Bab 1 ; Monster yang mati

36 2 0
                                    


"Gimana? Sudah berhasil ditangkap?'' tanya seorang gadis berambut ikal pada seorang pemuda yang sedang fokus pada layar komputer. Pemuda yang masih mengenakan seragam putih-abu pun mengangguk menanggapi. "Jadi, sudah tau siapa pelakunya?" lanjutnyabertanya.

"Sudah," jawab Aksa—pemuda berseragam putih-abu—lagi-lagi tanpa menoleh. "Ayahnya."

"Apa?" Gadis ikal itu memelotot. "Bohong," desisnya. Sungguh, ia tidak percaya. Meski ucapan pemuda itu selalu benar, saat ini terdengar mustahil mempercayai apa yang ia ucap.

"Aku tidak pernah berbohong. Apalagi tentang kasus yang serius," jawab pemuda itu, serius. Ia menatap Rachel. "Bagaimana kabar Kenta?"

"Siapa?" tanya Rachel.

"Anak itu, namanya Kenta," jelas Aksa.

Gadis dengan harum yang unik itu menarik diri untuk mendekat pada pemuda yang sudah dikenalnya belasan tahun. "Darimana kamu tahu namanya?"

Aksa terdiam sejenak. "Sudahlah. Katakan saja bagaimana kondisi anak itu."

"Dia ...,"—Rachel menarik napas dalam—"sepertinya mengalami trauma. Dia tak henti-hentinya berteriak ketakutan dan kesakitan. Dia bahkan menghindariku."

Rahang pemuda jangkung itu mengeras. Tidak bisa membayangkan betapa mengerikan kejadian yang dialami oleh seorang anak kecil. Yang seharusnya mendapat kasih sayang dari kedua orangtua, pada kenyataan dia hanya mendapat luka luar dan dalam. Dari ayah kandungnya sendiri. Ayah macam apa?

Tidak, dia bukan seorang ayah. Dia hanyalah monster, pikir Aksa.

Pemuda itu kemudian menggerakan jari-jemarinya dengan lincah diatas keyboard, kedua ekor matanya tak terputus dari layar. Dia bertekad akan menemukan ayah Kenta secepat mungkin.

Semilir angin berembus. Menggerakan anak-anak rambut kedua anak manusia di dalam ruangan yang tertutup rapat. Rachel memeluk tubuhnya sendiri, mendadak ia merasa kondisi ruangan semakin dingin. Dia menggapai remote AC—hendak menaikan suhu, lalu terpaku karena alat pendingin ruangan dalam kondisi tidak menyala. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri bergantian. Memeriksa ruangan itu. Tidak ada ruang ventilasi di sana selain sela-sela pintu yang tertutup. Rachel termangu. Angin darimana?

Bulu kuduknya berdiri.

"Dapat!" Rachel tersentak. Hampir ia melompat kalau saja Aksa tidak tiba-tiba memeluknya. Pemuda itu melepas pelukan dan menatap gadis di depannya dengan mata berbinar dan senyuman lebar.

"Aku menemukan suatu hal yang penting," jelas Aksa tanpa diminta. "Selain penyiksaan pada anaknya sendiri, ayahnya Kenta juga membunuh istrinya sendiri."

Rasa takut yang dirasakan Rachel menguap, terganti dengan rasa yang bahkan ia sendiri tak bisa menjelaskan. Bukankah itu hal yang sangat mengerikan? Lalu mengapa temannya itu terlihat senang?

"Jadi, kamu merasa senang dengan informasi yang kamu dapatkan itu?" tanya gadis berambut ikal itu sinis. Mata bulatnya menyipit tak suka.

"Bukan itu yang membuatku senang," jawab Aksa. Rachel diam, menunggu kalimat yang akan dilontarkan pemuda itu. Aksa membuka suara, raut wajahnya berubah datar. "Aku menemukan tempat monster itu bersembunyi."

"Jangan bercanda," desis Rachel. Sedangkan pemuda bermata sipit yang kini melipat tangannya di dada hanya menggerakkan dagunya. Menyuruh Rachel melihat apa yang tertera pada layar komputer yang menyala. Matanya membulat. Entah bagaimana caranya—ia tak pernah mengerti—pemuda itu menemukan seluruh data ayah dari Kenta. Termasuk, posisinya sekarang yang ternyata tak jauh dari tempat mereka. "Mustahil," gumam Rachel, "darimana kamu dapat semua ini?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 19, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Two SidesWhere stories live. Discover now