Bab 1: Hukuman
Prince Rupert, British Columbia, Kanada. Masa sekarang.
“Sialan, bau busuk apa ini?” gadis itu bertanya, setelah langkah kaki berjalan memasuki lorong.
Sepasang sepatu boots berwarna cokelat harus melewati lantai keramik yang becek. Sisi kanan-kiri, terlihat sampah berserakan, menyatu dengan bangkai tikus dan lalat hijau mengerumuni bersama kecoak. Pemandangan menjijikkan, tapi gadis itu tetap berjalan dengan terpaksa menuju pintu besar di ujung lorong.
“Aku tidak percaya, ada manusia yang datang kemari,” ia kembali menggerutu, sampai di depan pintu berwarna cokelat dengan ukiran bunga mawar.
“Perpustakaan.” Itulah tulisan yang terpampang jelas di atas pintu.
Jaman sekarang, mahasiswa tidak perlu repot ke perpustakaan untuk mencari buku. Semua sudah tersedia di internet, toko buku online, dan platform digital. Namun, kesialan harus menimpa gadis dengan jaket denim itu. Setelah bertahun-tahun berkuliah di Coast Mountain College, ia mendapatkan hukuman terberat dari dosen sastra.
“YABELLA WALTERS! SUDAH SAYA PERINGATKAN, JANGAN BERMAIN PONSEL SAAT MATA KULIAH TENGAH BERLANGSUNG. KAMU TIDAK MENGHARGAI SAYA SEBAGAI DOSEN!” Pria berkepala plontos membentak gadis yang tengah bermain sosial media. Pria setengah abad itu, memang terlalu kuno dan gila penghargaan. Ocehannya pun terus berulang ke materi-materi kemarin.
“Aku bosan, Pak,” ucap gadis itu dengan wajah datar, ia memang menyebalkan dan pemalas, terbukti dengan catatannya yang kosong melompong.
“KAMU MAU IKUT MATA PELAJARAN SAYA ATAU TIDAK! KELUAR DARI KELAS, KAMU HANYA BENALU!”
Dosen itu paling disiplin, dihormati dan perkataannya cukup pedas. Namun, Yabella tetap cuek dan santai di kursi paling belakang. Teman sebelahnya, sudah panas-dingin menonton adu argumen dosen kejam versus mahasiswi pemalas. Sebelum, dosen itu serangan jantung dan mati mendadak. Abdelino selaku ketua kelas, berdiri dari kursinya dan mengingatkan dosen, bahwa waktu mengajarnya akan segera berakhir.
“Maaf Pak, lima belas menit lagi, kelas bapak selesai.”
Pria dengan kemeja putih bergaris-garis, tidak menghiraukannya. Ia menatap Yabella dengan dongkol, saat kaki gadis itu secara terang-terangan diangkat ke atas meja. Perilakunya sangat buruk dan membuat dosen itu geram.
Sahabat karib Yabella, berdiri dan meminta maaf, “Maaf Pak, Yabel memang menjengkelkan, tidak perlu diambil hati.”
“Diam Rendeo!” pria berambut acak-acakan, langsung kembali duduk dengan muka pucat, sembari berdoa akan keselamatan sahabatnya.
Yabella tersenyum dan menantang sang dosen, “Apa? Mengapa melihatku seperti itu?”
Dosen yang biasa dipanggil Mr. Manuel masih terdiam, ia memikirkan hukuman yang tepat untuk Yabella. Sementara gadis itu, merapikan barang-barangnya ke dalam tas biru tua, karena waktu menunjukkan pukul tiga sore kurang lima menit. Yabella masih menanti hukuman dari sang dosen. Tidak akan jauh dari mengepel lantai, merapikan kelas, mengerjakan makalah, dan membuat bahan presentasi. Itu hal mudah, karena Yabella cukup dekat dengan Abdelino dan Rendeo. Dua pria yang berpengaruh di kampus.
Yabella berdiri dan menggendong tasnya di pundak kanan, lalu berjalan santai melewati Mr. Manuel menuju pintu. Namun, suara bariton itu menghentikan langkahnya. Yabella terkejut dengan ucapan Mr. Manuel.
“SAYA HUKUM KAMU, MEMBANTU NYONYA MARLEEN DI PERPUSTAKAAN SELAMA TIGA HARI.” Yabella berbalik badan dan menatap Mr. Manuel dengan tatapan tidak percaya. Bukan hanya Yabella, semua mahasiswa pun terkejut, karena itu hukuman terberat bagi mahasiswa pembangkang seperti Yabella.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Adventure Of Illuminati
FantasyTHE ADVENTURE OF ILLUMINATI GENRE: FANTASY - ADVENTURE - THRILLER - SCIENCE FICTION. Yabella ingin memecahkan gambaran-gambaran di mimpi buruknya tentang pengorbanan 66 bayi untuk Illuminati bersama empat bersaudara yang memiliki Indra keenam, tetap...