Something about you

159 10 6
                                    

"Kamu mengajak semua orang bercanda, kukira aku saja"

Bandung, 26 Desember 2018.

Athaya membolak-balik buku yang sedari tadi ia baca. Kali ini ia menghabiskan waktunya hanya sekedar duduk di cafe. Membaca buku dengan ditemani segelas macca latte. Hari itu ia benar-benar persetan oleh waktu. Ia sedang tidak ingin bekerja, rasanya sudah lama ia tidak seperti ini hanya sekedar duduk dicafe dan menikmati musim dengan membaca buku.

Wanita berumur hampir 23 tahun itu, menyipitkan matanya saat dimana seseorang duduk dihadapannya dengan membawa dua buah es krim besar.

Pria itu tersenyum "Ini.."

Athaya ikut tersenyum "Tumben beli eskrim, bukan jaman kita lagi makan yang beginian Dil"

Pria itu kembali tersenyum dengan memperlihatkan lesung pipi sebelah kanannya "udah ambil dulu, lagian udah lama ga makan eskrim bareng. Habisnya lo sibuk kerja terus"

"Ok, eskrim di terima. Tapi ini kebesaran Fadil. Sumpah ini ga bakal habis." Athaya mendengus lesu saat melihat bentuk eskrim yang kini sudah berada ditangannya.

"Gada yang nyuruh lo habisin Atha. Makan aja dulu. Es krimnya enak kok. Walaupun ga seenak kedai pak Nanang yang dijakarta"

Mendengar Fadil berkata begitu Athaya refleks diam, Menatap tajam Fadil dengan tatapan membunuh.

"Harus banget dibahas?"

"Hah?" Fadil yang sejak tadi sibuk dengan es krimnya kini mendapat tatapan tajam dari Athaya. Sepertinya dirinya sedang dalam keadaan darurat.

"Bukan gitu ta, gue cuma ngomong kok. Nggak ada maksud apa-apa" Kali ini Fadil cari aman. Dari pada ia mendapat hantaman keras, bukan karena takut nanti atha akan memukul lengannya, tapi ia lebih takut jika gadis didepannya itu sedih.

"Lo Taukan gue.."

"Iya gue tau, Lo ga suka bahasa-bahasa apapun yang berhubungan dengan dia. Oke gue paham ta" Fadil kembali fokus pada eskrimnya menjauhi tatapan mata yang diperlihatkan oleh Athaya.

"Iya lo harus paham. Katanya Lo sahabat gue. Jadi Lo harus, kudu, wajib, paham." Sahut Athaya lagi sambil memakan eskrimnya.

"Yaiyalah. Cuma gue yang mau jadi sahabat lo. Nggak ada yang lain. Mana mau mereka dekat sama lo yang baperan"

"Sialan lo. Gue gini-gini paling cantik diantara teman dan mantan-mantan Lo yang selalu Lo banggain itu." Athaya tak mau kalah.

Fadil diam sejenak. Sudah 6 tahun sejak pertemuan mereka. Sekarang mereka sudah sama-sama bekerja. Rasanya sulit menyatakan jika mereka hanya sebuah kata yang mengatasnamakan "sahabat". Karena sejak awal pertemuan mereka hanya Athaya yang menganggap sahabat. Dibalik itu semua Fadil hanya manusia cupu yang berlindung dibalik kata persahabatan. Tapi seandainya dunia dan waktu berpihak padanya. Tetap saja gadis dihadapannya itu masih mencintai sosok yang sama. Walaupun sosoknya tidak nyata dan abu-abu, Fadil tau betul bagaimanapun Athaya jatuh cinta untuk pertama kali. Dan itu membuat hatinya benar-benar jatuh ketempat yang paling dalam.

"Iya lo emang cantik sih, tapi pemberontak" Fadil tertawa kecil disambut dengan tatapan datar oleh Athaya. " Yaudah gue balik dulu ya, ada meeting bentar lagi." Lanjutnya Fadil sambil mengusap rambut sebahu wanita didepannya itu.

"Ga usah ngeluarin trik lo ke gue, ga bakal mempan Fadil."

"Padahal dulu Abi sering begitu, hahahaha" Sebelum ia mendapatkan tatapan pukulan maut dari Athaya, Fadil segera bergegas pergi sambil tertawa.

"Sialan" Umpat Athaya dengan volume suara yang sedikit mengecil bahkan hampir tak terdengar.

Athaya menarik nafasnya dalam-dalam. Ada rasa sesak disana saat Fadil menyebut namanya. Rasanya sulit sekali berdamai dengan waktu. Padahal kejadian yang tak pernah ia duga sudah berakhir sejak beberapa tahun lalu. Namun sulit rasanya melepas semuanya. Melepas namanya, satu hari bersamanya, kejadian aneh bersamanya bahkan semua tentangnya yang tidak masuk akal. Sulit. Seandianya semesta punya cara untuk membuatnya berdamai dengan waktu. Namun kenyataannya. Semesta ingin selalu mengurungnya di zona waktu yang sulit ia mengerti.

Athaya mengalihkan pandangannya kearah jendela disampingnya. Sudah mulai musim hujan. Dan bodohnya Fadil memberikannya eskrim dengan ukuran besar. Pria itu memang bodoh sejak dulu. Tidak ada yang memberinya pengertian seperti Fadil mengertinya. Athaya mungkin tau bagaimana perasaan pria itu terhadapnya. Namun bukan tidak ingin membalas hanya saja persahabatan ini sudah tidak pantas di nodai oleh rasa-rasa yang akan menjadi bumerang untuk mereka berdua. Menurutnya seperti ini sudah jauh lebih baik. Bukan ia ingin pura-pura buta. Namun Fadil pantas dapat yang lebih. Bukan wanita yang sulit berdamai oleh waktu sepertinya.

"Permisi Mba?" Seorang waiters cafe membuyarakan lamunan Athaya.

"Oh, iya"

"Dengan mba Athaya Larasati?" Tanya waiters itu lagi

Athaya mengangguk cepat.

"Ini mba ada titipan dari seseorang," waiters itu tersenyum seraya memberikan sebuah surat dengan amplop berwarna bata.

Athaya menerima surat itu. Ia masih bingung. Namun sebelum ia mengucapkan terima kasih waiters cafe itu sudah berlalu pergi.

"Dari siapa?" Gumannya pelan.

Athaya mencoba membuka amplop kecil itu. Ada pita kuning kecil tertera di ujung atas amplop itu. 

Bandung, 1 Februari 2038.

You miss me?

Niku-Bumi

Setelah itu hanya terdengar suara hujan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

J E D ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang