PROLOG

34 4 4
                                    

Medan, 20 Maret 2040

Hai,

Perkenalkan. Aku Kayla.

Hari ini aku pulang larut karena tugas menumpuk. Aku segera beranjak dari kantorku dan segera beranjak menuju rumah. Rindu untuk menghabiskan waktu dengan anak-anakku.

Aku keluar dari Taxi, Menghela nafas berat sebelum menyunggingkan senyum, memperbaiki mood karena menjalani hari sibuk. Aku berjalan menuju pintu dan membukanya perlahan.

"Syalom,"

Namun, tidak ada yang menjawab. Bukannya merasa khawatir, aku di rundung bingung karena melihat lilin yang berbaris rapi, membentuk pagar lilin yang menurutku sangat cantik. Karena penasaran, aku segera melangkah perlahan mengikuti alurnya. Sayup-sayup kudengar suara music familiar yang membuat flashback akan masa-masa indah sebelum aku berada di masa ini. Betapa terkejutnya aku saat aku memasuki koridor, foto-foto yang berjumlah ratusan tergantung di langit-langit rumah, menyambut setiap langkah yang aku ambil. Foto-foto itu sudah lama sekali. Diambil ketika aku masih kuliah sampai aku memiliki dua buah hati kecil.

Aku terpana saat menatap seseorang yang menungguku di ujung koridor dengan kue tart di tangannya. Seulas senyum mengembang di wajahnya, dia menghampiriku membawa ikut serta anakku yang sedari tadi bersembunyi di balik badannya yang kekar . Momen ini sekilas menjadi sangat romantis, backsound yang terdengar entah darimana membuatku semakin menikmati suasananya.

"Happy Anniversary, sayang,"

Aku merengkuhnya, merasakan kembali hangat tubuhnya yang kurindukan. Entah sudah berapa lama sejak terakhir kali aku mampu merasakan dekapan familiar ini. Mungkin dua bulan yang lalu sebelum ia harus kembali patroli ke laut.

"Mama,"

Kedua anakku menarik setelan kantorku, segera aku memeluk dan mengecup dahi mereka. Hari ini, aku mendapatkan kejutan manis yang tidak terduga. Hanya aku, suamiku, dan kedua anakku. Aku mencintai mereka. Dan aku bersyukur masih bisa berkumpul dengan mereka.

Aku menghabiskan waktu menonton film bersama. Suamiku nampaknya sangat antusias untuk merayakan hari jadi kami. Buktinya, ia mendatangiku di saat seharusnya dia masih bertugas di luar sana. Ia tidak pernah mendahulukan apapun di atas tugasnya sebagai seorang abdi negara. Ketika diberikan komando untuk bertugas, dengan sigap dia bukanlah suamiku, tapi seorang abdi negara yang loyal dan professional. Tidak boleh menolak tugas dan amanat adalah kewajiban nomor satu. Dan aku tahu apa yang menimpanya setelah ini.Karena tuntutan pekerjaan, aku dan dia harus sering terpisah.

Aku tidak menyalahkan profesi yang ia geluti, karena aku pun memiliki profesi yang sama dengannya. Hanya saja ia lebih berat. Ketika aku bisa menikmati hawa dingin AC kantor, ia mendapat tugas berhadapan dengan penyelundup liar berbahaya di tengah terik matahari dan dinginnya malam.

Walau berat, aku bersyukur masih bisa bebas menatapnya malam ini. Ia tertidur setelah filmnya habis. Aku yakin dia sangat lelah, menghabiskan waktu dan kesempatannya untuk berjumpa denganku di tengah tugasnya yang luar biasa menumpuk.

Terkadang aku berfikir apakah aku sanggup berada di sampingnya sebagai seorang wanita kuat dan mandiri. Dan ada saat dimana aku ragu untuk menjalani ini dengannya. Tapi, entahlah, kenangan perjalanan bagaimana kami bisa sejauh ini, dan betapa tulusnya dia kepadaku, seperti memberi suntikan kekuatan untuk bertahan.

Saat aku menutup mataku dan merengkuhnya, aku bisa mengingat setiap momen sejak awal kami berjumpa hingga bisa seperti ini.

***

Custom And ExcosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang