Radinka Sekar Ayu
Tik. Tik. Tik.
Suara itu semakin dekat. Terdengar samar kemudian jelas. Dia terus melangkah, mencari sumber suara.
Tik. Tik. Tik.
Dia semakin mengendap. Telinganya menajam. Dahinya berkerut-kerut. Jantungnya mulai berdebar kencang. Dia semalaman baru saja menamatkan serial drama Korea bergenre thriller suspense. Tadi pagi ketika perjalanan ke hotel, dia menoleh berkali-kali. Takut jika ada yang menikamnya dari belakang secara tiba-tiba, menjerat lehernya dengan senar, membungkus kepalanya dengan kain hitam. Lalu, lalu—
TIK. TIK. TIK.
Suara itu semakin jelas. Dia berhenti mengendap. Tanpa sadar dia sudah sampai di depan gudang di lantai satu. Dari kaca di pintu, dia mengintip. Dari pengalaman menonton drama Korea selama ini, dia paham betul jika suara yang dia dengar patut dicurigai.
Matanya menyapu isi gudang lewat kaca pintu. Gudang itu cukup terawat. Ada beberapa tumpukan kardus, berkaleng-kaleng cat yang masih utuh, standing banner dan spanduk yang sudah tak terpakai, tangga portabel berbagai ukuran, dan masih banyak. Tapi rupanya suara misterius itu berasal dari dalam sana.
Pintu berkerit ketika dia mendorong pelan, masih dengan was-was. Drama Korea yang dia tonton semalam mengajarkan untuk tetap waspada dan sigap di segala situasi. Pintu belum sempurna terbuka ketika dia terhuyung jatuh. Kakinya mendadak lemas melihat satu koper hitam dan besar. Suara itu berasal dari sana. Dia sangat yakin.
Dengan tergopoh dia berdiri, mengabaikan jantungnya yang menggila. Dia sudah mengerti apa isi koper itu tanpa perlu memastikan dengan membukanya. Dia harus bertindak cepat. Sedetik pun sangat berharga. Dia harus secepat mungkin membuat peringatan.
Dia berlari melintasi lobi yang tidak terlalu ramai, tiba-tiba lupa di mana letak alarm itu. Dia bolak-balik berlari mencari kotak alarm, yang kalau dicari mendadak terlupakan. Ayolah, dia setiap hari melihat kotak alarm itu di mana-mana. Resepsionis yang terbiasa melihat kehebohannya, hanya menggeleng maklum. Mereka tidak tahu kalau kali ini kehebohannya sangat bermanfaat.
“BOM! ADA BOM!!!”
Dan seketika suara alarm memecah siang yang lengang. Bergema di seluruh penjuru hotel, lorong-lorong di setiap lantai, langit-langit putih. Membuat burung-burung yang hinggap di dahan pohon sekitar hotel, terbang dengan kalap.
Suasana kacau dalam sekejap. Alarm itu masih nyaring terdengar. Orang-orang di lantai satu berhamburan keluar. Semua tamu sontak berdesakan menuju tangga darurat. Mereka tidak tahu apa yang terjadi. Tapi suara alarm sudah menandakan sebuah bahaya dan membuat mereka lari terbirit-birit untuk menyelamatkan diri. Mereka tidak perlu menunggu untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi. Yang terpenting mereka lari sekarang. Mencari tempat aman.
Radinka yang sempat memejamkan mata, tersentak. Dia bahkan terjungkal dari kursi empuknya. Kepalanya berdenyut nyeri. Dia tidak sempat mengeluh. Segera sadar jika alarm kebakaran berbunyi. Dia bergegas berdiri, meraih handy talkie dan ponsel di atas meja, bertepatan dengan pintu ruangannya yang terbuka. Athala muncul dengan terengah. Wajah imutnya bercampur panik dan ingin menangis.
Suaranya bergetar takut. “ADA BOM, MBAK. AYO KELUAR!”
Bom. Bom. Bo—apa?!
“Di mana?!” Radinka melangkah lebar ke pintu, mendekap sekilas Athala sebelum melangkah menyusuri lorong lantai tiga. Baginya, Athala sudah seperti adik sendiri. Dan dia tahu bagaimana Athala menahan diri untuk tidak menangis.
“Di gudang lantai satu.” Dengan sigap, Athala mengekor di belakangnya. Lantai tiga sudah lengang. Radinka segera melangkah ke tangga darurat. Dia menyalakan handy talkie. Menghubungi kepala keamanan hotel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thirty Minutes and You
RomanceKafka, seorang aktor ternama yang terlibat dalam film Tentang Bumi. Yang mengharuskannya mendalami peran Bumi. Dia mengejar Radinka-sang penulis novel. Bagaimanapun caranya, dia harus mengenal Bumi. Karena Kafka sangat yakin jika Bumi ada, nyata, bu...