Seharusnya Malu

4 1 0
                                    

Jam menunjukkan pukul enam lebih empat puluh menit saat Azka berada di depan gerbang sekolah. Itu artinya, cowok itu terlambat sepuluh menit. Gawat! Azka mengambil langkah halus, berjalan sambil mengawasi keadaan sekitar, takut-takut kalau ada guru yang melihatnya datang terlambat.

Setelah berhasil menaruh tas di ruang kelas, Azka itu menghela napas ringan, lega karena tidak ketahuan oleh guru. Kemudian, cowok itu kembali cemas memikirkan bahwa dia harus bergegas ke lapangan untuk melaksanakan upacara bendera, sedangkan tidak ada satu pun atribut sekolah yang menempel pada seragamnya.

Menghabiskan waktu selama lima menit di dalam kelas, Azka tetap tidak menemukan solusi apapun. Lima detik setelah Azka memutuskan untuk menyerah, seorang siswa berjalan melewati lorong kelas. Dari gerak-geriknya, Azka yakin bahwa siswa tersebut adik kelas.

"Eh, Dek, Dek!"

Merasa terpanggil, adik kelas itu menoleh lalu berjalan menghampiri Azka.

"Ada apa, ya, Kak?" tanya adik kelas itu.

"Eh, siapa nama lo?"Azka membaca sebaris nama di bagian dada kanan seragam adik kelasnya, "Dhamar, pinjem topi, dasi, sama ikat pinggang lo, dong!"

Dhamar melongo, terkejut dengan perintah kakak kelasnya yang terkenal nakal itu.

"Eh, jangan bengong!" Azka mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Dhamar, "Gue serius!"

"Ta -tapi, Kak, saya, 'kan, juga mau pakai?" jawab Dhamar yang terdengar seperti pertanyaan di telinga Azka.

"Ya elah, poin lo udah sebanyak apa, sih, selama sekolah? Nggak sebanyak gue, bukan? Jangan perfeksionis banget! Buruan, Dek, gue mau turun, sebelum ada guru yang patroli ke kelas-kelas!" Bentakan Azka membuat Dhamar mati kutu. Terpaksa, Dhamar melepas semua atribut dan menyerahkannya pada Azka.

"Oke, thanks, ye! Jasa lo nggak bakal gue lupain. Gue duluan." Azka memakaikan semua atribut itu sambil berjalan dengan terburu-buru.

***

"Di depan ini contoh murid yang tidak taat aturan. Sudah jelas di buku tata tertib tertulis, bahwa setiap murid wajib memakai atribut sekolah dengan lengkap." Suara Bu Nina terdengar sampai ke barisan paling belakang, tempat Azka berdiri.

Cowok itu tertawa geli, lalu berbicara pada Zidan, teman sekelas yang berbaris tepat di sampingnya.

"Lo tahu, nggak? Semua atribut gue punya cowok yang lagi di hukum di depan, namanya Dhamar!"

Zidan kaget akan perkataan Azka. Cowok itu tidak habis pikir dengan temannya sendiri.

"Lo gila, ya? Lo udah merebut hak orang lain, tahu? Balikin sekarang ke orangnya! Jangan jadi pecundang lo!" Zidan menyemprot Azka dengan kalimat tajamnya.

Azka tidak terima dengan perkataan Zidan, "Apa maksud lo ngatain gue pecundang? Gue cuma nggak mau kena poin lebih banyak lagi!"

"Lo pikir cara lo keren? Nggak! Percuma lo sekolah kalau moral lo buruk! Kayak nggak ada pendidikan."

Merasa tertampar habis-habisan dengan kalimat yang telah dilontarkan Zidan, Azka mengambil langkah maju ke depan, menghampiri Bu Nina dan mengakui kebohongannya dengan lantang, sampai menjadi pusat perhatian. Azka juga meminta maaf pada Dhamar dan mengembalikan semua atributnya.

Azka sadar bahwa dia salah, dan dia siap untuk menerima hukuman apapun. Namun, Bu Nina tersenyum dan berkata, "Atas kejujuran kamu, Ibu tidak akan memberi kamu hukuman, tapi tolong, lain kali jangan diulangi. Mengerti, Azka?"

Azka hormat pada Bu Nina, "Siap, Bu! Terima kasih!" Cowok itu mencium tangan gurunya lalu kembali ke barisan belakang dengan perasaan tenang.

[]

a/n: halo lagi, wattpad. cerita ini kubuat untuk keperluan sekolah. terima kasih sudah membuatku ingat lagi tentang bagaimana caranya membuat cerita. :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FRAGMEN KEHIDUPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang