"Kongpob!"
Kongpob yang tengah terduduk di bangku tunggu, depan kamar dimana Arthitnya tengah tertidur itu, sambil menatap kosong ke langit-langit kemudian menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Dilihatnya senior-seniornya, dari tempat ia berkuliah dulu yang juga adalah teman Arthit, dan beberapa temannya tengah berlari ke arahnya.
Tak lama, mereka pun sampai dan langsung mengerubungi Kongpob. Dengan Em yang kemudian mendudukkan dirinya di sebelah Kongpob dan tangannya merangkul Kongpob.
"Kongpob, bagaimana Arthit sekarang?"
Dari semua orang yang baru saja datang, Knott lah yang terlihat sangat khawatir. Bagaimana tidak, di antara semua temannya, Arthit lah yang paling dekat dengannya dan banyak membantunya.
Kongpob melirik ke arah Knott, ia lalu tersenyum tipis. Kongpob kemudian bangkit dari tempat duduknya.
"P'Arthit sudah baik sekarang P', sudah siuman dari komanya..."
Terdengar suara hembusan nafas lega dan ucapan syukur dari orang-orang yang tengah mengelilingi Kongpob itu.
"Kalau gitu kenapa mukamu masih lecek, selecek celana dalam Toota, Kong?"
Tipikal Bright yang selalu mengeluarkan candaan renyahnya di segala macam suasana. Prem yang berdiri di sampingnya lalu menyikut Bright, dengan dirinya yang mencoba menahan tawanya. Bright juga mendapat jitakan dari Toota yang tengah berdiri dibelakangnya.
Kongpob kembali tersenyum tipis, ia lalu melirik kaca yang menempel pada pintu yang menunjukkan bagian dalam dari kamar itu.
"P'Arthit memang sudah siuman, tapi..." Kongpob kemudian mengalihkan pandangannya ke arah teman-temannya yang tengah menunggu Kongpob menyelesaikan kalimatnya.
"Ia hilang ingatan."
¤¤¤
"Arthit."
Mendengar dirinya dipanggil, Arthit perlahan-lahan mulai membuka kelopak matanya. Terang cahaya lampu membuatnya menyipitkan bola matanya mencoba menyesuaikan. Ketika bola matanya sudah terbuka dengan sempurna, ia menoleh ke kanan dan lalu matanya mendapati wajah-wajah yang tidak asing baginya. Ia tersenyum cerah, dan mencoba bangkit terduduk di tempat tidur yang kemudian dibantu oleh Knott.
"Ai'Bright, Toota, Prem, Knott!"
Keempat orang yang namanya dipanggil itu, saling lempar pandang. Terlukis dengan jelas ekspresi bingung di wajah mereka, walau begitu mereka juga senang temannya ini mengingat nama mereka.
"Kau mengingat kami, Thit?"
"Hah? Kau ini bicara apa, Knott? Tentu saja aku ingat! Kalian brengsek-brengsek yang membuatku jatuh dari podium di kampus hingga membuatku dirawat di rumah sakit ini kan? Dasar, pokoknya kalian harus menanggung biaya rumah sakitku."
Alih-alih menjawab tanda tanya besar dalam pikiran mereka berempat, kebingungan mereka justru bertambah dengan tuturan kalimat yang baru saja Arthit ucapkan.
Arthit yang melihat teman-temannya lempar pandang dan kemudian menatapnya bingung, lalu menaikkan sebelah alisnya heran.
"Hei kenapa kalian menatapku begitu?"
"Emm P'Arthit..."
Merasa dirinya terpanggil, Arthit kemudian menolehkan wajahnya ke kiri ke arah sumber suara. Ia mengernyitkan alisnya, heran dengan deretan wajah yang baru saja ia lihat ini mengenal dirinya.
"P'Arthit sudah baikan?" Merasa dirinya dari tadi terlupakan, Em kemudian angkat bicara. Ia tersenyum berharap Arthit juga mengingatnya.
Arthit menatap tujuh orang yang tengah menatapnya balik tengah tersenyum ke arahnya secara bergantian dari atas ke bawah, ia kembali mengernyit dan lalu menaikkan sebelah alisnya heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Vow
Fanfiction"Dan jika aku diberi kesempatan untuk mengulang hidupku dan memperbaiki semuanya, aku tetap memilih untuk jatuh cinta padamu." -Kongpob