Bagian 2 - Kenangan

32 4 0
                                    

Hai, apa kabar?

Aku saat ini sedang berada di gedung belakang sekolah.

Duduk di kursi yang sering kita tempati dulu.

Tempat ini masih sama, masih seperti saat terakhir kita kemari bersama.

Kau ingat kolam ikan di depan itu?

Dulu kita selalu bahagia saat memberi makan Ikan-ikan itu, bukan?

Ikan-ikan itu masih sama Ren, mereka langsung mengerubung saat aku mendekat.

Aku masih mengingatnya dengan jelas, kau tertawa saat aku cemberut karena air kolam yang kau cipratkan padaku.

Bagaimana kau tertawa lepas,

Bagaimana kau menghindar saat ku kejar,

Kau yang tiba-tiba berhenti dan langsung menangkapku hingga kita berdua terjatuh.

Dan bukannya bangun, kita malah keenakan tiduran di rerumputan.

Haha lucu ya kita?

Orang bilang jatuh itu sakit, tapi anehnya kita malah tertawa.

Memangnya apa yang harus ditertawakan? Entahlah, kita tak tahu tapi kita tertawa. Itulah bodohnya kita.

Jujur saat itu memang sakit, saat kita jatuh dan kau tak sengaja menindihku. Kau langsung bangkit dan menarikku untuk duduk.

Saat tanganku sedikit tergores oleh tanah, dan kau langsung mengelus tanganku sembari meniupnya.

Perih memang sebenarnya, tapi rasa itu kalah oleh rasa senang karena mendapat perhatianmu.

Ren, ada yang lebih sakit dibanding luka itu.

Luka yang aku sesalkan dan aku sebalkan.

Aku sebal karena selama ini kau menyembunyikannya dariku.

Dan setelah aku tahu? Aku terlambat.

Aku terlambat mengetahui itu semua.

Kau marah ya padaku?

Hingga kini kau tak mau lagi melihatku.

Tertawa bersamaku,

Menari dalam hujan,

Bertingkah laku seperti orang gila,

Apa kau tak mau lagi melakukan itu denganku?

Ren, aku rindu kamu.

Kamu yang tak pernah aku lupa meski hanya sekejap mata.

–––

Sudah cukup menulisnya hari ini.

Aku tak sanggup, aku selalu menangis saat mengingatnya.

Entahlah, aku begitu cengeng saat menyangkut dirinya.

Aku selalu saja menangis ketika membahasnya.

Namun anehnya, aku selalu membahasnya lewat tulisan yang aku tulis pada buku kesayanganku ini.

Hufftt

Aku harus kuat, demi Evren yang selalu tersenyum saat aku mengeluhkan suatu hal padanya.

Aku ingat tentang ucapan dia, yang anehnya selalu menjadi alasanku untuk tersenyum.

"Rev, lo gak perlu khawatir. Ada gue di sini. Kalo lo ngerasa sendiri, lo salah. Lo masih punya gue. Dan kalaupun suatu saat gue gak bisa nemenin lo, ada Tuhan yang selalu ada buat lo. Lo harus percaya itu." ucapnya sambil menggenggam tanganku, menatapku tajam dengan maksud menguatkan.

Ren, makasih motivasinya.

Dia adalah alasanku untuk bangkit. Dia motivatorku.

Lalu, bagaimana sekarang aku bisa bangkit? Jika sang motivator saja sudah angkat tangan dan menyerah.

Ren, aku rindu kamu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ANEMONE  |  NindasherlyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang