Karmanelo DUA BELAS

46.2K 3.4K 427
                                    

BINTANG melamun sambil bersandar di kusen jendela kamarnya yang dibasahi hujan. Tepat sepuluh menit setelah Arjuna pulang, hujan turun deras, seakan langit ikut menangis bersamanya. Mungkin terdengar berlebihan, tapi itulah yang Bintang rasakan. Dan kalau memang benar langit sedang bersedih untuknya, dia akan mengucapkan terima kasih karena sudah mau menemaninya. Dan untuk kali pertama dalam hidupnya,  Bintang tidak takut pada hujan dan angin kencang yang menerjang pohon-pohon di luar sana.

Kemudian, ia mendesah panjang, memeluk lutut, dan menangis lagi.

Bahagia dan menderita pada saat yang sama. Bintang bahagia setiap ada di dekat Arjuna, melihat senyumnya, mendengar suaranya. Namun perasaan bersalah pun turut hadir ketika wajah Jevilo berkelebat dalam ingatannya. Pada akhirnya, kedua orang itu menempati hatinya. Bimbang tidak harus memilih karena Arjuna sudah lebih dulu pergi darinya. Ia akan tetap berada di sisi Jevilo selamanya, seperti yang mereka janjikan.

Memang, kita nggak pernah tahu cinta yang lain akan datang. Kita juga nggak pernah bisa menolak hadirnya. Seperti apa pun usaha kita untuk mengelak, jika panahnya sudah mengenai hati, tak pelak kita harus mengakui. Bukan begitu?

Dan Bintang mengakui. Ia telah jatuh hati pada Arjuna untuk yang kedua kalinya.

Ia memaligkan wajah ke tempat tidur ketika mendengar suara getaran ponsel-nya di dalam tas. Dengan langkah gontai, ia beranjak ke tempat tidur dan merogoh tas-nya. Telepon dari Jevilo. Dengan jantung berdebar-debar, ia menjawab telepon itu.

“Halo?”

Happy Birthday, Bebek …” kata Jevilo di seberang sana dengan suara serak. Samar-samar Bintang juga bisa mendengar suara hujan. “Semoga menjadi lebih baik, sehat selalu, makin dewasa dalam menghadapi setiap masalah.”

Bintang merasakan air matanya kembali turun.  Rasa bersalah itu datang lagi. “Ma-makasih.”

Maaf, ya, kalo kemaren aku kasar sama kamu,” ucap Jevilo lagi. “Tadi, aku mau datang ke rumah kamu. Tapi, nggak jadi, habisnya mau hujan."

“Oh, ya, nggak apa-apa. Kamu … lagi ngapain?”

“Bebek kok suaranya beda? Lagi sakit, ya?”

“Eng … Aku,” Bintang mengembuskan napas panjang sambil mengerjapkan mata, setitik air bening mengalir pelan di sudut matanya. “Maafin aku juga, ya,” katanya pelan.

“Bebek nggak ada salah, kok. Oh, ya, Bebek …,” Ada jeda sesaat. “Aku sayang kamu ….”

Bintang diam sebentar, tersenyum sedih lalu menjawab, “Aku juga sayang kamu.”

***

Arjuna berdiri menghadap dinding yang dipenuhi foto-fotonya di masa kecil. Ia tersenyum melihat foto mandiang mamanya yang sedang tersenyum dengan satu tangan merangkul pundaknya. Foto itu diambil ketika ia masih kelas enam SD. Di sebelahnya, ada Jevilo yang bersidekap sambil tersenyum.

Dulu, ketika pertama kali masuk ke rumah ini, Jevilo yang menyambut kedatangannya di depan pintu. Cowok itu mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri. Hari demi hari berlalu, hubungan mereka baik-baik saja sampai tanpa terasa keduanya semakin besar dan mulai mengerti.

Ketika Arjuna melihat mamanya menangis untuk pertama kalinya, Arjuna pun paham. Air mata itu dikarenakan sang ayah yang lebih banyak menumpahkan perhatiannya pada bunda Jevilo. Yah, mungkin karena mamanya istri kedua, ia selalu dinomor-duakan.

Tahun demi tahun, Arjuna semakin mengerti kalau kehadirannya dan mamanya di rumah ini hanya mengganggu. Sikap Jevilo yang selalu sinis dengan mereka, juga sikap diam yang selalu ditunjukkan bunda Jevilo pada mamanya, terang saja membuat Arjuna nggak tahan tinggal di rumah itu.

KarmaneloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang