikus dalam waktu yang singkat, yang akan menerkam selama sepuluh putaran mesin setelah kalian memanggil pelayan. Kerjakan dengan baik, dan jangan gunakan anjing-anjing kota ini untuk membantu. Karena kucing akan lebih cepat dalam mengeksekusi. Waktu terhenti 00:00 dan selamat bertugas. –Tikus Besar 0C3-"
Begitulah kalimat yang tertulis dari kertas kecil itu. Ditulis dengan huruf kecil khas Blakcid, menggunakan kalimat pembuka yang sama dengan pembuka pesan yang digunakan Dementor saat menghabisi Rain.
"Segera hubungi Yuki dan Hasna!" Perintah ketua Curcolian yang baru menjabat tiga bulan ini.
***
"Ini hari sabtu, 0C3 itu sudah menjelaskan ini benar-benar darinya. Dan siapa lagi Tikus Besar kita dulu kalau bukan dia?" Yuki membetulkan kaca matanya, menatap Ann yang tidak percaya bahwa ini dari mantan ketua mereka dulu.
"Sudah-sudah, waktu terhenti 00:00. Kita harus cepat!" Hasna mencoba membawa mereka untuk fokus pada kasus. "Jika itu memang bukan dari Dementor, lantas apa kita akan selamat?"
Mereka tersadar waktu mereka hanya tinggal sejam lagi. Fakri sebagai laki-laki satu-satunya setelah kepergian Rain dan pengkhianatan Dementor, menarik kertas yang masih berada di tangan Yuki.
"Di mana restoran yang banyak tikusnya?" tanya Fakri sambil menoleh pada Yati.
Yati berpikir sejenak, ini kiasan atau bukan? Restoran yang paling banyak tikusnya tentu saja ia tidak tau, tapi.... "Hasna, restoran yang kau ceritakan banyak karib-karibmu dari Detektif School itu di mana?"
Hasna yang sedari tadi membayangkan siapa korban selanjutnya, tersentak sambil mengingat-ingat sesuatu, "Dekat Central Market."
"Kita kesana sekarang, Fakri kendarai mobil!" Yati segera bangkit dari duduknya dan meraih ranselnya, kemudian berjalan cepat kearah pintu. Sementara yang lain dengan langkah seribu mengikuti Yati. Yuki mengunci pintu, berlari menuju Corolla Twin keluaran tahun 87-an itu.
Ditengah badai yang sendu, sebuah sedan melaju kencang mengejar waktu. Berpacu dengan kematian yang akan menghampiri tuan-tuannya.
===
YOU ARE READING
V in CASE
Short StoryDementor, kembali untuk menghabisi ahli kode yang membentuk kelompok detektif bernama Blackid Curcolian. Ini adalah cerita tentang bagaimana para Blackid Curcolian ini melewati dan memecahkan case pertama mereka. Sementara itu mereka harus berpacu d...