senja

131 33 2
                                    

Sepekan telah berlalu, Jeno tidak merasakan adanya kemajuan apapun untuk menggapai Jaemin.

Bukannya Jeno tidak berusaha, tidak. Berangkat pukul 6 pagi sekarang sudah menjadi rutinitasnya. Sapaan selamat pagi selalu diberikannya pada Jaemin. Jaemin juga membalasnya sembari tersenyum ramah.

Namun, walau seperti itu Jeno belum pernah mengobrol lebih jauh dengan Jaemin. Bagaimana bisa mengajaknya mengobrol, saat datang saja Jaemin selalu tergesa seakan dia telat. Walaupun begitu dia masih menyempatkan membalas teguran Jeno lalu berlalu dengan tergesa. Bagaimana Jeno tega mengajaknya ngobrol. Ingin rasanya Jeno menggantikan kepala sekolah dan menghapuskan peraturan yang mengharuskan pujaannya berangkat segitu paginya.

Jangan kira usaha Jeno hanya sebatas itu saja! Saat jam istirahat dia selalu mendatangi kelas Jaemin tapi yang ia dapati kelas Jaemin masih pembelajaran atau kalau tidak ya koordinasi kelas. Jeno bisa saja memanggilnya di tengah kelas, namun dia segan mengingat kelas Jaemin adalah kelas aksel.

Saat pulang sekolah pun Jeno tetap berusaha mendekati pujaan hatinya. Niatnya hendak mengajak Jaemin pulang bareng lalu mampir ke cafe terdekat atau hanya sekedar berbincang ringan saja. Sungguh rencana yang bagus. Tapi hal itu masih belum juga terealisasi. Bagaimana bisa terealisasi jika saja saat pulang sekolah Jaemin mendapat kelas tambahan yang mana pulangnya sudah hampir larut malam. Jeno bisa saja menunggu namun, saat melihat wajah lelah Jaemin dia urung mengutarakan niatnya. Dia tidak tega.

Dia benar-benar ingin mengajak Jaemin mengobrol barang sebentar saja. Dia ingin mendengar suaranya, ingin mengenalnya lebih jauh, ingin menatap matanya yang berbinar indah, dan jangan lupakan senyuman manis pemuda itu.

Jeno resah, dia sudah berusaha tapi tidak ada hasil yang berarti. Dia sudah mencoba berbagai cara. Tapi sang pujaan hati serasa sangat sulit untuk digapai.

==

"Kau ada masalah?" tanya Mark setelah rapat osis berakhir. Ia menyadari jika adik kelasnya ini menjadi lebih pendiam. Hanya dengungan kecil yang ia dapatkan sebagai balasan.

"Hei Jen, kau kenapa sih?! Dari kemarin-kemarin murung mulu. Auramu itu bikin suasana tadi suram. Tau nggak!" tanya Mark setengah emosi.

Jeno masih diam menatap pintu ruang osis.

"Ya ampun Jen, kau kenapa sih. Dari kemaren melamun mulu. Kayak orang baru putus cinta aj-" ucapannya terhenti melihat Jeno menoleh padanya dengan tatapan yang sangat memelas.

"Hyung..."
"Astaga kau kenapa deh Jen, sungguh."
Kali ini suaranya melembut, sedikit khawatir.

"Beri tahu aku gimana caranya mendekati seseorang."

'Plakk' suara pukulan gulungan kertas menggema di ruang osis yang sepi itu.

"KAU! KUPIKIR MASALAH SERIUS TERNYATA CUMAN ITU. LAIN KALI PUNYA AURA JANGAN SURAM SURAM AMAT. KAU NGGAK LIAT TUGAS KITA YANG NGGAK SELESAI GARA GARA MEREKA TAKUT DENGAN AURAMU HAA" Mark mengeluarkan segala kekesalannya, dia terus memukuli Jeno dengan gulungan kertasnya.

"Aw, sakit hyung!" dia berusaha menghentikan pukulan Mark. Itu sakit melihat Mark yang sangat menggebu.

"Tapi serius, hyung. Aku benar-benar serius. Gimana cara hyung mendekati haechan dulu?" nada suara Jeno mulau serius. Mau tak mau Mark menanggapinya.

Morning Dew | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang