Light and Shadow

13 6 29
                                    

Manhattan, New York, United States of America

Tok, tok, tok.

"Ya silakan masuk!"

"Maaf tuan, ada surat untuk anda."

"Oh iya terima kasih."

"Iya tuan."

Lekaslah kembali, ayahmu sedang sakit parah di sini. Beliau ingin kau temani di sisa waktunya. Segeralah! Jangan sampai kau menyesalinya kelak.

Joseph


Sepertinya keadaan Ayah semakin hari kian memburuk, setelah aku selesai dengan pekerjaanku, aku akan segera kembali ke Iskandariyah.

Kesibukan di kota ini semakin hari terus menumpuk. Kuselesaikan satu, datang lagi dua. Benar-benar lelah yang kurasakan. Terlebih aku semakin terpikirkan tentang keadaan Ayah di sana. Semoga tidak terjadi apa-apa dengannya.

Selang sebulan setelah aku menerima surat dari Paman Joseph, akhirnya semua pekerjaanku selesai dengan tuntas. Lega ... begitu yang kurasakan.

Aku segera bertolak menuju John F. Kennedy International Airport di New York menggunakan taksi. Hanya dengan membayar $45, kurang dari setengah jam aku tiba di bandara.

Setibanya di bandara aku segera memesan penerbangan menuju Kairo, Mesir menggunakan EgyptAir yang di jadwalkan berangkat pukul 18.30 waktu New York, sementara sekarang masih pukul 17.10 waktu New York.

Sekitar 10 jam lebih 35 menit aku mengudara, hingga akhirnya aku bisa melihat hamparan jingga beserta prisma-prisma piramida tertampak. Akhirnya aku tiba di Kairo, langsung saja aku menuju ke Iskandariyah.

Sesampainya di Iskandariyah, aku bergegas pulang. Disana Paman Joseph dan yang lainnya sudah berkumpul, "Kenapa baru sekarang kau datang?" tanya Paman Joseph dengan nada lirih.

"Maaf, aku ...."

Dengan rasa penyesalan aku memasuki rumah yang kini terasa hampa. Tanpa ada sebuah cerita romansa lagi yang terdengar di kamar ini. Sungguh aku mati dalam kenangannya.

Sebulan lebih berlalu, sepucuk undangan pesta terkirim ke rumahku, tertanggal 25 Desember. Lokasinya terletak di 4 Seasons Hotel,
El-Gaish Rd, San Stifano, Qism El-Raml, Alexandria Governorate 21599. Tidak begitu jauh dari kediamanku, hanya sekitar 30 menit.

Hari yang di jadwalkan tiba, dengan mengenakan tuxedo aku berniat datang. Entah atas dasar apa, aku pun tak mengerti.

Aku memasuki lobby hotel dan langsung menuju tempat di lansungkannya acara pesta. Ternyata sudah terlalu ramai di sana. Aku berjalan menuju tempat yang ku anggap cukup strategis menghadap panggung. Hampir semua yang datang membawa pasangan, apa hanya aku yang tidak.

Entah kenapa sebuah romansa tak lagi membuatku tertarik. Dengan menyandarkan siku, sebuah langkah kaki dari sepatu berwarna kehitaman bergerak ke arahku. Aku berpaling, menepis pandanganku ke arah lain. Gema suara yang menikam terdengar, "Hai, aku Lucy."

Suara yang membuatku ingin melihatnya tetapi enggan. Begitu menusuk telingaku. Dalam lirik terlihat sebuah transparansi dari dua tangkai rusuk yang mencolok.

Langkah yang semakin mendekat, amplitudo kurasakan memberikan pressure yang begitu hebatnya. Sentuhan dari kulitnya yang menyerupai sutera, white and smooth. Malam ini kuhabiskan segelas wyne dan menikamati sajian darinya.

Setelah pesta malam kemarin, secara tudak sengaja aku bertemu dengannya di San Stifano Cinema. Kami menghabiskan malam dengan menonton Conte d'automne karya Éric Rohmer. Kami bercengkrama dan menikmati malam dari atas jembatan, menatap luas laut merah yang membentang.

Sebuah kapal dengan nama Herald of Free Enterprise melintas tepat di hadapan kami, "Bagaimana jika aku memanggilmu 'Prise' seperti kapal itu, besar dan gagah," ungkapnya.

Kami menghabiskan sepanjang malam dengan membicarakan hal yang bagiku tidak penting. Tapi, entah kenapa dia mampu menghipnotisku dengan parasnya. Selalu dengan pakaian yang mengundang para lebah untuk menikmati madunya.

Sudah tujuh hari kita lalui bersama, selalu bertemu di tempat itu juga. Inikah takdirku, di mana sebuah ekosistem pernah menolakmu. Saat kami bersua, bercumbu via rasa dengan saling menatap asa.

Pikiranku tersungkur, dan kau melayang. Kau buat aku tak pernah ragu akan sebuah romansa dewasa. Kau hadirkan setiap resonansi itu saat aku di dekatmu, terasa kejut saat kau tiba-tiba melayangkan napasku.

Bersinergi setiap kepal bakpao dengan toping kismis di atasnya kala tersentuh dengan bidang datar. Tiada jarak kau hentakkan. Merayu sesuatu yang pilu sekeras batu, nadamu sendu tanpa halu. Tak lupa ku suguhkan secangkir senyum untukmu perihal bicaramu yang selalu mengenai dia.

"Kita bertemu lagi di malam pergantian tahun, aku ingin ...."

Aku terdiam saat menatapnya dan berlalu pergi, sebuah langkah yang semakin terasa jauh. Sesekali aku menoleh ke belakang, melihatnya dengan gelisah. Semua pikiran tentangnya tumpah-ruah di kepalaku. Sedikit menghadirkan asap, tersulut oleh api kecil yang berkesinambungan.

Pecah kaca jendela mataku, benar-benar waktu kian melambat. Tak henti aku menatap jam dinding yang terpaku, "Kenapa terasa begitu lamban?"

Suhu udara semakin mendingin, tapi sikapku perlahan mencair saat dia hantarkan panas dari microwave. Menggeliat saat sebuah panah menusuk domainnya. Begitu renyah rasa almond dengan sedikit mentega.

Lebih dalam lagi ku nikmati sajian blackforest dengan selai strawberry yang manis di mulut. Melebur dalam ambivalensi hingga kejut menjalar melalui pembuluh darah kapiler. Terus hingga mataku enggan melihat.

Sesuatu yang ku rasa halu, ternyata tidak. Itu hal yang menjurus hingga amnesia pun tak menghalangi. Setelah itu ku harap selalu, dengan sebuah ikatan yang lebih mendalam. Aku ingin, tak bisa berpaling. Aku mau, tapi enggan menanggapi. Selalu tertuju pada malam itu saat kembang api bermekaran di cakrawala laut merah, kita hanya menatap bias jendela. Indah, seperti malam hari itu denganmu, aku ... selalu.

- The End -

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 19, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Luce e Ombra #HOGWARTS Academy Task 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang