3,14 (Phy)

9 0 0
                                    

Biological Mother Restaurant 23:12

Empat anak muda bermantel tebal memasuki restoran termewah di Newweek, rasanya tidak mungkin jika tempat ini dihuni banyak tikus. Terlihat restoran ini bercorak seni dari negara West Sumatera, aneh sekali jika ada karyawannya yang tidak mampu berbahasa asing selain bahasa inggris. Tidak perlu berbahasa Newweek, minimal bahasa minang harusnya mereka paham semua. Karena pastinya pemilik restoran keturunan bangsa Minangkabau. Ah entahlah, semoga Yati tidak salah.

Layaknya eksekutif muda yang tengah menghabisi malam minggu bersama atau tengah menikmati hari-hari terkahir untuk hidup, mereka memesan tempat duduk di dekat lukisan The Big Clock.

"Kita akan baik-baik saja Ann, aku janji." Fakri mencoba menenangkan orang yang paling disayanginya ini. Hatinya sedikit tergores melihat Ann sepertinya begitu khawatir dengan keselamatan dirinya dan sahabat-sahabatnya.

"Sudah kak Ann, sekarang ini bukan waktunya untuk menangis. Kami butuh dirimu untuk berpikir. Cuma kamu yang instingnya paling tajam di antara kami." Sembari memeluk, Yuki menggenggam tangan Ann yang menyandar di bahunya.

"Iya, karena insting itulah aku merasa aku akan kehilangan kalian semua! Kemarin Rain, aku tidak mau kehilangan kamu, Hasna, Yati dan Fakri juga!" ucapnya dengan terisak.

"Selamat malam nyonya-nyonya dan tuan. Terimakasih telah mengunjungi restoran kami di malam yang larut dan dingin ini. Ini daftar menunya, silahkan dipilih." Seorang pelayan tiba dengan senyum ramahnya.

Mereka teringat kodenya. Hasna angkat bicara "Vi"

Dahi lebar sang pelayan terlihat mengerenyit, kemudian bertanya keheranan, "maksudnya nyonya?"

Hasna ingin mengulang, namun dicegah oleh Yati. Bagi Yati jawaban yang diulang itu percuma, seorang Blackid tidak mengulangi jawabannya meski diminta. Ia pun tidak ingin terlihat bodoh dihadapan Dementor yang pastinya memantau aktifitas mereka.

"Lima menit lagi kembali kesini, kami sedang menunggu seseorang." Disertai senyum tipisnya, Yati mencari alasan. Pelayan itu pun membalas senyumnya, permisi dan melangkah pergi.

"Bukan itu maksud tikus pecundang itu. Itu bisa jadi sebuah kode yang mengarah pada cipher. Lagian kita tidak tahu siapa pelayan yang tidak mengerti berbahasa asing selain bahasa inggris." Yati menghela nafas kemudian melanjutkan, "Hasna, berkeliling sebentar di sekitar tempat ini. Perhatikan daerah sekitarnya, seperti toko-toko, tulisan-tulisan, pejalan kaki, atau apapun yang menurutmu menunjukkan sebuah arti! Paham?"

"Aku ditemani siapa?"

"Kau sendiri, aku butuhkan yang lain di sini. Kau sangat cerdas dalam memecahkan kriptograf, jadi aku yakin kau bisa. Waktu kita tinggal setengah jam, lima belas menit untukmu." Hasna hanya mengangguk pelan, segera berdiri dan melangkah keluar.

"Yuki, perhatikan semua pelayan. Menurutmu siapa yang berwajah Malay, Chinesse atau Eropa dan terlihat masih kaku berbahasa Newweek. Cari yang paling mencurigakan, catat di ingatanmu baik-baik." Yuki hanya diam, tetapi memahami dengan baik perintah Yati. Matanya lihai melihat para pelayan dan memperhatikan gerak-geriknya, sikap mereka dalam berjalan dan melayani, juga bahasa yang mereka ucapkan.

"Fakri, baca ulang case ini! Temukan arti dari huruf V itu! Kau yang selalu memecahkan cipher dengan tepat. Waktumu tidak banyak." Fakri mengeluarkan kertas itu kemudian hanya diam mematung. Otaknya yang bermain.

"Ann sayang, intuisimu hebat. Rasakan dan pikirkan semua ini dengan tenang ya. Aku masih kagum padamu saat dirimu tiba-tiba menunjukkan pada polisi tempat pecundang itu bersembunyi. Jadi aku mempercayaimu untuk mencoba menebak case ini." Ucap Yati seraya merengkuh sahabatnya yang masih belum tenang sepenuhnya ini.

V in CASEWhere stories live. Discover now