What The Hell Is Happening?! (Part 1)

358 62 3
                                    

Suara jam weker terdengar mengisi ruangan. Wooyoung yang masih berbaring dalam keadaan tengkurap itu sama sekali tdiak berniat menghentikan dering jam weker; ia terlalu malas untuk bergerak secepat itu di pagi hari.

"Hey... Bangun,"

Samar-samar terdengar suara berat khas baritone menyapa kedua indra pendengarannya yang sudah lebih cepat berfungsi dibandingkan kedua matanya yang masih terasa sepet.

"Hmm? Apa?" Dengan sedikit rasa enggan Wooyoung menyahut.

Sungguh. Ia tidak tahu Yeosang bisa semenyebalkan ini di pagi hari.

"Kau ini bagaimana 'sih? Katanya kemarin ingin dibangunkan lebih pagi?" Suara yang sama kembali menyapa telinganya.

Dalam keadaan di mana jiwanya belum sepenuhnya terkumpul itu Wooyoung sama sekali tidak bisa berpikir. Meski demikian, ia seratus persen tahu bahwa ia tidak pernah meminta dibangunkan lebih pagi—karena seorang Jung Wooyoung bukanlah morning person.

"Apasih?" Gumam Wooyoung cepat; suaranya kabur karena disela oleh suara gumaman tak jelas.

"Jangan bilang aku tidak membangunkanmu, ya."

"Hmm—" Kembali Wooyoung merespon dengan gumaman sembari membalik tubuhnya ke sisi lain.

Langkah kaki terdengar menjauhi ruangan diikuti suara pintu yang ditutup membuat si pemuda Jung yakin bahwa teman sekamarnya itu sudah keluar kamar meninggalkannya. Keadaan pun menjadi lebih tenang. Yang terdengar hanyalah suara mesin AC dan hembusan napasnya sendiri. Sesekali memang samar-samar suara di luar kamar terdengar, namun itu tidak masalah.

Wooyoung kini berbaring di sisi kiri tubuhnya; punggungnya menghadap ke arah pintu. Lelaki yang lahir pada tahun 1999 itu memeluk guling dengan erat. Mimpi aneh yang dialaminya semalam entah bagaimana melelahkan fisiknya.

Mimpi yang samar-samar diingatnya itu sebagai mimpi yang didominasi oleh warna-warna membuat dirinya merasa terjebak di dalam sebuah ruang waktu. Ia terus jatuh semakin dalam—seperti Alice ketika memasuki rabbit hole.

Wooyoung tak yakin sudah berapa lama Yeosang meninggalkan ruangan tetapi perasaannya mengatakan belum lima menit. Dan ketika kembali terdengar suara pintu yang dibuka, Wooyoung bergegas berguling ke samping—karena ia tidak bisa langsung duduk dari posisi tidur—untuk bangun. Tanpa disangka, wajahnya bertemu langsung dengan pembatas kayu.

DUG!

"Aduh..."

"Astaga! Apa kau baik-baik saja?"

Kedua mata Wooyoung yang masih sepet langsung terbuka lebar ketika ia mendengar suara yang begitu dikenalnya.

"Y-yunho?"

Kedua netranya bertatapan langsung dengan si pemuda Jung satunya dan jantungnya saat itu juga langsung terpompa untuk bekerja lebih cepat.

".... Apa yang kau lakukan di sini?!"

Oh. Bahkan dalam keadaan yang belum sepenunya sadar itu pun Wooyoung dapat mendengar dengan jelas bagaimana suaranya bergetar. Deg-degan dan malu bercampur di sanubarinya. Tidak pernah sekalipun Wooyoung menyangka bahwa Yunho akan memasuki kamarnya di pagi hari; menyaksikan Wooyoung sang pemalas berleha-leha di tempat tidur.

"Tadi Mingi bilang dia butuh bantuan untuk membangunkanmu makanya aku ke sini," Yunho menyahut. Senyum tipis terukir di sepanjang garis bibirnya.

Yunho adalah sosok yang begitu rupawan. Sama rupawannya dengan anggota ATEEZ lainnya. Namun, bagi Jung Wooyoung, Jung Yunho adalah yang paling rupawan. Kini otaknya terasa jauh lebih kosong dibandingkan beberapa saat lalu ketika ia baru saja terbangun dari tidurnya.

"... Wajahmu tidak apa-apa?"

"R-ra.. rasanya sedikit sakit." Jawab Wooyoung jujur. Lelaki berahang kuat itu benar-benar berada dalam no-filter mode.

Tawa pelan Yunho memicu detakan jantung Wooyoung. Pemuda bersurai keunguan itu merasa tak sanggup kalau harus menghadapi situasi seperti ini pada pagi hari.

"Pasti sakit, aku tahu. Suaranya kencang sekali 'lho. Apakah perlu cek dokter?"

"Tidak perlu. Aku yakin tidak separah itu..." Sahut Wooyoung pelan.

"Baiklah," ujar Yunho. Senyum masih terpatri di wajahnya. "Kalau begitu cepat mandi. Jangan membuat Mingi menunggu terlalu lama."

Wooyoung mengangguk mengiyakan meskipun ia tahu apa yang dibicarakan oleh sang lawan bicara. Lelaki itu bergegas duduk di tepi ranjang susun dan bersiap turun. Langkahnya terhenti ketika langkah Yunho—yang hampir mencapai pintu—juga terhenti.

"Oh iya. Ngomong-ngomong jangan beritahu Mingi." Yunho berbalik. Ia menatap Wooyoung dan senyum jahil muncul di kedua sudut bibirnya.

"... Jangan beritahu apa...?"

"Jangan beritahu Mingi aku barusan membiarkanmu memanggilku Yunho tanpa embel-embel hyung."

"Hah—?" Wooyoung benar-benar tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Yunho. Ia kehilangan arah pembicaraan tak jelas ini.

"Iya. Dia pasti marah ka—"

"YUUUUUUUNHOOOOOO!" Dari arah ruang tengah terdengar suara Mingi yang amat menggelegar memanggil nama sang belahan jiwa.

"JONGHO SUDAH BANGUN BELUM?"

Kedua alis Wooyoung tertaut dan bibirnya mengerucut. Kerutan nampak jelas di keningnya. Ia benar-benar tidak mengerti. Jelas-jelas saja Yunho baru membangunkannya—bukan si maknae—lantas mengapa Mingi membawa-bawa nama si pemuda Choi? Apakah Yunho juga baru membangunkan anak itu?

"SUDAH! NIH, ANAKNYA SUDAH TURUN DARI TEMPAT TIDUR!" Yunho menyahut, tak kalah nyaring, sembari melayangkan pandangannya pada Wooyoung dengan senyum terpatri di wajahnya.

"Kalian ini kena—" Belum selesai Wooyoung bertanya, lelaki kelahiran tahun 1999 sudah dikejutkan oleh sosok yang terpantul pada cermin yang terpasang tak jauh dari pintu masuk.

Seharusnya ketika bercermin seseorang melihat pantulan dirinya sendiri. Namun, justru yang dilihat oleh Wooyoung adalah Jongho. Choi Jongho. Si anggota termuda sekaligus main vocal groupnya sendiri.

Dengan kedua mata yang membulat dan mulut yang sedikit menganga, Wooyoung dengan panik melayangkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar. Kamar tempatnya berada saat ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan kamar tempatnya berbagi dengan Yeosang. Entah bagaimana nyawanya seolah terkumpul saat itu juga. Ia menyadari bahwa dirinya baru saja turun dari ranjang susun—yang mana sama sekali bukanlah bagian dari kamarnya dan Yeosang.

Boneka beruang berukuran raksasa yang bertengger di bangku di dekat lemari pakaian membuatnya semakin yakin bahwa ia sedang tidak berada di dalam kamarnya. Ia berada dalam kamar Mingi dan Jongho—karena boneka raksasa itu adalah kepunyaan sang maknae.

DRAP DRAP DRAP!

Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat, dan begitu Wooyoung kembali melayangkan pandangannya ke arah ambang pintu, di sana ia melihat dirinya sendiri—yang balas menatap dengan tatapan tertegun.

"Hai, Wooyoung-gun! Selamat pagi! Tumben sekali kau bangun sepagi ini," sapaan yang dilayangkan Yunho pada sosok yang baru datang itu benar-benar membuat Wooyoung lemas. Ia benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi.


━━━━━༻✧༺ ━━━━━

TO BE CONTINUED

━━━━━━━━━━━━━

SwitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang