1

46 0 0
                                    

Gadis atau Janda, ya?

Temanku seorang perempuan berusia 31 tahun, sebut saja Rahma. Dulu, kami sering mengikuti kajian bersama. Meskipun Murabbi kami berbeda. Bahkan, sering melakukan kegiatan bersama. Tiap kelompok majrlis taklim, saling berlomba dalam hal apapun, termasuk menikah. Huh,,, segitunya kami dulu.

Ketika ada saudari kami yang dalam proses ta'aruf sampai dikhitbah, kami sangat - sangat kepo. Apalagi aku, bahan gosip gak habis-habis. Termasuk berita tentang pernikahan Rahma.
Meskipun di majelis taklim kami dilarang pacaran, bahkan dilarang memendam rasa. Katanya sih, boleh suka sama seseorang, tapi jangan sampai dia tau. Begitu katanya, entahlah.

Tibalah hari pernikahan itu. Tetapi, aku merasa ada yang aneh. Tapi, aku mencoba membuang prasangka itu. Tidak banyak kawan - kawan kami yang datang. Itu pun terkesan buru - buru sekali. Makanya, aku bilang sedikit aneh.
Seminggu setelah menikah, suaminya masuk Rumah Sakit Daerah. Berhari - hari Rahma menjaga suaminya di sana. Setelah, seminggu dirawat, ia dibolehkan pulang. Tapi setelah beberapa hari, suaminya kembali dirawat di Rumah Sakit, kali ini di Rumah Sakit Kota. Di sana seminggu  suaminya dirawat. Kemudian dibawa pulang. Di rumah pun begitu, keadaannya tidak juga membaik. Kamudian dia dirawat lagi di Rumah Sakit Daerah. Sebab, beberapa kali dia dirawat, kami selalu terlambat. Karena hanya seminggu di Rumah Sakit, lalu dibawa pulang. Kali ini, aku dan seorang temanku berusaha supaya bisa menjenguknya.

Sesampai di sana, kami hanya menyapa Rahma dan keluarga suaminya. Sedangkan suaminya tidak. Kami heran, setiap kawan yang datang menjenguknya, dia tidak pernah mau menatapnya. Dia selalu melihat ke arah jendela, kebetulan ranjangnya mepet dengan tembok dekat jendela. Bukan hanya kami, tetapi sikapnya terhadap Rahma, istrinya sendiri. Tidak seperti layaknya seorang suami yang senang didampingi oleh istrinya. Rahma terlihat sabar sekali. Kami pun pamit pulang.

Besoknya, kami datang lagi ke Rumah Sakit. Bergegas kami menuju ruangannya. Dengan perasaan  bahagia menjenguk teman kami Rahma. Tapi, sesampainya kami di depan pintu, ruangannya sepi. Lalu kami bertanya pada keluarga pasien lain yang ada di sana.
"Pak, pasien yang di kamar ini kemana ya? "Tanyaku sambil menunjuk ruangannya.
"Oh, yang tadi dibawa pulang itu? " Si bapak balik nanya lagi.
Kami saling pandang, kemudian ku tanya lagi.
"sudah dibawa pulang?, kok cepat sekali? " tanyaku lagi dengan heran.
"pasien yang di kamar itu sudah meninggal, jadi dibawa pulang". Jawaban bapak itu sontak membuat kakiku lemas.
Akupun bergegas menghubungi teman - teman yang lain. Kami berkumpul di taman kota. Lalu kami sepakat menuju ke rumahnya. Rumahnya sangat jauh di pelosok,Desa Jerowaru. Kami melewati jalan tak beraspal. Lubang dimana - mana, juga debu menjadi bedak alami di wajahku.

Akhirnya, kami pun sampai di rumah duka. Aku melihat Rahma menangis, matanya sembab. Kami pulang setelah jenazah dimakamkan. Perasaanku bergelayut. Bagaimana nasib Rahma? Setelah beberapa hari berduka, Rahma kembali ke rumah orang tuanya di Kelayu.

AkhwatWhere stories live. Discover now