03. Bertemu kembali

25 5 6
                                    

Suara gelas pecah mengiringi aliran darah yang keluar dari kedua telapak tangan Araya. Manik matanya memicing marah.

Araya menggeram.

"Gadis sialan!" Begitulah sekiranya umpatan yang keluar dari bibir Araya.

Untuk pertama kalinya, Araya merasa sangat bodoh. Hanya mengejar seorang gadis saja, ia tidak mampu. Sungguh memalukan!

Dengan darah yang masih menetes, lelaki itu membalik meja makan. Menghancurkan piring dan segala alat makan yang terdapat di atasnya. Meluapkan emosinya.

Araya memejamkan matanya. Berusaha meredam amarah yang masih tersisa.

Hanya butuh waktu dua menit, Araya kembali kesadarannya. Lelaki itu membuka matanya. Lalu, meraih ponselnya. Menekan beberapa angka dan meneleponnya. Menyuruhnya membersihkan kerusuhan yang terjadi di dalam apartemennya.

Araya berjalan keluar dari apartemen. Ia menyusuri lorong apartemen dengan kilatan mata yang tidak dapat disembunyikan.

Lorong yang sepi menguntungkan bagi Araya. Lelaki itu bisa mempercepat langkahnya tanpa ada pertanyaan-pertanyaan menyebalkan yang dilontarkan tetangganya kepadanya.

Tetangganya di Dark blue cukup peduli. Itu terlihat dari pertama kali Araya membeli apartemen dan mendapatkan sambutan hangat dari tetangganya.

Memang sangat jarang, tetapi ini adalah salah satu fakta dari Dark blue. Bisa dipastikan jika tetangganya itu akan menanyakan sebab darah yang menetes di lantai. Itu terasa menyebalkan bagi Araya.

"Kau di sini, Araya? Sungguh, aku ingin mengomel. Kau keterlaluan. Kau menyuruhku untuk membereskan apartemenmu? Kau pikir diriku ini siapa?"

Araya memutar bola matanya malas. Lelaki itu menelengkan kepalanya ke kanan. Menatap datar ke arah seorang lelaki berkulit tan di hadapannya.

"Beberapa waktu lalu, kau pernah merengek kepadaku dan meminta alamat apartemenku, bukan?"

Lelaki itu mendengus.

"Itu beda. Aku ingin memecahkan apartemenmu, bukan membersihkannya." Lirih lelaki itu yang sialnya masih terdengar di telinga Araya.

Araya menghembuskan napasnya kasar. Tangan kanannya bergerak lihai di sakunya. Mencari sebuah benda yang dapat ditodongkan ke kepala lelaki itu.

Mata biru lelaki itu membola. Pistol sudah berada tepat di samping kepalanya, bersiap menolakkan peluru ke arahnya.

"Benua, jika kau berani memecahkan apartemenku, kujamin dua timah akan menembus kepalamu besok!"

Tubuh Benua menegang. Tubuhnya tidak bergerak, hanya saja kepalanya mengangguk. Mengerti dengan ancaman Araya. Lelaki itu tidak pernah bermain-main dengan ucapannya.

Araya menepuk pundak Benua. Lelaki itu tersenyum aneh kepadanya.

"Bagus. Kurasa, kau bisa memulai merapikan apartemenku!"

Araya melangkahkan kakinya menjauh dari Benua. Meninggalkan Benua dengan tugas yang baru saja diemban.

Benua mendengus. Lelaki itu mengacak rambutnya frustasi. Ia kalah dari Araya untuk kesekian kalinya. Ah, sial!

---

Mobil Araya melaju. Menyusuri jalan raya daerah tempat tinggalnya. Tangannya mengepal. Ia bertekad akan menyeret gadis itu ke apartemennya sekarang. Entah bagaimanapun caranya!

Dahi Araya mengernyit. Ada yang aneh dengan mobilnya. Tatapan Araya mengarah ke bawah. Memeriksa bensinnya melalui jarum yang tersedia di sana. Ah, masih penuh.

After The Rainy Day #GrasindoStoryIncTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang