2

35 6 0
                                    


*AUTHOR POV

Suara tetesan air infus itu terdengar jelas ditelinga seorang gadis bernama Aruna, samar-samar pandangannya menangkap cahaya ruangan. Bau yang khas akan rumah sakitlah yang pertama kali ia cium ketika hendak membuka matanya setelah sekian lama nya, yahh lama setelah kejadian sebulan lalu.

*Flashback on

"Udahlah run! kamu enggak ada hubungannya dengan semua ini, kamu tetep disini aja jagain Albert buat aku" ucap gadis berambut panjang itu sembari menepis tangan Aruna.

"Lin, apa yang kamu lakuin tuh gak bener, kita masih bisa mencari sesuatu hal yang baru gak mesti dengan bunuh diri! kamu bunuh diri sama aja kamu bunuh janin yang ada di perut kamu juga lin!" ucap Aruna pada Alin yang kembali memegang tangannya,

"Kamu nggak pernah ngerasain diposisiku Run! aku gamau ngelahirin anak ini tanpa ayahnya, aku gamau anak ini aku gamau pokoknyaaa Run!" ucap wanita itu menangis dipelukan Aruna, bagaimana tidak? ia memikirkan hidupnya nanti, memiliki seorang bayi dari hubungan gelap bersama kekasihnya Albert, sesudah Alin memberitahu Albert bahwa ia positif mengandung, semuanya baik-baik saja hingga Albert menghilang entah kemana bahkan Alin dan Albert pun belum menikah tapi karena Albert berjanji akan bertanggung jawab itu tetap saja tidak logis, kerja dalam waktu sebulan tanpa kabar? itu tidak mungkin, itu kabur!

"Maafin aku Lin, tapi aku mohon sama kamu tolong jangan bunuh diri, aku mohon" ucap Arun, tangisnya pecah. .

"Udahlah Run! lepasin aku!" ucap Alin mendorong tubuh Aruna dan pergi berlari ke tengah jalan, Aruna pun tersungkur di tanah lalu berdiri mengejar setelah melihat Alin berlari ketengah jalan.

"ALINNNNNNNN—" teriak Aruna saat mendorong Alin agar tak ditabrak oleh mobil yang hampir mendekati diri Alin,

.

.

.

tik. . . tik. . .
suara bunyi hujan, sedikit demi sedikit hujan pun makin deras. .
darah berceceran di aspal jalan, ya. . itu darah Aruna saat melindungi Alin, sahabatnya.

"Run—" ucap Alin tak percaya, ia menyaksikan badan sahabatnya itu terlempar sejauh 5 meter di hadapannya.

Darahnya, badannya, senyumnya yang manis itu tertutupi oleh merahnya darah yang bercampur air hujan.

*flashback off

"Dek Arun udah bangun tah? Allahu Akbar, akhirnya dek Arun sadar" ucap suster yang baru melihat Arun terbangun, refleks Arun melihat suster itu yang dari tadi heboh memanggil dokter datang.

***

"Kalau kamu dengar suara kedip 1x ya" ucap dokter selesai menyenter mata Aruna, Aruna pun berkedip sekali dengan pelan.

"Coba ikutin arah jari saya" ucap dokter itu lagi sambil menggerakan jari telunjuk nya dihadapan Aruna,

Aruna pun mengikuti arah jari dari dokter tersebut dengan menatapnya pelan. Dokter bernama Nathan pun memperbaiki kacamatanya yang sama sekali tak goyah dari tempatnya, merasa sedikit takjub karena pasien nya yang koma selama sebulan ini mendapat perubahan yang cepat.

"Coba kalau goyangkan bagian badan kamu, terserah bagian mana, tapi pelan saja tidak usah di paksakan oke?" ucap dokter itu sembari memegang papan yang isinya tentang data diri pasien bernama Aruna, Aruna pun menggoyangkan jemari nya pelan dan kakinya "u-uh" rintihan kecih dari mulut mungil Aruna,

"Sepertinya kamu harus kemo terapi agar bisa kembali membiasakan anggota tubuhmu bekerja, bagaimana kalau coba kemo terapi seminggu?" ucap dokter itu pada Aruna. Aruna pun terdiam sempat terbesit dalam pikirannya,

A.R [J.SOMI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang