Babang El balik lagi nih 😊
Senin pagi selalu jadi hari terberat yang harus Luna jalani dibanding hari-hari lain. Selain drama perpisahan dengan Gwen dan Khem, Luna juga mesti menghadapi keingintahuan sahabatnya yang tampak bingung dengan kehadiran El diantara dirinya dan Valeraine.
Karena di kejar waktu, Luna hanya bisa menjanjikan pada Gwen akan menjelaskannya saat mereka bertemu kembali.
Dan segala keruwetan senin pagi itu masih belum seberapa jika dibandingkan dengan banyaknya intervensi yang dilakukan El setelahnya.
“Mau langsung ke rumah atau ke kantor?” El menatap Luna dari balik kacamata hitam yang dikenakannya, dalam balutan t-shirt putih dan jaket jeans juga celana chino cream lelaki itu terlihat luar biasa. Meski ada Vale digendongannya namun itu sama sekali tidak menghalangi beberapa kaum hawa yang kebetulan berpapasan dengan mereka bertiga untuk mencuri pandang dan diam-diam mengulum senyum, jelas-jelas menikmati apa yang mereka lihat.
Luna mungkin bukan penikmat infotainmen tapi tidak buta akan informasi adanya tren tentang papa-papa muda kaum urban dan juga metroseksual yang tetap bisa tampil penuh pesona juga menggoda meski sedang bersama anak-anaknya.
“Aku nggak ngantor hari ini,” kepindahan Valeraine yang mendadak membuat Luna memutuskan untuk mengurus kepentingan puterinya lebih dulu, termasuk mencarikan sekolah baru untuk Vale. “Mau mencari sekolah untuk Valeraine.”
“Sudah punya ide mau sekolah di mana?”
Luna menggeleng, di Amsterdam dia tidak terlalu kesulitan untuk menentukan pendidikan Vale. Dirinya bahkan memasukkan Vale ke Peuterspeelzalen atau pre-school yang jaraknya relatif dekat dengan flat-nya sehingga pengasuh Vale dapat menjemputnya dengan berjalan kaki.Tapi disini tampaknya tidak akan semudah itu, mengingat siapa dirinya di Indonesia, dan kedudukan Vale sebagai anak di luar nikah akan ada kesulitan tersendiri baginya untuk menemukan sekolah yang tepat.
Hanya dengan memikirkan itu saja sudah membuat Luna kesal dengan ketidakberdayaannya menentang El yang dengan seenaknya mensabotase segala sesuatu menyangkut Valeraine dari kasih sayang sampai urusan yang lainnya.
“Jangan terburu-buru,” lelaki itu mengomentari santai. “Saat ini itu hanya akan jadi prioritas ketiga kita.”
Luna mengernyit bingung, langkahnya sampai terhenti hingga membuat El ikut berhenti dan berbaik mengadapnya “Maksudnya?”
El tersenyum, “prioritas pertama adalah mencari pengasuh, sopir sekaligus pengawal pribadi yang akan menjaga Vale selama kita bekerja, lalu setelahnya mengurus keperluan lain yang dibutuhkan … kamu nggak lupa kan kalau kita butuh mengurus dokumen pencatatan kelahiran Vale?”
Luna terdiam dan mendadak merasa kesal dengan dirinya sendiri yang mendadak bagai hilang orientasi menyangkut puteri semata wayangnya. Sulit untuk mengakui tapi memang urusan pekerjaannya di TIV sangat menguras pikiran dan tenaga hingga membuatnya tanpa sadar menepikan kepentingan apapun menyangkut diri Vale.
“Jangan kesal,” El merangkul bahu Luna, membuatnya kembali menyesuaikan langkah bersisian dengan El keluar dari bandara. “Aku akan mengurus ini, jadi kamu jangan terlalu memikirkannya.”
“Kamu nggak ke kantor?” Luna mengalihkan perhatian El.
“Nanti, setelah makan siang, oh ya … boleh aku meminta asistenku untuk mengantar pakaian ganti ke rumahmu?”
Luna mengangguk tanpa daya, memangnya dia bisa menolak?
Suara panggilan dari ponsel El terdengar, membuat Luna berusaha mengambil Vale yang tertidur dari gendongan El namun lelaki itu menggelengkan kepala dan menerima panggilan tanpa sedikitpun melepaskan Vale.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Tengah Malam
RomanceAnnamaraluna Tejakusuma tidak pernah ingin menjadi penerus Tejan Investama, namun perusahaan rokok keluarga yang dipertahankan hingga enam generasi itu menjadi wasiat sang ayah yang harus dia jaga dari upaya industri rokok raksasa asing juga Ciel A...