Two Sides

40 3 2
                                    


TWO SIDES

"Karena siapapun bisa menjadi jahat ...."

Prolog

Anak itu merintih. Luka di sekujur tubuhnya mulai mengering. Bibir pucat dan kering bergetar tiap kali erangannya keluar. Tidak ada yang menolong. Mencari pun tidak. Entah sudah berapa lama dia terkurung dalam ruangan sempit dan pengap itu. Dia tidak tahu. Bukan. Dia bahkan tidak mengerti kenapa harus mengalami semua ini.

Matanya memejam erat ketika kilas bayangan saat dipukuli datang lagi. Rasa sakit kembali terasa. Ia berteriak, menyuarakan ketakutan dan kesakitannya. Meski, tidak ada suara yang keluar.

Pintu terbuka dengan kasar. Suara langkah kaki memasuki gubuk yang sudah tak terpakai. Seorang gadis belia memekik tertahan ketika ekor matanya menangkap sosok anak kecil dengan tubuh terikat terkulai lemas di sudut ruangan. Perlahan, ia melangkah mendekat. Memeriksa keadaan anak kecil itu. Masih hidup atau sudah ....

"Bernapas," gumamnya. Lalu berlari keluar dari gubuk.

Dengan napas yang terputus-putus, anak kecil itu berusaha memanggil gadis yang baru saja masuk lalu pergi lagi. Namun usahanya tidak membuahkan hasil, gadis beraroma harum itu tinggal menyisakan wanginya. Satu-satunya yang ia harapkan malah pergi meninggalkan. Dadanya mulai terasa nyeri untuk bernapas. Dia sudah tidak tahan lagi. Mungkin inilah saatnya ia pergi ke tempat yang lebih damai—seperti kata ibu dahulu—dimana penderitaan yang selama ini ia alami akan berakhir.

Namun tepat sebelum ia sepenuhnya tak sadarkan diri, ia mencium lagi aroma harum. Gadis itu kembali, bersama dua orang dewasa lain. Lalu, ia tidak ingat apa pun lagi selain terbangun di kasur yang empuk dan ruangan dengan warna-warni lucu. Matanya menyipit, memperjelas penglihatannya.

"Kamu sudah sadar, Dik?" Suara itu membuat perhatiannya teralih. Seorang gadis tersenyum lebar hingga matanya menyipit. Dia tak mengenal gadis itu. Tapi aroma harum yang menusuk hidung membuatnya teringat sesuatu. Sesuatu yang begitu menyakitkan, gelap, dan dingin.

"Aaakh!" Tiba-tiba saja ia berteriak. Sakit di kepalanya kian menjadi ketika serpihan-serpihan ingatan yang menakutkan datang memenuhi pikirannya. Anak kecil itu menjerit sekuat yang ia bisa hingga tenggorokannya terasa perih lalu tak sadarkan diri.

Gadis beraroma harum terperanjat. Panik, ia berteriak meminta bantuan.

****


Two SidesWhere stories live. Discover now