09. Mencari Team

92 14 0
                                    

Setelah peristiwa di mana Jae meninggal dengan cara yang sangat mengenaskan, banyak mahasiswa yang berlarian tanpa arah. Mereka dilanda ketakutan luar biasa.

“Apakah ini nyata?” teriak Yuna, ia lalu berhenti untuk berlari.

“Apa maksudmu?” tanya Zaden, lalu membalikkan tubuhnya. “CEPATLAH PERGI! KAU INGIN MATI?!”

“Seseorang mati tepat di hadapan kita, dan ini adalah pembunuhan! Kita bisa melaporkannya!” serunya, kedua matanya menelisik setiap ruangan. Ada kegelisahan yang sedang melandanya.

“Bagaimana kita melaporkannya?” tanya Sastra, ia berjalan mendekat dan mendorong bahu bergetar Yuna.

“Tidak usah kasar terhadap wanita!” geram Zaden.

Sastra tersenyum remeh, ia menatap Zaden yang tinggi tubuhnya lebih pendek darinya. “Ah, sialan! Mengapa kau ikut campur?! Lalu, apa katamu? Jangan kasar terhadap wanita? Bolehkah aku menertawakanmu?” tanyanya, lalu mendorong bahu tegap Zaden hingga mundur beberapa langkah. “Apa kau begitu menyukainya?”

“Apa maksudmu! Otakmu tidak bisa bekerja, ya? Berpikirlah! Kita semu—“

“Bukankah kita memiliki 4 mahasiswa hukum? Setahuku ada kau, Luna, Aiden dan juga Paul.” Joshua kini memotong ucapan Zaden, begitu melihat tatapan yang diberikan oleh lelaki tersebut. “Maaf... bukan maksud memotong pembicaraanmu, hanya saja—aku tidak suka ada keributan. Aku harap kalian mengerti.”

“Lalu, apa maumu?” tanya Sastra.

Joshua menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Tidak bisakah, kita berpikir lebih luas? Di saat seperti ini, kita tidak seharusnya beradu argumen.”

“Lal—”

“Ada apa? Mengapa kalian menyebut namaku? Siapa yang memanggilku?” tanya Aiden dengan cepat.

“Bukankah kau termasuk anak hukum?” tanya Joshua.

“Ya, benar. Lalu?”

“Kejadian tadi adalah pembunuhan, dan kita bisa melaporkannya!” seru Yuna dengan cepat.

“Dan kau mau, jika kita semua diselidiki juga? Tanpa kau tahu, kita bisa saja menjadi kaki tangannya, karena membiarkan dia mati seperti itu, tanpa adanya perlawanan dari kita. Dan, jika kalian menyangkalnya, pihak berwajib juga pasti akan meminta bukti nyata, agar bisa memperkuat alasan yang sudah kita berikan. Apa kalian memiliki bukti tersebut? Tidak, bukan?” tanya Aiden, membuat beberapa dari mereka hanya bisa menghela napas panjang.

“Kita bisa merekamnya!” timpal Joshua dengan cepat.

“Apa kau bodoh?” tanya Aiden. “Itu sama saja, seperti kita sedang melakukan sebuah pertunjukan. Manipulasi. Hukum dan jaksa, tidak bisa dibohongi dengan video seperti itu. Serta juga, kita perlu saksi. Di mana saksi yang kita miliki? Kita bahkan tidak memilikiny.”

“Kita semua adalah saksinya!” teriak Yuna.

“Maka dari itu, lakukanlah sendiri. Jangan melibatkan orang yang tidak bersalah, hanya karena keinginan cerobohmu itu,” ucap Aiden.

“Mengapa kamu sangat tenang, Aiden? Mencurigakan sekali,” tanya Joshua.

Aiden tersenyum, ia membenarkan letak kacamata yang bertengger dengan indah dari pangkal hidungnya. “Lalu, haruskah aku panik seperti kalian?” tanyanya dengan senyum remeh. “Aku panik, jelas. Siapa yang tidak panik, melihat seseorang mati tepat di hadapan kita? Bukankah sangat aneh?”

Finding Werewolf!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang