9

6.8K 404 44
                                    

"Jimin-ah, kau sudah tidur?" tanya Yoongi sambil mengusap surai Jimin.

Yang ditanya tidak merespon. Sudah terlelap ke alam mimpi. Yoongi mengecup dahi Jimin singkat. Ia tersenyum mengingat masa lalunya yang bahagia.

"Bagaimana aku bisa melupakanmu?"

"Tapi, maaf, aku harus melakukan ini,"

Lelaki berkulit pucat itu menarik pelatuknya, mengarahkan pistol itu ke kepala lelaki lemah yang sedang tidur.

Ceklek

"Cepat lakukan," perintah seorang pria yang sudah terlihat tua, namun masih tetap bengis seperti masa mudanya.

Yoongi hanya diam. Ia bimbang. Di sisi lain, ia ingin menuntaskan tugasnya. Namun, ia telah jatuh cinta dengan pesona namja lemah di depannya. Namja yang beberapa bulan lalu telah mencuri hatinya.

"Kau atau aku, Min Yoongi?" perintah sang ayah tidak sabar.

Yoongi mengarahkan pistol itu ke lelaki tua bengis yang sedang berdiri di ambang pintu.

"Ohh, kau sudah berani rupanya?" sang ayah bertepuk tangan dan mendekati anaknya yang berusaha menahan emosinya.

"Kenapa," ucapan nya tersendat.
"Kau begitu jahat?" tanya Yoongi datar. Sang ayah hanya menjawab dengan seringai.

"Kenapa kau begitu lemah? Apa kau sedang jatuh cinta?" sang ayah balik bertanya. Ia tersenyum meremehkan.

"Kau bodoh, Min Yoongi," lanjutnya sambil merebut pistol dari tangan sang anak. Rupanya si tua ini sudah tidak sabar.

Menarik pelatuknya dan,






Dorrr



Jimin terbangun dari tidurnya karena mendengar suara tembakan. Ketika ia membuka matanya, ia merasa jiwanya tertarik keluar dari tubuhnya. Bagaimana tidak, melihat Yoongi ambruk sambil memeluknya untuk melindunginya. Peluru itu menembus dada Yoongi. Jimin mendengar suara Yoongi yang terdengar sangat pelan dan lirih.

"Aku mencintaimu, Jimin-ah," ucapnya sebelum memejamkan matanya.

"Y-Yoongi-"

Pria didepannya hanya tersenyum miring.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Kumohon ini hanyalah mimpi," ucap Jimin dengan lirih. Menatap tubuh Yoongi yang semakin pucat. Seorang suster mencegahnya ketika Jimin ingin masuk ke ruang operasi.

"Bersabarlah," ujarnya menenangkan pikiran buruk Jimin.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Park Jimin-ssi?" panggil sang dokter.

"Nde?" setahu Jimin dokter ini tidak mengetahui namanya.

"Tuan Yoongi ingin bertemu," ucapnya seraya tersenyum hangat.

"O-oh, baiklah," balas Jimin sedikit gugup bercampur senang karena Yoongi sudah sadar.

Ceklek

Hidungnya mencium aroma yang tidak asing baginya. Jimin sudah terbiasa dengan aroma ruangan seperti ini. Aroma obat. Ia mendapati Yoongi menoleh kearahnya dan tersenyum samar.

"Hyung..." ucapnya sedikit merasakan nyeri di dadanya. Tak tega melihat keadaan Yoongi seperti ini. Tapi, bukankah seorang mafia sudah biasa terluka ketika bertengkar? Entahlah, firasat Jimin sedikit tidak enak.

"Jimin, aku ingin pergi keluar bersamamu," ucapnya sambil menggenggam lemah tangan Jimin.

"Tapi hyung, kau kan masih sakit, baru saja selesai operasi," balas Jimin sedikit khawatir.

"Tidak dokter mengizinkanku selama aku duduk di kursi sialan ini," ucapnya sedikit kesal sambil menatap kursi roda disebelah ranjang rumah sakitnya.

Jimin membantu Yoongi turun dari ranjang rumah sakit dan menuntunnya untuk duduk di kursi roda.

"Kau ingin kemana, hyung?" tanya Jimin ketika sudah sampai di lorong rumah sakit.

"Aku ingin pergi ke taman," balas Yoongi. Jimin merasakan feeling nya semakin tidak enak. Ia berusaha membuang perasaan itu.

Ia menyapa suster dan dokter yang berpapasan dengannya dengan senyuman. Ketika sampai di taman, Jimin memilih duduk di sebuah kursi panjang dari kayu dan menarik kursi roda Yoongi ke sebelah nya.

Tak ada pembicaraan. Semua hening dengan pikiran masing-masing. Hingga akhirnya Yoongi berdeham.

"Jimin, aku ingin mengungkapkan sesuatu," ia menarik nafas sebentar lalu melanjutkan ucapannya.

"Mau kah kau menjadi istriku?" tanya nya sambil menarik tangan Jimin. Lalu mengambil sesuatu kantung nya dan membuka tempatnya.

Jimin tidak tahu harus bagaimana. Perasaannya campur aduk dan penuh dengan pertanyaan.

"Aku membelinya kemarin ketika kau tidur," jelasnya.

"Mau kah kau menunggu ku dan menjadi pendamping hidup ku?" tanya nya tulus tanpa ada keraguan.

"Tentu saja aku mau," balas Jimin ingin menitikkan air matanya.

"Terima kasih," balas Yoongi tersenyum tulus. Mereka berpelukan cukup lama.

Jimin melepas pelukan Yoongi. Tak lama kemudian, Yoongi mengaduh sakit pada dadanya. Jimin langsung panik lalu memanggil perawat yang sedang berjalan disekitar taman.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hampir satu jam perasaan Jimin berkecamuk. Firasat buruknya semakin besar. Hingga seorang dokter membuka pintu ruang operasi dan membuka maskernya.

"Luka di dadanya sangat parah. Ini berakibat fatal pada jantungnya. Kami sudah tidak bisa menolongnya lagi, mohon maaf," jelas dokter itu lalu mempersilakan Jimin masuk.

Dunianya seakan berhenti. Baru saja ia senang karena Yoongi melamarnya, kini calon suaminya sudah terbaring tidak bernyawa lagi. Tak lama, ia merasakan sekelilingnya gelap.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Suasana pemakaman itu sangat menyakitkan bagi Jimin. Ia tidak bisa berhenti menangis.

"Terima kasih untuk semuanya," ucapnya pada batu nisan Yoongi. Mengelusnya sebentar lalu pergi beranjak meninggalkan makam.








End

Gajelas njir :v alurnya kecepetan yak, maaf kannn :(


Selesai akhirnya :)

Maafkan kalau sad ending :v

Mau bikin book baru lagi, enaknya apa ya? Usul dong kwkwwk

Thank u 😘

MAFIA IN LOVE (YOONMIN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang