side a: kirana

563 29 2
                                    

Hanya ada dia seorang, mahasiswi tingkat pertama yang bahkan belum memulai orientasi kampus, terduduk masygul di pinggir dipan kamar pribadinya. Atensinya tak lepas dari gadget hitam dalam genggamannya, menampilkan sorot cahaya yang cukup membuat silau siapapun yang berada di posisinya. Namun si gadis tak bergeming; agaknya iris hazel itu fokus dan terbiasa mengamati tulisan-tulisan yang terlalu terang sekalipun berada dalam remang. Orang-orang menyebutnya ketergantungan smartphone, tapi ia tak merasa begitu. Baginya, bersentuhan dengan teknologi sama pentingnya dengan bernapas; ia akan merasa lebih hidup apabila ia mampu membunuh kebosanan dengan menjelajah Guugel, berkomunikasi dengan berbagai keunyuan stiker Lain, dan tentunya, mengetahui kabar terkini kawan-kawannya lewat posting status Efbi dan live-update Ige. Berani bertaruh, remaja manapun pasti akan berpikiran sama dengannya.

Untuk kesekian kalinya Kirana menatap handphone miliknya yang terus bergetar. Notifikasi pesan masuk seolah tak henti menyerangnya—ah, sebenarnya ini pilihan kata yang kasar untuk menjelaskan kejadian sebenarnya karena sejatinya, pesan itu adalah serangkaian ucapan selamat. Selamat atas diterimanya dirinya di Universiteit Leiden, sesuatu yang cukup menjadi impian banyak orang di luar sana. Sepantasnya Kirana bersyukur atas kesempatannya yang tak mungkin datang dua kali ini. Seharusnya, ia merasakan haru atas perjuangannya sebagai international student yang akhirnya terbayarkan. Juga, orang-orang yang berbaik hati memberinya perhatian atas kesuksesannya ini tentunya layak mendapat terima kasih dan balasan setimpal.  

Ya. Manusia normal manapun pasti akan bahagia. Tak terkecuali Kirana. Hanya saja, kebahagiaan Kirana seketika langsung terbunuh oleh satu nama yang berada di bagian atas layar ponselnya.

"Willem", Kirana mendesis tanpa sadar. Perasaan kesal mulai merambati sekujur tubuhnya, mengingat kelakuan si lelaki Belanda itu, seperti sering memanggilnya dengan panggilan aneh atau tiba-tiba mengklaim makanan kantin yang baru saja dibelinya atau mengejek dan melontarkan sarkas setiap ada kesempatan. Maka jelas wajar bila Kirana mengecapnya sebagai sosok yang menyebalkan. Namun nyatanya, ia tak pernah semenyebalkan ini sebelumnya. Demi nasi padang kesukaanya, ini sudah melampaui batas indeks ke-menyebalkan-nya. Alasannya? Sebenarnya sangat sederhana, namun apa yang sederhana itu tak pernah jadi sederhana bila dihadapkan pada seorang Kirana yang rumit.

"Aaaargh. Kenapa, siiih," ujar Kirana geram, tak mampu lagi menahan emosi hingga ia menarik pangkal rambutnya sendiri. Frustrasi.

"KENAPA CUMA DIREAD DOANG, SIAL!"
.
.
Oke, Kirana akui, mungkin ini juga merupakan salahnya. Pertama, begitu laman web telah menunjukkan tautan pengumuman lalu menampilkan tulisan Felicitatie besar-besar, apa yang dilakukannya setelah berjingkrak girang tak karuan adalah langsung mengontak manusia itu via teks. Mengiriminya kabar gembira itu berikut ucapan terima kasih atas doa dan semangatnya. Sesuatu yang cukup normal diberitahukan pada teman satu kelas SMA, kelihatannya.

Tapi, yang terjadi sebelumnya adalah Kirana sedang bahagia. Saking bahagianya, ia sampai lupa menyembunyikan luapan-luapan kehebohannya. Ia tak sadar kalau ia baru saja menulis apa saja yang ingin ia tulis yang muncul dalam kepalanya. Ia khilaf menggunakan terlalu banyak tulisan bercapslock dan bahasa-bahasa alay. Ia lupa...

...Kirana sungguh lupa jika yang ia kirimi pesan adalah Willem, ketika ia khusus menciptakan alter dengan pride yang tinggi untuk si jangkung itu terima kasih atas harga diri dan kebiasaan bullynya.

Dan begitu Kirana menyadari kebodohannya, pesan-pesan itu sudah semuanya terkirim. Lebih parahnya lagi, sudah memunculkan notifikasi kecil read di ujung tulisan.

Mampus. Kirana menepuk jidatnya sekeras yang ia bisa. Hancur sudah reputasi gue.
Keringat dingin mulai merambati sekujur tubuh Kirana. Ingin rasanya ia mati di tempat menanggung malu. Jika bisa. Dan tidak dosa. Tapi, apa mau di kata?

uh.. balas, dong!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang