Saat ini dihadapanku, duduk seorang lelaki hebat dengan senyumannya yang tak pernah bosan ku pandang setiap kali kulihat. Ia menyodorkan kotak kecil berwarna putih bersematkan cincin ditengahnya kemudian mengucapkan kalimat yang membuatku tak bisa menolak tawarannya. Ya, aku dilamar dan aku sangat bahagia sekarang. Aku tak bisa bicara, ini terasa seperti kau baru saja menemukan rumah impianmu untuk tinggal selamanya. Tak habis ku menilai satu-persatu bagian wajahnya yang selalu mengingatkanku pada saat pertama kali kami bertemu. Aku ingat hari itu adalah hari jumat, sama seperti hari ini. ini bukanlah akhir, tapi awal yang baru.Betapa beruntungnya diriku bertemu dengan seorang pria yang pikirku adalah pelengkap dari segala kekuranganku. Bagaimana tidak, ketika orang lain berkata bahwa pasanganmu adalah cerminan dari dirimu, aku ragu setelah menemukannya. Dengan kepribadian sepertiku entah bagaimana aku bisa mendapatkan pria sepertinya. Kalau kalian bisa membayangkannya dia bak aktor terkenal Robbert Pattinson saat berperan sebagai Cedric Digory di film Harry Potter And the The Goblet Of Fire. Ah, sudah ini hanya perumpamaan. Aku berterima kasih telah dipertemukan dengan pria yang telah mengubah hidupku 180 derajat hingga akhirnya aku bisa sebahagia ini. Bahkan aku lupa dengan Hukum kehidupan yang mengatakan Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Yah, dia adalah Ega.
Bicara mengenai kepribadian, aku adalah seorang yang amat Insecure mengenai kekuranganku. mungkin sebagian dari kalian juga memiliki Self-Problem yang sangat mengganggu. Aku memiliki beberapa pikiran negatif terhadap diriku sendiri ditambah aku hanya bisa memendam segala yang kurasa tidak perlu diceritakan karena aku juga seorang introvert. Kupikir segalanya tidak perlu karena itu hanya akan membuat mereka kasihan padaku, aku tak suka itu. Sejak aku duduk dibangku kelas 3 SMA, aku merasa ada yang aneh. Kenapa aku selalu sendirian memikirkan ini semua? hingga aku pernah mencurahkan segalanya diiringi tangisan tersedu termasuk titik terendah dalam hidupku pada seorang lelaki yang entah aku merasa nyaman, tapi kami bukanlah siapa-siapa. Kalau kalian berpikir dia adalah Ega, kalian salah besar. Gerald Pieter, ia adalah salah satu teman yang akan kuucapkan terima kasih atas segala pencapaianku saat ini.
Ini adalah tahun terakhirku setelah 4 tahun menempuh pendidikan psikologi di perguruan tinggi terkemuka di kota ku. 4 tahun bukanlah waktu yang singkat dan bukan tanpa alasan aku memilih psikologi sebagai pendidikan terakhir sebelum melanjutkan karirku. Sejujurnya, itu bukanlah passion ku yang memang telah diakui oleh semua teman yang pertama kali mendengar bahwa aku akan mengambil psikologi sebagai bekal perjalanan karir, termasuk Gerlald. percayalah, awalnya ini adalah keputusan yang berat keluar dari zona nyaman dan memilih hal yang sangat jauh berbeda dengan diri sendiri. Banyak sekali orang yang meremehkanku dan menganggap bahwa psikologi hanya untuk orang yang bisa memberikan nasihat ke orang lain. sedangkan diriku? aku hanya seorang wanita pendiam yang selalu terlihat gundah dan selalu menyendiri. Aku tidak mudah membangun hubungan dengan orang lain. Aku lebih nyaman memiliki hubungan yang intim dengan seseorang. aku seorang Introvert. Namun aku tekankan disini, memilik kepribadian Introvert bukan berarti aku adalah Anti Sosial. Aku punya teman, namun relasiku tidak sebanyak yang kalian bisa bayangkan. Aku sangat bersyukur memiliki sedikit teman yang setidaknya mereka semua peduli padaku.
"Gerald, kau tahu apa yang kurasakan saat ini?" aku bertanya pada seorang lelaki terduduk dihadapanku yang tengah asik membaca buku biografi sambil meminum americano panas. Gerald menoleh kearahku kemudian diam, berusaha menganalisa kemungkinan yang terjadi lewat ekspresi wajahku. "Kau sedang bahagia. Ega memberimu sesuatu? kejutan barangkali?" dengan wajah yang amat biasa, gerald membalas pertanyaanku. Ia memang pintar menganalisa sesuatu, apalagi sahabatnya yang ada didepannya saat ini, ya itu aku. "Aku dilamar" dengan senyuman seraya melihat situasi dibalik jendela kafe yang diguyur hujan. Gerald menghentikan kegatannya, terdiam, lalu meletakkan buku yang belum selesai ia baca. "Apakah kau serius tentang hal itu??" Gerald bertanya dengan ekspresi meyakinkan. "Odi, apapun yang membuatmu bahagia aku pasti akan bahagia. Aku selalu berdo'a untukmu" dengan senyuman lebar Gerald yang menenangkan, terpancar kebahagiaan di wajah manisnya. namun entah saat itu Gerald tidak menanyanyakan apapun tentang Ega. mungkin hanya perasaanku saja bahwa malam itu ini ada yang berbeda dari Gerald.
"Apa yang harus ku persiapkan untuk hari bahagiamu odi? apakah beberapa lingerie untuk malam pertama?". "HAHAH kau selalu meledekku dasar beruang gendut". "Kita harus merayakan ini, odi. kau akan menjadi seorang Ratu sahabatmu ini sebelum kau menjadi permaisuri untuk seseorang." kami menghabiskan sore di kedai kopi kesukaan kami, membicarakan banyak hal yang ada dipikiran kami.
YOU ARE READING
YOUR CHOICE
General FictionPROLOG Tidak ada seorang pun yang bermimpi menjadi orangtua tunggal dari sepasang anak berusia 17 dan 19 tahun. Begitu pula tidak ada anak yang bisa memilih akan lahir dikeluarga seperti apa. Yang tidak sempurna atau kehidupan bak anak seorang kaya...