"Katanya ada guru baru di kelas seni."
"Katanya guru baru itu masih muda dan tampan."
"Katanya guru baru itu lebih galak dibanding Kang Saem."
"Katanya...katanya..katanya.."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Kantin siang ini ramai dengan topik guru baru dikelas seni lukis. Ya, memang ada guru baru dikelas seni lukis, Minrye pun sudah melihatnya karena dia salah satu muridnya. Tapi, Minrye tidak tahu kalau murid kelas lain juga akan membahas guru baru itu. Kim ssaem tampak biasa saja baginya. Tidak ada tuh yang katanya tampan dan lebih galak. Justru terkesan agak aneh bagi Minrye.
Aneh bukan dari cara mengajarnya, tapi aneh karena Minrye dan guru baru itu adalah tetangga. Lebih tepatnya guru baru itu adalah tetangga seberang rumahnya. Walau dirinya hidup dalam rumah mewah, tapi dengan tetangga depan rumah saja tentu dia tahu. Beberapa kali saja bertemu, tapi tidak mudah bagi Minrye untuk lupa.
Apalagi semalam mereka bertemu juga, saat Kim Ssaem mengantarkan salah satu lukisan pesanan appa kerumah. Minrye memang tahu, pria muda itu punya satu galeri dan appa sering memesan beberapa lukisan darinya untuk menghias kantor atau diberikan sebagai hadiah untuk beberapa relasi. Minrye juga kagum akan karya seninya. Sungguh artistik.
"Rye-ah, pulang nanti bareng ga?"
Minrye mendongakkan kepalanya menatap lawan bicaranya. Dia menatapnya sambil menganggukkan kepalanya, mulutnya penuh makanan.
"Ok, pulang nanti aku tunggu di gerbang sekolah."
"Hm." Gumam Minrye.
Yang barusan tadi itu tidak lain adalah kapten sepak bola sekolahnya yaitu Kang Minhyuk. Anak lelaki yang secara diam-diam menjalin kisah dengannya. Sebenarnya mereka itu teman dekat dari kecil, bahkan saking dekatnya sampai tumbuh rasa saling menyukai.
Dan ajakan tadi sudah sering didapat Minrye. Bukan tanpa sebab, tim sepak bola sekolahnya sudah selesai dengan turnamen jadi saat seperti ini Minhyuk pasti punya banyak waktu untuk Minrye. Apalagi untuk pulang bersama naik sepeda berdua. Ah romantis kan?
Tapi, berhubung mereka beda kelas jadinya harus tetap janjian kalau mau pulang bersama. Kadang mereka saling mengirim pesan, namun bertatapan secara langsung tentu lebih mendebarkan.
Selesai makan siang Minrye langsung menuju kelasnya, masih dijam istirahat jadi kelasnya benar-benar berisik. Minrye senang dengan hal itu, banyak lelucon aneh yang kadang dilontarkan teman-temannya, kadang juga update gosip terbaru tentang teman-teman mereka yang baru jadian atau hal lain tentang guru dan pelajaran.
Minrye duduk dikursinya dan mengambil buku dari dalam laci mejanya. Tapi sepertinya ada yang aneh.
"Hm.. dimana ya??"
"Kenapa tidak ada? Apa mungkin?"
Ingatan Minrye menjelajah, berusaha mengingat dimana terakhir kali dia meletakkan tempat pinsilnya yanh merupakan salah satu barang berharga bagi seorang pelajar sepertinya.
"Ish, pasti ketinggalan di ruang seni." Kesal Minrye. Dia menghela nafas kasar sambil merutuki kebodohannya.
"Ya, mau kemana lagi? Sebentar lagi Song Ssaem masuk." Kata Minyoung--salah satu teman Minrye.
"Ruang seni."
Tanpa peduli akan kelasnya yang akan dimulai, Minrye langsung melangkahkan kakinya keluar kelas menuju ruang seni yang ada di lantai 3. Lumayan butuh tenaga untuk menaiki anak tangga ke lantai 3. Andai saja sekolah ini sama dengan kantor appa-nya yang ada lift, sungguh nikmat dunia.