Tragedi (1)

27.5K 3K 162
                                    

Mulmed : Iyes, dulu Aqel rambutnya panjang. Iyes lagi, dulu Aqel masih bisa nangis. Hm. Hm.

**

Vania bukan tak sadar ketika Felix mulai bangkit dari sofa. Berjalan menuju kamar paling ujung yang merupakan daerah kekuasaan Raquel, pria itu menyalakan lampu untuk menerangi ruangan yang gelap gulita. Helaan napas yang terdengar kemudian membuat Vania mendengus, karena itulah yang harus dihadapinya setiap hari, KAMAR BERANTAKAN. Dan karena tadi Felix datang dengan tujuan ingin menghabiskan waktu antara ayah dengan anak gadisnya, maka Vania akan mempersilakan pria itu untuk lebih dulu menikmati makanan pembukaan dari remaja pemberontak yang meskipun gelap mulai menyapa, masih tak jelas di mana rimbanya.

            Melirik lewat sudut mata, Vania mendapati Felix keluar dari kamar dengan setumpuk pakaian kotor di tangan. Tanpa kata pria itu memindahkan hasil ulah Raquel ke dalam keranjang cucian, melakukan hal yang sama dengan sepatu, lalu sekali lagi menghela napas karena Raquel juga meninggalkan tumpukan kaus kaki kotor di sana.

            Cepat-cepat menatap layar televisi agar tak ketahuan mengamati, Vania melemparkan tatapan sengit ketika Felix bertanya, "Di mana seprai bersih?"

            "Lemari," singkat, padat dan tidak bersahabat.

            Langkah kaki yang terdengar kemudian membuat Vania sadar kalau ia sudah memberi jawaban yang salah. Menjerit marah wanita itu mengejar Felix yang sudah melangkah masuk ke dalam kamar utama, lalu menabrak punggung pria itu hingga mereka hampir tersungkur.

            "Apa-apaan Vania?"

            "Kamu yang apa-apaan?!" Vania menyembur berang, "Siapa yang kasih kamu izin masuk ke kamarku?"

            Ekspresi Felix tenang ketika bertanya, "Di mana seprai bersih?"

            "Lemari."

            "Di mana lemarinya?"

            Vania menggertakkan gigi ketika menjawab, "Di dalam kamar Raquel juga ada lemari."

            "Ya, dan aku sudah memeriksanya sebelum bertanya padamu. Tidak ada seprai di sana."

            "BUKAN BERARTI KAMU BOLEH MASUK KE DALAM KAMARKU!"

            Kalau saja Vania sedang berada di kantor dan yang diteriakinya adalah staf junior yang tak becus bekerja, pastilah mereka sudah melarikan diri agar tak menerima amukan lebih mengerikan lagi. Tapi yang berdiri di depan Vania adalah Felix Wibowo, pria menyebalkan yang sayangnya adalah suaminya sendiri, dan bukannya takut pada lonjakan kemarahannya, pria itu justru mengangkat alis dengan binar tawa di matanya, "Di mana seprai bersihnya?"

            "Are you fucking deaf?!"

            "Di lemari ya kan?" salah satu sudut bibir Felix terangkat ketika pria itu mengulurkan tangan melewati bahu Vania, "Biar kuambil."

            "Don't you dare!" diiringi jeritan setinggi langit, Vania mengepalkan tinju lalu mulai menghajar bagian tubuh Felix yang bisa diciderainya, "Jangan sentuh barang-barangku!"

            "Ini nggak adil! Aduh!" Felix mencoba membela diri sambil mengaduh kesakitan karena pukulan brutal Vania, "Aku dilarang menyentuh lemarimu, tapi kamu menyentuhku di mana-mana."

            Kepalan tangan Vania teracung di udara ketika kalimat itu meresap ke dalam benaknya, dan kesempatan itu digunakan Felix untuk merangsek maju, "Gotcha!" serunya dengan seringaian licik.

R A Q U E LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang