Cerita ini berawal dua bulan yang lalu, dimana dia tiba-tiba masuk dikehidupanku, datang entah untuk menjadi anugrah, entah hanya akan menjadi pelajaran, tapi yang aku tau, aku mulai senang berlama-lama cerita di kolom chat, tanpa sungkan aku menceritakan semua keluhku padanya, begitu juga dirinya.
Tapi sekarang, rasa itu sudah menampakan wujudnya, aku akui, aku mulai candu, bahkan mulai takut kehilangan, tapi setiap parasaan itu tumbuh subur, aku terpaksa harus membunuhnya hidup-hidup.
Bukan, bukan aku egois, hanya tidak mau terlibat terlalu jauh, dan kini kenyataan sudah menampakkan wujudnya.
Bahwa kenyataannya bukan tentang kami berdua, tapi tentang sahabat dia, yang tidak lain adalah mantanku. Juga sahabatku, yang tidak lain adalah mantan dia. Ada hati mereka yg mesti kita jaga.
Aku tidak mau kita menjadi korban keserakahan demi mementingkan ego sesaat, aku tau separuh hatimu masih tertinggal dimasalalu, perjuangkanlah.
Dan aku juga sama, separuh aku masih tertinggal dimasalalu, separuhnya lagi sedang memukuli dirinya sendiri dan menunggu mati.Percayalah, hati lebih kuat dari apa yg kita bayangkan, teguhlah dengan keyakinanmu.
Keputusan getir ini harus aku ambil, tapi percayalah, aku adalah aku yang dulu, yang selalu suka ketika mendengar cerita-ceritamu, yang menjadi pendengar meski tidak banyak yg aku lakukan untuk membuatmu tersenyum kembali, aku suka menjadi tempatmu mengadu, meski omonganku tidak bisa merubah kenyataan.
Aku takut kita hanya terjebak euforia, atau hanya terpengaruh oleh masalalu yg memaksa kita untuk segera melangkah, tanpa menyadari bahwa kita belum sepenuhnya bisa melangkah, dan ketika di perjalanan kita iseng menengok kebelakang, tujuan kita terseret kembali kemasalalu.
Kita merupa bom waktu, dengan tidak sadar, cepat atau lambat, dunia akan mengetahinya, dan kelahiran kita; mengundang seribu bahaya.
***
Kini aku pasrah, Aku hanya mempersilahkan keheningan menggurui kita, esok pagi atau lusa dengan hati yang bijaksana, kita bicara, semunya akan baik-baik saja. Percaya.
Kita bahagia tanpa ada hati orang lain yang kita sakiti.
Kita sejalan tanpa ada langkah orang lain yang kita halangi.
Kita tersenyum tanpa ada tangis orang lain yang kita ciptakan.
"Bangun puan" tetak bayangan dia menyadarkan lamunanku.
"Ini sudah menjadi realitas, gak ada jalan lain, ini telah menjadi garis takdir kita" lanjutnya dengan sedikit penekanan.
Aku hanya mengambil nafas yang dalam, dan membuangnya perlahan, memcoba menenangkan diri sendiri dan mencoba berdamai dengan kenyataan.
Bahwa kenyataanya, kita bukan apa-apa, dan gak akan menjadi apa-apa,-
Semoga kita lebih arif melihat permasalahan ini, bahwa; segala bentuk hanya sementara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berdamai dengan kenyataan
Short StorySeketika sepotong hati bertemu dengan sepotong hati yang rapuh, yang biasanya akan bersatu dan menjadi cerita yang menyenangkan, mungkin untuk kali ini tidak. Kita bahagia tanpa ada orang lain yang tersakiti, kita sejalan tanpa ada langkah orang la...