"Kring kring kring" bel tanda masuk bergema di seluruh penjuru kelas. Tari yang sudah hampir sampai di depan kelas menghentikan langkahnya saat melihat Via sahabat kesayangannya memegang sebuah amplop berwarna biru muda.
"Via". Tari mencoba memberanikan diri menyapa sahabatnya. Namun Via tak bergeming, ia tetap pada fokusnya, amplop biru muda.
"Via kamu dapat amplop itu dari mana?." Tari merebut amplop biru muda di tangan sahabatnya. Yang tak lain adalah amplop miliknya." Tari seandainya aku tahu, kalau kamu..." Via tak sanggup untuk melanjutkan perkataannya.
Via terduduk lemas di lantai koridor kelas. Ia masih tak bisa percaya dengan apa yang hari ini terjadi.
"Via." Tari merangkul bahu sahabat kesayangannya.
Dengan tangan gemetar Tari merobek amplop biru muda di tangannya. Amplop pemberian pujaan hatinya." Via, aku tahu sejak kamu mulai mengenal perasaan itu, kamu selalu memikirkannya. Memikirkan pujaan hatimu yang juga pujaan hatiku. Aku jatuh cinta padanya sebelum kamu mengenal perasaan itu. Aku tidak tahu harus berbuat apa ketika sahabatku juga mencintai pujaan hatiku. Aku tak pernah mengungkapkan semuanya, sebab aku tak ingin ada duri dalam persahabatan kita. " Bulir bulir jernih mengalir begitu saja di pelupuk Tari.
Via menggenggam erat tangan sahabatnya, ia menghapus air mata Tari.
" Dalam berbagai hal kita sama, tapi kenapa dalam hal perasaan harus sama rasa?."
" Maafkan aku yang egois, yang hanya memikirkan perasaanku. Aku tak pernah tau kalau laki laki pujaanku justru memujamu." Maafkan aku Tari." Ketulusan terpancar di mata Via.
" Kamu gak salah Via, gak ada yang salah. Memang rasa ini tumbuh subur dan berkembang dengan sendirinya, tapi aku tak pernah menyiram dan memupukknya. Aku hanya terlalu pasrah dengan rasa ini. Mulai sekarang akan aku basmi perlahan namun pasti virus cinta ini. Aku tak ingin nantinya terlalu banyak memikirkannya. Memikirkan seseorang yang belum tentu jodohku. " Tari berbicara dengan penuh keyakinan.
" Maksud kamu?." Via terbelalak matanya melotot mendengar penuturan Tari.
" Maksud kamu, kamu mengikhlaskannya?." Via mengulangi perkataannya." Cinta tak harus memiliki bukan?. Jika memang dia jodohku, tulang rusuk tidak akan pernah tertukar. Jika ternyata dia jodoh sahabatku, aku ikhlas." Tari memeluk Via, begitu erat.
Via meneteskan air matanya, ia sangat bersyukur memiliki sahabat yang begitu dewasa pemikirannya, sahabat yang selalu mengingatkannya pada kebaikan, Tari lah sahabat terbaiknya.Via membalas pelukan Tari begitu erat, seolah tak ingin melepaskan pelukan Tari selamanya.
"Subhanallah". Lirih Danu dengan mata berbinar. "Ternyata cewek yang selalu umi lo ceritain emang bener - bener the best, kagum ana." Danu menggelengkan kepalanya melihat drama persahabatan antara Via dan Tari.
" Biasa aja dong, calon ana tuh. Mendengar penuturan Danu, Arya terbakar api cemburu, meskipun ia tahu itu hanya lelucon.
" Yaelah enggak- enggak kalau ana tikung, takut amat.
" Berisik banget anta, udah lah cepetan kita urus syarat- syarat lomba, supaya minggu depan ana bisa kesini lagi."
" Yaelah modus anta!." Ucap Danu sambil mengekor di belakang Arya.
Dalam hati Arya pun sama dengan Danu, mengucap Subnallah melihat kedewasaan dan keikhlasan Tari. Arya pun kini mengerti bagaimana calon pilihan umi nya yang akan ia khitbah setelah gelar masternya tercapai.
SELESAI😊
Ditunggu kritik dan sarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Teenegers
Short StoryAssalammu'alaikum☺. Kenalin nih pendatang baru, mau belajar nulis😂. Kali ini mau mau nulis kumpulan cerpen remaja. Cerpen fiksi, tapi ada true story nya juga. Dibaca ya, jangan lupa kritik dan sarannya.