"Ta-yong?" Tanyaku
"Bukan, tae-hyeong"
"Tehyung? Tahyung? Hyung? Tae?"
"Hahaha kamu ini lucu, panggil saja Dika" kata Taehyung dengan senyum kotaknya.
"Dika? Kenapa harus Dika? Kamu ini sebenarnya siapa? Dika atau Hyung?" Tanyaku sambil menyeruput coklat hangat untuk melancarkan pikiranku.
"Aku ini lahir di Daegu, Korea. Pindah ke Indonesia sejak 2006, nah sudah 13 tahun di Indonesia. Nama Koreaku Kim Taehyung, dan karena tetanggaku kesusahan manggil aku, jadi orang tuaku menamaiku Aditya Mahardika."
"Oh begitu... Oh iya, kenapa kamu bisa tahu kalau aku di tepi sungai?"
"Karenaaaa.... ganti bajumu dulu. Lantainya semakin basah karena bajumu."
"Eum... baiklah baiklah" kataku sambil menerima hoodie darinya dan berjalan menuju toilet.
***
Ketika hoodie milik Dika kupakai, semerbak bau parfumnya langsung membuatku menghirupnya dengan nikmat. Baru kali ini menghirup parfum lelaki yang cocok denganku.
Dengan sedikit merias diri dengan menata rambut, aku berjalan menuju tempat duduk yang tadi. Tempat duduk itu kosong dan hanya meninggalkan sisa minuman kami beserta kertas memo.
Isi kertas memo.
----------------------------------------------------------------------
Hai hoodie.Hubungi aku jika pemilik barumu merindukanku ㅋㅋㅋㅋㅋ
08xxxxxxxxxx
Pemilik sejati hoodie
디가----------------------------------------------------------------------
"Kenapa aku merindukan orang asing itu, aneh" kataku sambil tersenyum.
***
Sepanjang jalan, Alya hanya tersenyum dan berjalan mengikuti nada lagunya. Siapapun yang dia lihat akan dia sapa dengan sangat ramah. Berbeda dengan 5 jam yang lalu, dia hanya menatap lantai sampai berjalan. Dia seakan melupakan tentang apa yang nanti akan dia terima di istananya.
***
Sesampainya dirumah, Alya berjalan dengan sangat hati-hati menuju kamarnya yang berada di lantai 2. Beruntung suasananya sepi dan dia bisa berhasil masuk dalam kamarnya.
'Huh.. beruntung' batinya sambil berkaca.
Hoodie ini terlihat cocok untuknya. Hoodie big size hitam dengan wangi khas yang membuatnya terus terusan mengaca sambil menari.
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dengan kasar. Alya lupa menguncinya, sehingga seseorang masuk tanpa permisi. Jantungnya berdegub kencang.
"Alya be- BAJU SIAPA ITU!" Mata lelaki yang meneriaki Alya semakin tajam ketika menatap lamat-lamat hoodie yang dikenakannya.
"E-enggak ayah, i-ini hanya-"
"KAMU MAU JADI PEREMPUAN MURAHAN SEPERTI IBUMU ITU HA? KARENA ULAHNYA DIA MATI! DAN KAMU MAU MATI? DITANGAN AYAH SENDIRI?" suaranya semakin meninggi membuat air mata Alya dengan deras turun.
"A-ampun ayah, Alya nggak ngapa-ngapain. Ini hoodie temen Alya" suara lemah Alya keluar dengan segala ketakutannya.
"OMONG KOSONG!" teriak lelaki itu sambil menampar Alya dan membanting Alya ke lemari dengan keras.
"A-ampun yah, Alya jujur. Alya tadi kehujanan." Suaranya semakin lemah menahan rasa sakit.
"AWAS SAJA KAMU BERANI MACAM-MACAM SEPERTI IBUMU ITU!"
"AYAH! IBU ITU SAYANG AYAH, IBU ITU NGGAK SELINGKUH! AYAH YANG SEL-" belum habis Alya menghabiskan kalimatnya tamparan kedua melesat ke pipinya lagi.
"MASIH BERANI?!"
Alya menahan rasa sakitnya dengan diam. Semakin dia melawan, semakin dia kesakitan. Bisa jadi hari terakhirnya adalah hari ini. Setelah menatap Alya lamat-lamat, lelaki itu pergi dan menyerahkan undangan pernikahan lelaki itu sendiri dengan melemparkannya ke rupa Alya.
"2 minggu lagi, persiapkan dirimu" ucap lelaki itu ketus sambil keluar dan membanting pintu.
'Hidup ini sungguh tak adil, aku semakin lemah, sedangkan dia semakin kuat. Siapa yang tersakiti, dan siapa yang sebenarnya tersakiti?' Gumam Alya sambil menyeka air matanya.
Dengan sisa tenaga yang dimilikinya dia berkemas dengan tas berisi bajunya dan dilemparkan keluar jendela. Ia sudah tidak punya keinginan lagi untuk hidup berlimpah harta bersama ayahnya. Dengan selembar kertas buku catatannya, Alya pergi bersama kebenciannya.
***
"Ibu...." ratapan seorang gadis dengan suara parau yang duduk ditepi sungai.
"Sampai kapan?" Gumam gadis itu sekali lagi.
Tubuh mungil milik si perempuan itu perlahan jatuh kedepan. Dengan sigap, lelaki yang melewati sungai tersebut menahannya agar tidak jatuh kedalam air. Tubuhnya panas dan lemah. Tanpa berpikir panjang lelaki berpakaian hoodie hitam tersebut membaw gadis lemah yang malang itu ke rumahnya.
**********
"I-ibu? Dimana ibu?" Ucap Alya lemas tanpa membuka matanya.
"Hmm mengigau lagi.." gumam lelaki yang sedari tadi menunggunya disofa. Dengan sabar, ia mengganti kompresan air ke jidat Alya yang sudah membaik daripada jam 1 pagi tadi.
Dengan rasa kantuk berat, lelaki itu kembali tertidur. Baru kali ini tidurnya selalu terganggu dengan kata kata Alya yang terus mencari ibunya. Sudah berapa kali ia terbangun untuk mengganti kompresannya. Namun, ia tidak merasa kesal sekalipun. Ia merasa iba karena gadis itu. Kisahnya mirip dengan dirinya, yang pernah menyerah namun berhasil berjuang memperjuangkan hidupnya.
Detik demi detik. Menit demi menit. Jam demi jam lewat begitu saja tanpa membiarkan lelaki yang masih berhoodie gelap itu menikmati tidurnya. Alaramnya berbunyi dengan kencang. Ia lupa menyeting alaramnya untuk hari libur. Dengan mata setengah terbuka dia mencoba mematikannya perlahan. Tangannya mencoba meraih jam digital di meja tidurnya namun yang ia raih adalah jari lembut milik gadis itu yang juga mematikan alaram. Matanya tiba tiba terbuka saat jari gadis itu perlahan menggengam tangannya dan berkata "Jangan tinggalkan aku.."
Senyum kecil dari bibirnya muncul dan membuatnya terbangun. Dia bisa melihat jelas genggaman tangan gadis itu beserta mimik mukanya yang ketakutan. Dengan bisikan ia membalas "Baiklah, aku akan disampingmu selalu"
Gadis itu tersenyum dan malah mengenggamnya semakin erat, namun matanya masih tertutup. Mungkin sedang bermimpi? Lelaki itu pun tersenyum lebar melihat hasil kerja kerasnya semalaman terjaga karena gadis yang demam tinggi itu berhasil tersenyum. Dengan perlahan ia melepaskan genggaman Alya yang semakin lama semakin lemas. Ia bergegas membuat sarapan untuk mereka berdua.
**