Gerbang sekolah baru dibuka dan Alena sudah tiba disekolah. Seperti biasa, dia selalu yang pertama tiba di kelas. Alena bersekolah di salah satu SMA Negeri di Jakarta, selain karena lokasinya yang dekat dengan rumah ia memilih masuk ke sekolah itu karena banyak temannya yang masuk di sekolah tersebut. Seraya menunggu bel masuk berbunyi, ia memainkan ponselnya. Tidak lama kemudian satu persatu temannya datang.
"Duh, hampir saja aku telat." Ucap Kana di sebelahnya saat ia baru saja tiba di kelas dimenit-menit terakhir sebelum bel masuk.
Alena tertawa dan membalas, "Lagian sih, makanya datang pagi kaya aku"
"Kamu mah kepagian! Dasar kerajinan!" ujar Kana.
"Sebentar lagi Teater mau lomba nih, datang ya!" seru Alena.
"Haha, kalau aku ada waktu yaa." ledek Kana dan Alena meresponnya dengan dengusan sebal.
"Gak mau tau, harus datang!" Tekannya pada Kana.
Kana tertawa, "Oke! Tapi didiskon ya tiketnya buat aku,"
Dan Alena hanya membalasnya dengan cibiran.
Tepat setelah mereka selesai berbicara, bel sekolah berbunyi menandakan waktu belajar telah dimulai.
Kegiatan belajar mengajar pun berlangsung dengan cepat, tidak terasa bel pulang pun telah berbunyi.
"Kamu nanti ekskul ya?" Tanya Kana pada Alena yang sedang merapihkan bukunya.
Menoleh sebentar, Alena kembali memusatkan perhatiannya pada kegiatan awal.
"Iyaa, sebentar lagi kan mau lomba. Jadi semua anggota wajib datang."
"Kamu masih jadi bendahara Al?" Tanya Kana, bersamaan dengan suara dari speaker yang mengumumkan bahwa semua anggota Teater harus segera berkumpul.
"Masih dong, aku duluan ya. Sudah dipanggil nih," ujar Alena sembari berlalu dari hadapan Kana.
Alena telah mengikuti ekstrakulikuler teater sejak ia kelas 10. Ia merasa senang bisa bergabung dengan ekskul tersebut selain karena dapat mengekspresikan diri ia juga mendapat banyak teman baru yang seru. Mereka sangat baik dan selalu bisa meluruhkan kejenuhannya terhadap sesuatu.
Sejak 3 bulan yang lalu, ia berganti jabatan dari hanya anggota biasa menjadi bendahara ekskul. Alena merasa senang karena itu berarti ia telah dipercaya oleh yang lainnya.
"Hai Al! Kamu sudah bikin data keuangan kita selama 3 bulan ini kan?" Tanya Rara, teman seangkatannya sekaligus ketua teater tahun ini.
"Sudah dong Ra, tinggal aku bikin anggaran pengeluaran buat lomba nya aja nanti," ujar Alena dengan bangga.
"Oke deh, bagus kalau begitu. Nanti tinggal kasih ke bagian perlengkapan aja setelah latihan."
"Oke! By the way semuanya belum kumpul ya Ra?" Tanya Alena sembari mengedarkan pandangannya ke sekitar.
"Iya, mungkin masih ada yang piket di kelas. Tunggu aja dulu ya." Katanya sembari menepuk bahu Alena dan berlalu pergi dari hadapannya.
Tidak lama kemudian, satu persatu anggota yang lain mulai datang, dan latihan pun dimulai. Semuanya berlangsung lancar dengan sedikit canda tawa dari semua anggota yang ada. Saat selesai latihan, Alena tidak lupa memberikan anggaran lomba ke bagian perlengkapan.
"Ini datanya, jangan lupa dibeli ya! Sama kalau bisa ditawar dulu harganya." Ujar Alena dengan cengiran.
"Dasar ibu-ibu! Aku beli sekarang aja deh, sekalian jalan pulang."
"Oke! Aku ambil uangnya dulu ya." Kata Alena sembari berlalu pergi.
Saat mengambil dompet uang kas yang ia sisipkan di belakang buku dan membukanya, Alena pun terkejut. Sebab, ia tidak melihat sepeserpun uang yang ada didalamnya. Berusaha menenangkan diri, ia berjalan menuju Rara untuk mengabarkan hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edge
Short StoryAlena tidak pernah segelisah ini sebelumnya. Tentu saja, karena bahkan mendapat masalah pun ia tak pernah. Namun kali ini sepertinya, Tuhan sedang ingin mengujinya.